ISSN 2477-1686

 Vol. 7 No. 5 Maret 2021

 

Apakah Kita Termasuk Pecandu Internet di Masa Pandemi Covid-19 ini?

 

Oleh

Hifizah Nur

 Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana

 

Di awal-awal merebaknya pandemi Covid-19, pemerintah di seluruh dunia telah menutup semua institusi pendidikan, industri hiburan, olah raga dan pariwisata. Untuk mengendalikan penyebaran penyakit dengan mempertimbangkan keselamatan siswa, pendidik, dan semua pihak terkait, kegiatan belajar-mengajar dan bekerja diarahkan untuk dilakukan secara online.

 

Indonesia termasuk salah satu negara yang membuat kebijakan untuk melakukan pembelajaran dan bekerja secara online. Hal ini berdasarkan surat edaran dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam rangka pencegahan Penyebaran Corona Virus Desease (COVID-19) (Kemendikbud, 2020). Pembelajaran daring adalah sistem pembelajaran dalam jaringan, menggunakan metode pembelajaran jarak jauh atau yang lebih umum disebut sebagai PJJ. Dalam penelitian Firman dan Rahman (2020) disebutkan bahwa pembelajaran online pada pelaksanaannya membutuhkan dukungan perangkat-perangkat mobile seperti telepon pintar, tablet dan laptop yang dapat digunakan untuk mengakses informasi (internet) dimana saja dan kapan saja. 

 

Selain PJJ, efek dari lain dari penyebaran virus covid-19 adalah banyak kantor baik pemerintah maupun swasta yang kemudian menerapkan skema bekerja dari rumah (Working from Home/WFH). Istilah Working from Home ini adalah istilah lain dari kata telecommuting atau telework yang dikenal di tahun 80-an, yang berarti, pekerja diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas-tugas kantornya di rumah, tidak diharuskan untuk datang ke kantor (Potter dalam Mungkasa, 2020). Di Indonesia konsep WFH ini,  sebelum pandemi sempat menjadi pertimbangan pemerintah dalam rangka mengatasi tingkat kemacetan di kota-kota besar, bahkan di awal tahun 2020, Kementrian Pembangunan Nasional/BAPENAS telah merencanakan uji coba bekerja jarak jauh ini dengan nama Flexi Work. Ketika wabah Covid-19 melanda, ini menjadi momentum yang tepat untuk melaksanakan uji coba tersebut. Sebagai efek dari diterapkannya PSBB di kota-kota besar di Indonesia, konsep WFH ini wajib diberlakukan oleh institusi pendidikan dan di banyak perusahaan. Bekerja jauh dari kantor juga membutuhkan perangkat pendukung mulai dari komputer jinjing atau komputer meja, telepon genggam, printer, dan perangkat gadget lainnya (Mungkasa, 2020). 

 

Efek dari PJJ dan WFH serta tutupnya berbagai industri hiburan dan pariwisata ini, terjadilah lonjakan pemakaian internet yang cukup besar di masa pandemi ini. Dari beberapa media nasional dilaporkan kenaikan penggunaan internet akibat kebijakan PSBB dan himbauan pemerintah untuk tetap tinggal di rumah. Menurut data Alvara Research Center (2020), di antara pemakai internet semasa pandemi, yang paling banyak adalah heavy user yang menggunakan internet sebanyak 4-6 jam sebanyak 29%, dan diikuti dengan orang yang sudah menunjukkan gejala adiksi yang menggunakan internet sebanyak 7-10 jam perhari sebanyak 20,8%. Pemakaian 11-13 jam sehari, 12,1% dan di atas 13 jam sebanyak 15,1%.

 

Tingginya penggunaan internet selama masa pandemi ini menjadi fenomena yang perlu diperhatikan dengan serius, karena tingkat pemakaian internet yang tinggi merupakan salah satu indikasi adanya adiksi internet. Seperti yang dikatakan oleh Young (1996) yang mencirikan kecanduan internet sebagai tetap online untuk hal-hal yang bersifat kesenangan dengan rata-rata 38 jam atau lebih per minggu, sebagian besar di ruang obrolan, dan ia juga menyimpulkan bahwa kecanduan internet dapat menghancurkan keluarga, hubungan, dan karier (Koc, 2011). 

 

Mengingat lamanya pemakaian internet karena harus belajar atau bekerja dari rumah, menjadi pertanyaan dalam benak banyak orang, apakah kita sudah termasuk pecandu internet?

