ISSN 2477-1686

 Vol. 7 No. 9 Mei 2021

Putus Cinta Disaat Pengerjaan Tesis Yang Berdampak Pada Kesehatan Mental

 

 

Oleh

Riri Anggi Aulia

Universitas Sumatera Utara

 

 

Masa-masa penulisan tesis, ibarat sebuah medan perang yang harus dilewati oleh para pejuang magister. Medan perang ini sangat menguras tenaga dan pikiran, lantas bagaimana jika situasi tersebut dilalui dengan keadaan hati yang sedang kacau? Bisa dibayangkan seperti apa pertempuran sengit yang harus dilewati. Lupa mandi, perut tak di isi, tidur di pagi hari, terbawa ke dalam mimpi, dosen pembimbing sulit dihubungi, dan masih banyak lagi. Lalu bagaimana rasanya ketika pujaan hati memutuskan pergi disaat tesis sama sekali belum jadi? 

 

Tesis dan teori adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Teori adalah rangkanya sebuah tesis. Agar bisa memahami sebuah teori yang digunakan, cara terbaik ialah dengan mengkaji teori tersebut. Memahami teori sangat penting dalam pembentukan isi dan kualitas tesis. Putus cinta disaat masa-masa penulisan tesis dan saat mengkaji teori membuatmu merasa sedang mengkaji lukisan abstrak. Jangankan mencoba untuk mengkaji, membaca saja rasanya sudah tak sangggup lagi. 

 

Masa dewasa muda adalah masa seseorang memiliki tugas perkembangan untuk membina hubungan intim dengan individu lain (Papalia, 2004). Hubungan intim terbangun dari interaksi dua orang yang saling memberi serta menerima melalui proses yang dinamis. Jadi, hubungan merupakan suatu proses yang penuh dengan perubahan, seperti perubahan mood hingga kondisi kesehatan (Brehm, 2002). Perubahan dan evolusi yang terjadi dalam hubungan intim dapat saja sampai pada berakhirnya hubungan tersebut. Dari sudut pandang ini, maka pemutusan suatu hubungan (relationship dissolution) merupakan hal yang normal terjadi dalam dinamika hubungan intim (Duck & Rollie, 2006). Dalam bahasa Indonesia sehari-hari, berakhirnya hubungan diberi label “putus cinta” atau sudah tidak mempunyai hubungan cinta lagi (KBBI). Putus cinta memiliki konotasi negatif dalam masyarakat, hal ini dapat dilihat dari lirik lagu yang mengaitkan putus cinta dengan pupusnya harapan seseorang dalam menjalani hidup.

Peristiwa putus cinta merupakan peristiwa yang khas (idiosyncratic) pada orang yang mengalami. Namun (Duck S. W., 2006) mengajukan sebuah tahap-tahap umum yang terjadi dalam pemutusan hubungan intim. Tahap pertama ialah personal phase, yaitu salah satu pihak merasa tidak puas, frustasi dan marah. Selanjutnya ialah dyadic phase, yaitu pihak yang tidak bahagia mengungkapkan ketidakpuasannya. Tahap ini berisi periode negosiasi, konfrontasi serta usaha mengakomodasi keluhan salah satu pihak, sehingga sering disertai perasaan shock, marah, terluka, dan terkadang ada perasaan lega. Semakin dekat ke akhir hubungan, tahap yang terjadi ialah social phase, yakni kedua belah pihak mulai mengungkapkan cerita versi masing-masing mengenai kesulitan dalam hubungan kepada teman dan keluarga, untuk mencari dukungan dan untuk dimengerti. Tahap terakhir, terjadi setelah hubungan diakhiri, yaitu grave-dressing phase. Dalam tahap ini, seseorang mulai berusaha mengatasi rasa kehilangan dengan merevisi memori, atau membuat cerita yang dapat diterima (account making).

Setiap tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Hal tersebut merupakan sebuah permasalahan yang serius, kondisi-kondisi tersebut seperti depresi, kegelisahan, perubahan suasana hati hingga stres. Tujuan dari WHO memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait kesehatan mental sehingga bisa mencegah terjadinya penyakit jiwa (Masyarakat, 2018).

