ISSN 2477-1686

 Vol. 7 No. 9 Mei 2021

Perbandingan Sosial Dan Kesehatan Mental Remaja Perempuan

 

 

Oleh

Alvina Mellandri Cahyono & Mochammad Sa’id

Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Malang

 

 

Pengantar

Masa transisi yang terjadi pada saat remaja merupakan masa di mana individu yang awalnya berada pada masa kanak-kanak telah bertumbuh menjadi lebih dewasa. Pertumbuhan yang dialami tidaklah sekedar pertumbuhan biologis, tetapi juga kemampuan kognitif, sosio-emosional, dan fisik. Masa remaja dapat menjadi masa terjadinya disorientasi dan penemuan akan banyak hal baru. Pada masa ini, remaja mulai mempertanyakan mengenai kebebasan dan identitas diri mereka. Mereka akan berhadapan dengan banyak pilihan dalam bidang akademik, persahabatan, juga hubungan dengan lawan jenis. Selain itumereka juga akan merasakan banyaknya tuntutan dari lingkungan sosial mereka, sehingga terkadang menjadi salah satu penyebab munculnya storm and stress (Santrock, 2003). 

 

Salah satu isu penting yang sering dialami remaja, khususnya remaja perempuan, adalah mengenai penampilan fisik. Isu ini muncul tidak terlepas dari perkembangan yang mereka alami sebagai remaja, yaitu terjadinya perubahan hormonal pada tubuh. Perubahan fisik ini membuat remaja lebih sering memperhatikan dan mempertanyakan bentuk tubuh yang dimilikinya saat ini.

 

Dalam beberapa tahun terakhir, penampilan fisik telah menjadi salah satu permasalahan yang menonjol. Hal ini dikarenakan penampilan fisik dijadikan sebagai komponen untuk mengukur harga diri dan rasa percaya diri individu terutama di kalangan remaja perempuan. Standar ideal mengenai penampilan fisik memang selalu berubah dari tahun ke tahun. Pada abad ke-19, standar ideal kecantikan sangat berbeda dengan standar kecantikan pada saat ini. Pada saat itu, orang dengan tubuh subur dianggap cantik dan menarik bagi lawan jenis karena dinilai memilki kemampuan seksual yang baik dibandingkan wanita lainnya. Berbeda dengan abad ke-19, beberapa tahun kebelakang, tubuh langsing dan ramping telah dijadikan sebagai patokan ideal bentuk tubuh bagi wanita. Meskipun standar kecantikan ideal berbeda-beda di setiap negara, terdapat standar ideal umum kecantikan perempuan, yaitu tubuh ramping, hidung mancung, kulit putih dan badan tinggi.

 

Munculnya standar ideal kecantikan perempuan tidak terlepas dari adanya perbandingan sosial. Remaja perempuan seringkali menggunakan perbandingan sosial sebagai alat ukur untuk membantu mereka menemukan jawaban atas pertanyaan yang terus bermunculan dalam pikiran mereka. Karena adanya perbandingan sosial, individu sering memberikan standar yang sangat tinggi pada diri mereka sendiri dibandingkan dengan insan yang lain. Kecenderungan untuk melakukan perbandingan sosial terus meningkat seiring bertambahnya usia karena adanya penyesuaian kestabilan diri terutama pada masa remaja. Kesadaran mengenai pentingnya penampilan dan pengaruh negatif yang diarahkan pada diri sendiri membuat masa remaja menjadi salah satu masa yang rentan dalam hidup untuk melakukan perbandingan sosial.

 

Perilaku perbandingan sosial pada remaja perempuan ini diperparah oleh mudahnya akses media sosial. Melalui media sosial, banyak bermunculan model maupun brand ambassador dengan penampilan yang sangat cantik dengan fisik sempurna. Sebuah penelitian (Fardouly et al., 2015) menunjukkan bahwa remaja perempuan lebih sering membandingkan keadaan fisik mereka, terutama wajah, dengan foto yang ada di majalah dan media sosial. Penelitian lain pada mahasiswi di Amerika Serikat (Eckler et al., 2017) jugamenemukan bahwa semakin banyak waktu yang dihabiskan di media sosial, semakin besar kecenderungan untuk membandingkan penampilan fisik dengan teman-temannya.

