ISSN 2477-1686
Vol. 6 No. 20 Oktober 2020
Memelihara Kewarasan dengan Gratitude Journaling
Oleh
Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo
Program Studi Psikologi Fakultas Humaniora dan Bisnis
Universitas Pembangunan Jaya
Menghadapi pandemi berkepanjangan, boleh jadi kesejahteraan psikologis juga fisik kita ikut tergerus. Ketidakpastian yang tak menentu, kecemasan yang tak berkesudahan, kelelahan mental karena terus bersikap waspada, kelelahan fisik karena merasa terjebak terisolasi di rumah – semua itu kita alami di masa pandemi.
Lalu bagaimana kita bisa menjaga kewarasan? Terdapat cara sederhana dan hemat biaya untuk meningkatkan hal ini yaitu melalui gratitude journaling atau menuliskan catatan harian yang berisi hal-hal atau orang-orang yang kita syukuri.
Kata gratitude sendiri berasal dari Bahasa Latin gratia yang berarti bantuan dan gratus yang bermakna menyenangkan, yang kemudian diterjemahkan dalam kamus Oxford dalam Bahasa Inggris sebagai kualitas atau kondisi merasa berterima kasih; bentuk apresiasi dari kecenderungan untuk mengembalikan kebaikan (the quality or condition of being thankful; the appreciation of an inclination to return kindness). (Emmons, 2007). Lebih jauh lagi, si penulis menjelaskan bahwa bersyukur membutuhkan kesediaan untuk mengakui bahwa kita telah menerima manfaat dari kebaikan orang lain dan bahwa ada orang lain yang sengaja memberikan keuntungannya bahkan ongkos pribadi demi kita serta apa yang diberikan bermakna bagi kita. Hal ini yang membuat bersyukur bisa berresonansi secara mendalam pada diri kita.
Gratitude journaling ini termasuk di dalam apa yang dikenal sebagai intervensi bersyukur (gratitude interventions), yang mencakup menulis catatan harian sampai menuliskan surat ucapan terima kasih. Menyusun catatan harian seperti ini membuat individu secara berkala mengidentifikasi aspek-aspek spesifik dalam pengalaman hidup saat ini dimana mereka merasa bersyukur (Flinchbaugh, et. al., 2012). Ackerman (2020) menjelaskan bahwa dengan menulis catatan harian, kita bisa punya perspektif baru tentang apa yang penting dan berarti dalam hidup kita, menjernihkan pandangan tentang apa yang ingin kita lakukan dalam hidup dan fokus pada apa yang benar-benar bermakna bagi kita.
Jensen (2015) mengutip pemikiran Arianna Huffington dalam buku berjudul Thrive yang mengibaratkan gratitude journaling seperti sel darah putih bagi jiwa yang melindungi dari bakteri maupun virus bernama pikiran yang sinis, rasa marah dan keinginan untuk menyerah. Begitu pentingnya bersyukur sampai filsuf Romawi Cicero berucap bahwa bersyukur bukan hanya nilai yang teragung akan tetapi menjadi ibu dari semua nilai lainnya (Emmons, 2007).
Cara menyusun gratitude journal ini tak terlalu sulit dan setiap orang bisa punya cara yang berbeda. Pada intinya kita menuliskan hal-hal yang kita syukuri, apapun bentuknya, bagaimana pun caranya, seberapa pun seringnya. Ungkapan besyukur dalam Bahasa Perancis adalah je sui reconnissant, yang mencakup tiga konsep, I recognize (saya menyadari secara intelektual), I acknowledge (saya memberikan pengakuan secara psikologis) dan I appreciate (saya mengapresiasi secara emosi). Maka intisari terpenting gratitude journal adalah menyatukan ketiga hal tersebut (Emmons, 2007).
Locklear, Taylor dan Ambrose (2020) menunjukkan bahwa perilaku positif di sebuah organisasi dapat ditingkatkan hanya dalam waktu 10 hari, dimana 351 karyawan diminta meluangkan sekian menit setiap hari untuk menulis di catatan harian mereka tentang hal-hal maupun orang-orang yang mereka syukuri keberadaannya. Flichbaugh et. al. (2012) juga Işik dan Ergűner-Tekinalp (2017) juga mendokumentasikan hal yang sama pada kelompok subyek mahasiswa melalui penelitian eksperimental mereka. Mahasiswa yang berpartisipasi memiliki penyesuaian diri yang lebih baik terhadap kehidupan berkuliah, kepuasan hidup dan emosi yang positif. O’Connell, O’Shea dan Gallagher (2017) juga (2018) menyimpulkan bahwa secara aktif mengapresiasi hal-hal dalam keseharian juga pada mengucapkan syukur akan keberadaan orang-orang di sekitar kita dalam waktu 1 bulan berdampak efektif untuk meningkatkan kualitas hubungan sosial seseorang dan menghasilkan perbaikan yang berlanjut dalam kesejahteraan subyektif. Bercermin dari berbagai hasil penelitian, maka Emmons (2007) dengan yakin berargumen bahwa jika kita ingin secara dramatis meningkatkan kualitas hidup, maka kita perlu menyusun gratitude journal.
Benarkah demikian? Tak ada salahnya untuk mencoba. Di tengah menghadapi pandemi berkepanjangan, mari kita cobacara mudah murah meriah ini untuk tetap menjaga kewarasan.
Referensi:
Ackerman, C.E. (2020). Gratitude journal. Diakses dari https://positivepsychology.com/gratitude-journal/
Emmons, R.A. (2007). Thanks!: How the new science of gratitude can make you happier. Boston: Houghton Mifflin Company.
Flinchbaugh, C.L., et. al. (2012). Student well-being interventions: The effect of stress management techniques and gratitude journaling in the management education classroom. Journal of Management Education 36 (2), 191-210. DOI: 10.1177/1052562911430062.
Işik, S. & Ergűner-Tekinalp, B. (2017). The effects of gratitude journaling on Turkish first year college students’ college adjustment, life satisfaction and positive affect. International journal for the advancement of counselling 39 164-175.
Jensen, L. (2010). The benefit of gratitude journal and how to maintain one. Diakses dari https://www.huffpost.com/entry/gratitude-journal_b_7745854.
Locklear, L.R.; Taylor, S.G. & Ambrose, M.L. (2020). How a gratitude intervention influences workplace mistreatment: A multiple mediation model. Journal of Applied Psychology. DOI: 10.1037/apl0000825.
O’Connel, B.H.; O’Shea, D. & Gallagher, S. (2017). Feeling thanks and saying tahnks: A randomized controlled trial examining if and how socially oriented gratitude journals work. Journal of Clinical Psychology, 73 (10), https://doi.org/10.1002/jclp.22469.
O’Connel, B.H.; O’Shea, D. & Gallagher, S. (2018). Examining psychosocial pathways underlying gratitude interventions: A randomized controlled trial. Journal of Happiness Studies, 19, 2421-2444.