ISSN 2477-1686
Vol. 6 No. 24 Desember 2020
Penghapusan Ujian Nasional: Tepat?
Oleh
Nisa Amalia dan Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo
Mahasiswa dan Dosen Program Studi Psikologi
Fakultas Humaniora dan Bisnis Universitas Pembangunan Jaya
Setiap tahunnya, siswa-siswi tingkat akhir SD, SMP, dan SMP di Indonesia mempersiapkan diri untuk menghadapi Ujian Nasional, yaitu tes standarisasi dari negara. Tes standarisasi atau standardized test adalah tes yang memiliki prosedur administrasi dan penilaian yang seragam, di mana performa pelajar dibandingkan dengan pelajar lain pada usia atau tingkat kelas yang sama dalam taraf nasional (Santrock, 2018:499).
Ujian Nasional (UN) merupakan tes pencapaian yang bertujuan untuk mengukur pencapaian kompetensi kelulusan pelajar sekolah dasar dan menengah dari proses pembelajaran yang sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta untuk melakukan pemetaan tingkat pencapaian hasil belajar (“Ujian Nasional (UN)”, 2019). Akan tetapi, pandemi COVID-19 memunculkan sebuah tantangan terhadap sistem pendidikan Indonesia, sehingga UN 2020 resmi dihapus.
Penghapusan UN merupakan sebuah kontroversi, namun Ujian Nasional-nya sendiri sudah memiliki banyak kritik. Setelah penghapusan kebijakan di mana UN dijadikan sebagai ketentuan kelulusan pelajar di sekolah, tingkat kecemasan yang dialami pelajar, guru, dan kepala sekolah berkurang, namun motivasi guru dan murid saat pembelajaran menurun, sehingga hasil UN tidak terlalu merefleksikan kemampuan sebenarnya para pelajar karena ada kemungkinan bahwa keseriusan mereka saat mengerjakan UN berkurang (Rosidin, Herpratiwi, Suana, & Firdaus, 2019).
Beberapa studi juga menunjukkan bahwa UN membuat proses pengajaran guru-guru menjadi “measurement-driven-teaching”, di mana guru terlalu fokus mengajarkan aitem-aitem yang akan diuji pada tesnya (Dzulfikar, 2020). Tidak hanya itu, kecurangan merupakan sesuatu masalah yang terus-menerus terjadi di Ujian Nasional Indonesia, di mana para pelajar saling menyontek, serta guru dan kepala sekolah yang memberikan jawaban ujiannya kepada murid-muridnya (Berkhout, Pradhan, Rahmawati, Suryadarma, & Swarnata, 2020).
Kemudian, UN terbukti gagal dalam pemetaan dan evaluasi kualitas kemampuan pelajar karena menyeragamkan sistem penilaian pelajar di perkotaan yang fasilitasnya lengkap dengan sekolah-sekolah yang fasilitasnya tidak memadai (“Virus corona: UN 2020 resmi dibatalkan”, 2020). Selain kritik-kritik terhadap Ujian Nasional, high-stakes state standard-based tests pada umumnya juga memiliki beberapa kritik.
State standard-based tests terlalu mementingkan penghafalan daripada skill problem-solving dan critical-thinking, di mana tes tersebut tidak fokus kepada kemampuan kognitif yang kompleks, sehingga hanya mencakup topik-topik yang dangkal (Santrock, 2018:507). Selain itu, tes ini mendiskriminasi para pelajar minoritas etnis dan yang status sosio-ekonominya rendah, dan hal ini terjadi saat ada persentase yang tidak proporsional terhadap para pelajar yang tidak mencapai ketentuan negara, di mana pelajar-pelajar tersebut cenderung mendapatkan pengajaran yang kurang berkualitas (Santrock, 2018:507).
Namun, karena UN dijadikan sebagai indikator nasional untuk mengevaluasi pencapaian para pelajar, indikator apa yang akan digunakan pemerintah untuk nantinya? Setelah rapat peniadaan UN, pemerintah mengumumkan penggantinya yang akan dimulai tahun 2021, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter, yang dikatakan penilaiannya lebih komprehensif untuk mengukur kemampuan minimal yang dibutuhkan pelajar (Kasih, 2020).
Asesmen ini menekankan pada penguasaan aspek literasi serta numerasi, dan Mendikbud menekankan pentingnya merujuk pada standar internasional untuk peningkatan SDM, semisal PISA (Program for International Student Assessment) dan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) (Saleh, 2020). Soal-soal dari AKM Numerasi terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu level pemahaman konsep, level aplikasi konsep, dan level penalaran konsep, sementara AKM Literasi terbagi atas level penalaran konsep, level mencari informasi dalam teks, dan level literasi membaca (Kasih, 2020).