 

Kecanduan internet didefinisikan sebagai ketidakmampuan individu untuk mengontrol penggunaan internetnya, yang pada akhirnya menyebabkan kesulitan psikologis, sosial, sekolah atau pekerjaan dalam kehidupan seseorang (Young & Rodgers, 1998). Sedangkan menurut Young & Rodgers (1998) penggunaan internet yang membuat ketagihan didefinisikan sebagai "gangguan kontrol impuls yang tidak melibatkan minuman keras" dan mirip dengan perjudian patologis. Young lebih lanjut mengkategorikan jenis kecanduan internet sebagai berikut: (1) kecanduan cyber seksual, misalnya membuka chat room dewasa atau cyber pornografi; (2) kecanduan hubungan di dunia maya dalam pertemanan atau perselingkuhan online yang menggantikan situasi kehidupan nyata; (3) tekanan keinginan untuk melakukan perjudian online, lelang, atau perdagangan secara obsesif; (4) informasi yang berlebihan dan kompulsif dengan menggunakan internet (Koc, 2011). 

 

Gangguan patologis yang diagnosisnya masuk dalam DSM-5 ini memiliki empat gejala, yaitu: (1) Penggunaan yang berlebihan, yang sering dikaitkan dengan hilangnya perasaan tentang waktu atau mengabaikan dorongan-dorongan dasar seperti makan, minum, tidur dll; (2) withdrawal, termasuk perasaan marah, ketegangan, dan/atau depresi ketika komputer (atau smartphone) tidak dapat diakses; (3) toleransi, termasuk kebutuhan akan perangkat komputer atau smartphone yang lebih bagus, lebih banyak softwareatau jam pemakaian yang lebih lama; dan (4) perilaku negatif, termasuk berargumen, berbohong, prestasi buruk, isolasi sosial dan kelelahan (Young & De Abreu, 2017). 

 

Jadi, apakah kita termasuk pecandu internet atau tidak, silahkan mendiagnosa diri sendiri berdasarkan ciri-ciri gangguan patologis di atas.

 

Referensi:

 

Alvara Research Center (2020). Survei Alvara: 15,8% Masyarakat Berinternet Lebih dari 13 Jam selama Pandemi. Katadata.co.id. Agustus 2020. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/10/05/survei-alvara-158-masyarakat-berinternet-lebih-dari-13-jam-selama-pandemi#

 

Artikel ROL. (2020). Selama Covid-19, Penggunaan Internet di Rumah Meningkat         Pesat. Republika     Online Rabu 15 Jul 2020 21:44 WIB. https://republika.co.id/berita/qdim8u6217000/selama-covid19-penggunaan-internet-di-rumah-           meningkat-pesat 

 

Djalante, R., Lassa, J, Setiamarga, D.,  Sudjatma, A., Indrawan, M., Haryanto B., Mahfud C, Sinapoy, M. S., Djalantel, S., Rafliana, I., Gunawan, L. A. , Surtiari, G. A. K., & Warsilah, H. (2020). Review and analysis of current responses to COVID-19 in Indonesia: Period of January to March 2020. Progress in Disaster Science, 6. Doi: 10.1016/j.pdisas.2020.100091

 

Firman & Rahman, S. R. (2020). Pembelajaran Online di Tengah Covid-19. Indonesian Journal of Educational Science (IJES), 2(2). 

 

Haleem A.,  Javaid M., & Vaishya R. (2020). Effects of COVID 19 pandemic in daily life. Elsevier Public Health Emergency, 10(2), 78-79. Doi: 10.1016/j.cmrp.2020.03.011                         

Koc, M. (2011). Internet Addiction and PsychopathologyTurkish Online Journal of Educational Technology, 10(1), 143-148. 

 

Mungkasa, O. (2020). Bekerja dari Rumah (Working From Home/WFH): Menuju Tatanan Baru Era Pandemi COVID 19. The Indonesian Journal of Development Planning, 4(2).

 

Rochim, A. (13 Juli 2020). Penggunaan Internet Melonjak di Masa Pandemi Covid-19, Paling Banyak Digunakan untuk Kirim Pesan. www.inews.id. Ditemukan kembali di: https://www.inews.id/techno/internet/penggunaan-internet-melonjak-di-masa-            pandemi-covid-19-paling-banyak-digunakan-untuk-kirim-pesan .

 

SE Mendikbud (2020). Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah untuk     Mencegah Penyebaran Covid-19.  17 Maret 2020. https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/03/se-mendikbud-pembelajaran-secara-daring-dan-bekerja-dari-rumah-untuk-mencegah-penyebaran-covid19

 

Young, K. S & De Abreu, C. N. (2017). Kecanduan Internet: Panduan Konseling dan     Petunjuk Evaluasi dan Penanganan. Pustaka Pelajar.

 

Young, K. S & Rodgers, R. C. (1998). The relationship between depression and internet addiction. Cyberpsychology & Behavior, 1(1). Doi: 10.1089/cpb.1998.1.25