ISSN 2477-1686

 Vol. 7 No. 5 Maret 2021

 

Self-Deception Di Media Sosial: Saya Malu, Saya Menipu

 

Oleh

Clara Moningka

Annisa Windi Soewastika

Program Studi Psikologi, Universitas Pembangunan Jaya

 

Ada seorang rekan yang selalu menunjukkan aktivitasnya di media sosial. Hampir setiap hari yang bersangkutan mengunggah foto atau video aktivitasnya. Banyak dari foto dan aktivitas menyenangkan itu mendapat umpan balik yang positif. Memang pada dasarnya ketika mendapat pujian, individu pasti akan merasa bahagia. Pujian atau komentar baik secara nyata ataupun di media sosial juga membuat individu merasa diterima oleh orang lain. 

 

Saat ini internet dan media sosial tidak hanya digunakan untuk mencari informasi, tetapi juga untuk mengekspresikan dan menunjukkan diri. Sampai ada istilah pansos (panjat sosial), bagi individu yang sengaja mengunggah aktivitas atau kata-kata yang menarik perhatian khalayak ramai.  Media sosial seringkali digunakan untuk kelihat eksis di mata orang lain, tidak terbatas pada teman atau keluarga, tetapi juga secara luas alias menjadi ruang publik (Ayun, 2018).

 

Saat ini siapa sih yang tidak menggunakan internet dan media sosial? Data dari  We Are Social pada tahun 2020 menunjukkan bahwa terdapat 175,4 juta orang di Indonesia yang menggunakan internet. Anggka ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah  populasi di Indonesia sudah menggunakan intenet (Haryanto, 2020). Salah satu media sosial yang sedang naik daun adalah TikTok, bahkan saat ini Indonesia menjadi salah satu negara yang menyumbang jumlah pengunduhan aplikasi TikTok yaitu sebesar 11% (Pertiwi, 2020). Video yang diunggah pada aplikasi TikTok sangatlah beragam, banyak individu yang menggunakan sebagai tempat untuk membagikan tips atau hal-hal positif dan pengetahuan baru. Tidak jarang juga media ini digunakan untuk ‘memamerkan’ kehidupan yang menyenangkan mulai dari barang mewah, rumah yang besar, kecantikan, dan banyak hal lainnya agar terkenal dan menjadi seorang influencer. Hal tersebut mengakibatkan banyak orang berusaha untuk terkenal dengan memalsukan diri dan melakukan sebuah perilaku menipu di sosial media atau dapat disebut sebagai Deception Behavior. 

 

Deception Behavior adalah sebuah perilaku di mana untuk memperoleh citra diri yang baik, menyenangkan, dan positif, seorang individu memanipulasi serta memalsukan dirinya di media sosial sehingga dapat membuat orang lain percaya (Moningka & Selviana, 2020). Individu tersebut dengan sengaja melebih-lebihkan, membuat-buat, menutupi, dan menyebabkan sebuah kesalahpahaman dengan menghilangkan atau menyembunyikan sesuatu hal dari kenyataan yang ada (Burgoon & Levine, 2010). Oleh karena itu, seorang individu melakukan sebuah deception behavior untuk mengelabui dengan membuat orang lain percaya akan sesuatu yang sebenarnya tidak benar secara sengaja (Moningka & Selviana, 2020).

 

Terdapat tiga jenis deception behavior dalam dunia maya menurut Utz (2005) yaitu mengubah gender atau identitas, menampilkan diri serta fisik lebih menarik dengan memanipulasi, dan menutupi identitas menggunakan nama yang bukan sebenarnya atau berpura-pura menjadi orang lain. Dari hasil studi yang dilakukan oleh Moningka dan Selviana (2020) pada remaja pengguna media sosial di jabodetabek dapat diidentifikasi perilaku deception yang sering dilakukan yaitu menampilkan diri yang lebih baik dan mengubah atau menutupi identitas. Hal ini terjadi karena pada individu yang melakukan deception, mereka mendapatkan kepuasan ketika dipuji atau mendapat umpan balik dari orang lain. Apakah mendapat pengikut (follower) lebih banyak, mendapat banyak pembenci (haters) yang pada dasarnya juga membuat naik pamor yang bersangkutan. Seiring dengan berjalannya waktu pelaku deception ini juga akan merasa lelah karena harus selalu tampil di media sosial Hal ini terjadi pada seorang influencer bernama Paul Zimmer di TikTok yang mengakui telah memiliki akun identitas palsu bernama Troy Becker yang membantu mengangkat ketenarannya. Ia menganggap identitas palsu bernama Troy Becker tersebut merupakan identitas yang sempurna dari dirinya. Pada akhirnya Zimmer sendiri mengalami depresi dan lelah untuk terus memalsukan dirinya (Tenbarge, 2020).  Perilaku yang secara terus menerus menipu dan memanipulasi suatu hal yang ia miliki atau lakukan menyebabkan kebebasannya berkurang dan secara tidak langsung menyebabkan sebuah beban karena secara terus menerus berbohong (Vrij et al., 1996).