Cinta dan manusia merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan, tak terkecuali dalam kisah percintaan remaja. Sebelum merasakan adanya sebuah perpisahan dengan kekasihnya atau yang disebut dengan putus cinta, seseorang tentunya merasakan jatuh cinta terlebih dahulu dan menjalin relasi romantis. Pada fase ini remaja mengenal adanya relasi romantis yang diawali dengan kedekatan dengan teman sebaya. Pada saat itu remaja memiliki kebutuhan akan kelekatan dan kebutuhan seksual (Hurlock, 1980). Perilaku tersebut mengarahkan remaja pada perilaku berpacaran. Hal tersebut merupakan upaya untuk mecapai hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Saat hubungan yang dijalin berakhir begitu saja, wajar bagi seseorang yang mengalaminya untuk merasakan sedih. Namun, sedih yang berlebihan juga akan membawa dampak yang tidak baik. Perlu adanya sebuah pengelolaan emosi yang tepat agar menimbulkan adanya kebahagiaan dan suasana hati yang positif. Menurut (Seligman, 2005) adanya kebahagiaan dapat membuat individu lebih objektif menyikapi sesuatu, kreatif, toleran, tidak defensif, murah hati dan lateral atau mampu memecahkan masalah secara kreatif. 

(Seligman, 2005) memandang bahwa setiap manusia memiliki potensi baik dan potensi buruk atau negatif. Dengan mengembangkan potensi positif yang dimiliki maka hal tersebut dapat membuat adanya rasa penderitaan dapat berkurang. Pada akhirnya hal tersebut akan membawa individu pada arah kebahagiaan. Sebuah kebahagiaan tidak hanya sekedar tertawa, tetapi dimaknai sebagai sesuatu kehidupan yang lebih bermakna, yang mana didalamnya terdapat nilai-nilai kebaikan. Nilai kebaikan tersebut antara lain adalah memaafkan sesuatu yang telah terjadi, menerima keadaan tersebut dengan lapang dada, mampu memberikan kasih sayang terhadap orang lain atau yang disebut dengan temperance.

Setelah menyelesaikan tesis, hal selanjutnya yang dilaksanakan tentu saja perayaan wisuda. Saat masih menjalin hubungan percintaan, kamu sudah membayangkan betapa bahagianya kamu berada diantara keluarga dan pujaan hati tercinta. Menyadari bahwa apa yang pernah kau bayangkan tak akan mungkin menjadi nyata ialah disaat acara wisuda kamu hanya mengambil beberapa sesi poto dengan keluarga tanpa kekasih. Setelah itu kamu menghilang. Alasan kamu menghilang bukan berarti kamu kehilangan semangat, sama sekali tidak. Kamu lebih memilih untuk menikmati perayaan wisuda seorang diri, senyum manis akan mengembang di pipi mu dan dalam hati kamu akan berkata, "ternyata aku sudah dewasa".

 

 

Referensi:

 

Brehm, M. P. (2002). Intimate Relationship 3rd Edition. USA: McGraw-Hill, Co.

 

Duck, S. W. (2006). What Goes Up May Come Down: Sex and Gendered Patterns in Relational Dissolution.USA: Lawrence Erlbaum.

 

Duck, S., & Rollie, S. (2006). Divorce and Dissolution of Romantic Relationships: Stage Models and Their Limitations. US: Lawrence Erlbaum Associates.

 

Duck, S., & Wood, J. T. (2006). What Goes Up My Come Down: Sex and Gendered Patterns in Relational Dissolution. US: Lawrence Erlbaum Associates.

 

Hurlock. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

 

Masyarakat, K. K. (2018). Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. http://promkes.kemkes.go.id/agenda/hari-kesehatan-jiwa-sedunia.

 

Papalia, D. E. (2004). Human Development: 9th ed. New York: McGraw-Hill.

 

Seligman. (2005). Authentic Happiness: Menciptakan Kebahagiaan dengan Psikologi Positif. Bandung: PT. Mizan Pustaka.