 

Dampak Perbandingan Sosial pada Remaja Perempuan

Perilaku perbandingan sosial pada remaja perempuan dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan mental mereka. Jika mereka telah melakukan perbandingan sosial, dan menemukan bahwa diri merekasangat jauh dari kata ‘ideal’, maka akan muncul perasaan tidak puas pada diri mereka dan menurunnyaharga diriPenelitian Thompson et. al. (dalam Jones, 2001) menunjukkan bahwa remaja perempuan yang sering melakukan perbandingan sosial cenderung menunjukkan ketidakpuasan yang lebih tinggi akan penampilannya dibandingkan dengan mereka yang jarang melakukan perbandingan sosial. Penelitian-penelitian mengenai perbandingan sosial juga menunjukkan bahwa ketidakbahagiaan dan perbandingan sosial saling terkait. Ketika remaja perempuan merasa bahwa jati dirinya tidak sesuai dengan standar ideal yang terdapat di masyarakat, hal itu menyebabkan munculnya ketidakpuasan diri, body image negatif, dan menurunnya kepercayaan diri (Fardouly et al., 2015).

 

Media sosial memperbesar dampak psikologis yang ditimbulkan dari perbandingan sosial pada remaja perempuan. Dan hal itu semakin memperbesar dampak negatif pada kesehatan mental mereka. Perbandingan sosial yang berkaitan dengan media sosial banyak dikaitkan dengan gejala depresi di kalangan remaja perempuanHal ini tidak terlepas dari kebiasaan mereka menghabiskan banyak waktu di situs jejaring sosial untuk memperbarui profil dan mengunggah foto mereka. Selain itu, mereka juga melihat profil dan foto rekannya atau justru orang asing yang sebenarnya tidak dikenal. Di sinilah kemudian proses perbandingan sosial terjadi, dan kemudian berdampak secara psikologis pada diri mereka.

            

Lalu, Apa Solusinya?

 

Perbandingan sosial telah menimbulkan berbagai dampak negatif bagi kesehatan mental remaja perempuan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mencegah dan meminimalisir dampak negatif perbandingan sosial. Dalam rangka demikian, peran keluarga, khususnya orang tua, sangatlah penting. Penelitian menemukan bahwa pengaruh orang tua dapat mengurangi dampak negatif perbandingan sosial yang ada di media sosial. Dukungan dan cinta tanpa syarat dari orang tua dapat mengurangi tekanan psikologis yang terkait dengan perbandingan sosial (Yang et al., 2018).

 

Orang tua perlu mengajarkan self-love (mencintai diri sendiri) sejak kecil supaya anak dapat menerima bentuk tubuhnya, menerima dan mensyukuri apapun yang dipunya, dan menerima segala kekurangannya.Orang tua juga perlu mengajarkan kepada anak mengenai cara mengembangkan body image yang positif. Hal ini akan membantu anak ketika sudah menjadi remaja. Dampak lanjutannya, ia dapat menjadi remaja yang suportif dan tidak menyebarkan kebencian atau ejekan kepada teman-temannya yang memilikiinsecurity dan memiliki body image negatif.

 

REFERENSI:

 

Eckler et al. (2017). Facebook use and negative body image among U.S. college women. Women Health. doi:10.1080/03630242.2016.1159268

 

Fardouly, J., Diedrichs, P. C., Vartanian, L. R., & Halliwell, E. (2015). The Mediating Role of Appearance Comparisons in the Relationship Between Media Usage and Self-Objectification in Young Women. Psychology of Women Quarterly, 39(4), 447-457. doi:10.1177/0361684315581841

 

Foddy, M., & Crundall, I. (1953). A field study of social comparison processes in ability evaluation. British Journal of Social Psychology. Retrieved from https://doi.org/10.1111/j.2044-8309.1993.tb01002.x

 

Jones, D. C. (2001). Social comparison and body image: attractiveness comparison to models and peers among adolescent girls and boys. Sex Roles: A Journal of Research, 646-661. Retrieved from https://doi.org/10.1023/A:1014815725852

 

Santrock, J. W. (2003). Life span development (perkembangan masa hidup) (5th ed.). Jakarta: Erlangga.

 

Yang et al. (2018). Social media social comparison and identity distress at the college transition: A dual-path model. Journal of Adolescence. doi:10.1016/j.adolescence.2018.09.007