 

Alasan utama, individu melakukan deception behavior adalah karena alasan psikologis, yaitu untuk melindungi diri dari rasa malu (Phillips et al., 2011). Saat ini kalangan remaja berada pada masa di mana merupakan suatu hal yang biasa untuk memamerkan kehidupan pribadi di media sosial untuk memperoleh pengakuan dari orang lain, sehingga bagi beberapa remaja yang telah membandingkan keadaan realita dirinya jauh dengan orang lain menyebabkan turunnya self-esteem dan membentuk sebuah standar baru (Moningka & Eminiar, 2020) di mana pada akhirnya beberapa remaja tersebut perlu memalsukan serta merekayasa hal yang mereka miliki yang pada akhirnya membangun citra diri yang palsu (Putri, 2020). Mereka bahkan membuat akun palsu atau anonim agar ketika melakukan sesuatu tidak perlu memikirkan rasa takut dan tanggung jawab (Hayuputri, 2019).

 

Menurut McMahon, sosial media mengakibatkan beberapa orang mengalami sebuah obsesi untuk dilihat atau mendapat perhatian orang lain (Greenspan, 2021). Untuk tetap mempertahankan keberadaan yang mereka miliki pada akhirnya tak jarang seorang individu memiliki deception behavior, seperti merubah identitas diri, memaksakan untuk memiliki sesuatu hal yang sama dengan orang lain, merekayasa foto mereka dan masih banyak lagi. Perilaku tersebut pada dasarnya hanya menaikkan pamor mereka sementara waktu saja, dan memiliki dampak negatif, yaitu depresi dan cemas secara terus menerus akibat terus menipu, lelah secara mental karena tidak puas dengan diri sendiri, bahkan lelah karena terus membandingkan. Semoga kita semua bisa mempergunakan internet dan media sosial secara bijak!

 

REFERENSI:

 

Ayun, P. Q. (2018). Fenomena Remaja Menggunakan Media Sosial dalam Membentuk Identitas. KOMUNIKA: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi11(2), 184–197. https://doi.org/10.24090/komunika.v11i2.1365 

 

Burgoon, J. K., & Levine, T. R. (2010). Advances in deception detection. New Directions in Interpersonal Communication ResearchMay 2016, 201–220. https://doi.org/10.4135/9781483349619.n10 

 

Greenspan, R. E. (2021). TikTok is breeding a new batch of child stars. Psychologists say what comes next won’t be pretty. 1–22.

 

Hayuputri, F. M. (2019). Akun Palsu di Media Sosial dalam Kaitannya dengan Deindividuasi. Buletin KPINVol.5 No. https://buletin.k-pin.org/index.php/daftar-artikel/477-akun-palsu-di-media-sosial-dalam-kaitannya-dengan-deindividuasi 

 

Moningka, C., Selviana, M. (2020). Pengembangan Skala Deception Behavior in Social Media the Development of Deception Behavior in Social Media. https://doi.org/10.24854/jpu143 

 

Moningka, C., & Ratih Eminiar, P. (2020). The Effect of Self-Comparison in Social Media on Self EsteemDecember. https://doi.org/10.2991/assehr.k.201125.032 

 

Phillips, M. C., Meek, S. W., & Vendemia, J. M. C. (2011). Understanding the underlying structure of deceptive behaviors. Personality and Individual Differences50(6), 783–789. https://doi.org/10.1016/j.paid.2010.12.031 

 

Putri, N. F. (2020). Media Sosial dan Citra Diri Palsu. Tugas Akhir.  Fakultas Komunikasi dan Diplomasi, Universitas Pertamina.

 

Utz, S. (2005). Types of deception and underlying motivation: What people think. Social Science Computer Review23(1), 49–56. https://doi.org/10.1177/0894439304271534

 

Vrij, A., Semin, G. R., & Bull, R. (1996). Insight into behavior displayed during deception. Human Communication Research22(4), 544–562. https://doi.org/10.1111/j.1468-2958.1996.tb00378.x

 

Forrester, J. (2019). Industry Responds to TikTok Users Being “Exploited” by Influencers. Retrieved from talkinginfluence.com: https://talkinginfluence.com/2019/07/04/tiktok-users-exploited-influencers/ 

 

Haryanto, A. T. (2020, Februari 20). Riset: Ada 175,2 Juta Pengguna Internet di Indonesia. Retrieved from inet.detik.com: https://inet.detik.com/cyberlife/d-4907674/riset-ada-1752-juta-pengguna-internet-di-indonesia 

 

Pertiwi, W. K. (2020, 11 September). Indonesia Sumbang Angka Unduhan TikTok Terbanyak di Dunia. Retrieved from kompas.com: https://tekno.kompas.com/read/2020/09/11/15010037/indonesia-sumbang-angka-unduhan-tiktok-terbanyak-di-dunia 

 

Tenbarge, K. (2020, Maret 14). An influencer accused of deceiving fans and faking a different identity says his new name was the real one all along, despite court records telling a different story. Retrieved from Insider: https://www.insider.com/paul-zimmer-troy-becker-tiktok-2020-3