Saat mempertimbangkan kritik-kritik sebelumnya terhadap UN, apakah AKM merupakan tes yang lebih sesuai untuk mengases pencapaian para pelajar Indonesia? AKM merupakan asesmen yang lebih fokus kepada pencapaian literasi dan numerasi yang relevan terhadap kehidupan sehari-hari para pelajar. Karena asesmennya yang bersifat minimal terhadap kemampuan mereka, keputusan untuk menggantikan UN dengan AKM dapat memberikan kesempatan yang lebih adil bagi pelajar Indonesia, di mana pelajar-pelajar sekolah yang kualitas fasilitas pendidikannya kurang memadai dapat menunjukkan kemampuan mereka dengan maksimal.
AKM juga dapat mengurangi kemungkinan penyempitan kurikulum di sekolah, tidak seperti UN di mana sekolah-sekolah sangat menitikberatkan mata pelajaran yang akan diuji sehingga para guru pun kurang memiliki waktu untuk mengajarkan konten dan skill yang penting kepada para pelajarnya. Tingkat kecemasan yang dialami oleh para pelajar, guru, dan kepala sekolah kemungkinan dapat menurun, karena tekanan untuk mendapat nilai yang tinggi tidak seberat tekanan persiapan UN.
Tingkat kecurangan yang tinggi pun juga merupakan pengaruh dari tekanan tersebut. Sebuah penelitian menunjukkan setengah dari respondennya (50.5%) menyatakan bahwa mereka masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan skor yang tinggi, apalagi untuk matematika, (Rosidin, Herpratiwi, Suana, & Firdaus, 2019). Namun, belum ada pengujian AKM, sehingga kita masih belum dapat mengetahui hasil skornya dan apa yang dapat diinterpretasikan dari hasilnya tersebut.
Di sisi lain, terlepas dari bentuk asesmen tersebut nanti, semua pihak perlu menyadari bahwa situasi tes apapun – baik nantinya dilaksanakan dalam maupun luar jaringan – kerap membawa kecemasan. Soerjoatmodjo (2018) menekankan pada pentingnya komunikasi orang tua dan guru kepada siswa, seperti kegagalan adalah bagian yang lazim dalam belajar, menghargai usaha, memberikan umpan baik tentang tujuan dan kesuksesan akademik yang realistis. Siswa yang melakukan relaksasi dan memiliki keterampilan belajar yang efektif, didukung dengan orang tua memberikan instruksi menenangkan dan guru yang memberikan instruksi berorientasi tugaslah yang paling siap mengatasi kecemasan menghadapi tes.
Referensi
Berkhout, E., Pradhan, Rahmawati, M., Suryadarma, D., & Swarnata, A.(2020). From cheating to learning: An evaluation of fraud prevention on
national exams in Indonesia. RISE Working Papers. https://doi.org/10.35489/BSG- RISEWP_2020/046
Dzulfikar, L. T. (2020, 27 Januari). Commentary: Indonesia seeks to abolish national exams but could end up creating a new rat race. Channel News Asia.
https://www.channelnewsasia.com/news/commentary/indonesia-education-national-exam-pisa-nadiem-makarim-test-teach-12296096
Kasih, A. P. (2020, 25 Maret). UN 2020 ditiadakan, kenali soal-soal asesmen pengganti UN ini. Kompas.
https://www.kompas.com/edu/read/2020/03/25/134117771/un-2020-ditiadakan-kenali-soal-soal-asesmen-pengganti-un-ini?page=all
Mansyur, A. R. (2020). Dampak covid-19 terhadap dinamika pembelajaran di Indonesia. Education and Learning Journal, 1(2), 113-123.
http://dx.doi.org/10.33096/eljour.v1i2.55
Rosidin, U., Herpratiwi, Suana, W., & Firdaos, R. (2019). Evaluation of national examination (UN) and national-based school examination (USBN) in
Indonesia. European Journal of Educational Research, 8(3), 827-837. 10.12973/eu-jer.8.3.827
Saleh, M. (2020). Merdeka belajar di tengah pandemi covid-19. Prosiding Seminar Nasional Hardiknas, 1. http://proceedings.ideaspublishing.co.id/index.php/hardiknas/article/view/8
Santrock, J. W. (2018). Educational psychology (6th ed). New York: McGraw-Hill Education.
Soerjoatmodjo, G.W.L. (2018). Mengatasi kecemasan terhadap tes. Buletin Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara Vol. 4 No. 3 Februari 2018.
Diakses dari https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/236-mengatasi-kecemasan-terhadap-tes
Ujian nasional (UN). (2020, 10 Desember). Pusat Asesmen dan Pembelajaran. https://pusmenjar.kemdikbud.go.id/ujian-nasional-un/
Virus corona: UN 2020 resmi dibatalkan, 'harus ada nilai setara yang berlaku universal' untuk menyeleksi murid baru. (2020, 24 Maret). BBC News Indonesia.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52014139