ISSN 2477-1686
Vol. 6 No. 20 Oktober 2020
“Baca, Yuk!”: Sebuah Cara Membangun Relasi dan Generasi
Oleh
Joanna Eirene Lilyvalleys dan Krishervina Rani Lidiawati
Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan
“Budayakan membaca!” tidaklah kalimat yang asing lagi bagi kita, namun pada kenyataanya belum tentu sudah dilakukan dan bahkan sering menuai respon “Tidak suka baca, bosan! Lebih baik nonton film saja, tidak perlu mikir, lebih cepat, dan lebih mudah”. Hal ini didukung oleh pendapat dari Suragangga (2017), ia menyatakan bahwa dewasa ini generasi muda lebih memilih untuk menonton film pada layar lebar saja karena mereka dapat langsung mengerti inti cerita hanya dalam 1,5-2 jam tayang saja. Penelitian yang dilakukan pada 61 negara oleh Central Connecticut State University pada tahun 2016, Indonesia menduduki peringkat 60 secara keseluruhan, dinilai dari dimensi perpustakaan, koran, education input and output, serta ketersediaan komputer. Penelitian tersebut dilakukan bukan mengenai kemampuan membaca dari negara tersebut, namun kebiasaan literasi (membaca ataupun menulis).
Tentu hal ini sangat memprihatinkan sebab kebiasaan memiliki dampak besar, seperti membentuk sumber daya manusia yang cerdas, kreatif, dan inovatif (Suragangga, 2017). Sumber daya yang terdidik dan berkualitas akan membawa bangsanya untuk maju, maka sketor yang sangat berpengaruh dalam pembentukkan sumber daya ini adalah sektor pendidikan (Akbar, 2017). Akbar (2017) menyatakan bahwa melalui pendidikan, kita dapat memperbaiki penerus bangsa, namun diperlukan usaha yang dilakukan secara sadar oleh seluruh pihak yang terkait, seperti pemerintah dan sekolah.
Dr. Roger Farr (1984, dalam Suragangga, 2017) menyatakan “reading of the heart of education.” Maka dalam memulai pendidikan yang baik dibutuhkan kebiasaan membaca. Bukanlah suatu hal yang mudah dan membutuhkan waktu yang lama untuk merubahnya, menurut penelitian IKAPI (2016, dalam Endaryanta, 2017) Jepang sendiri membutuhkan 30 tahun untuk akhirnya mampu membudayakan membaca pada masyarakatnya.
Guna memulai perubahan ini sejak tahun 2015, pemerintah Indonesia telah mencanangkan Gerakan Literasi Nasional yang di dalamnya meliputi Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan Literasi Sekolah ini dapat diterapkan melalui berbagai hal yaitu mengadakan perpustakaan di sekolah, meningkatkan ketersediaan buku dalam perpustakaan sekolah, mengadakan pojok baca di kelas, hingga menyisihkan waktu 15 menit bagi siswa-siswi untuk membaca pada jam sekolah. Butuh konsisten dan ketekunan untuk bisa menyelesaikan buku bacaan. Dimulai dengan bacaan yang sederhana hingga kompleks. Kemampuan literasi ini dibutuhkan hingga ke jenjang perguruan tinggi, terutama dalam penulisan tugas akhir ataupun tulisan ilmiah.
Lalu, apakah hanya pemerintah dan sekolah saja yang berperan? Tentu tidak, pembentukan kebiasaan dan pendidikan pertama kali di mulai dari rumah. Anak yang cerdas bukan hanya hasil dari pendidikan di sekolah, namun juga cerminan dari didikan orang tuanya. Maka, dalam upaya mendukung Gerakan Literasi Nasional yang telah digalakkan sejak 2015/2016 ini perlu juga diterapkan di rumah. Bagaimana caranya? Salah satunya adalah metode story reading, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Sukartiningsih pada tahun 2019, metode membacakan buku cerita di kelas dapat meningkatkan minat baca pada siswa.
Metode story reading mampu membantu anak-anak untuk mengerti jalan dan isi dari cerita yang disampaikan, khususnya bagi anak usia dini (0-8 tahun) karena kemampuan membaca mereka yang masih terbatas, sehingga dengan dibacakan mereka dapat belajar melalui cerita yang ada (Wahyuni & Sukartiningsih, 2019). Meluangkan waktu untuk membacakan cerita bagi anak juga dapat membangun kedekatan secara emosional antara orang tua dengan anak. Selain itu, storytelling dapat membuat meningkatkan kemampuan literasi pada anak dan menumbuhkan minat membaca pada anak sejak diri melalui cerita-cerita menarik sesuai usia.
Sesuai dengan tahapan belajar membaca oleh Santrock (2010), bahwa bayi hingga anak SD kelas 1 berada dalam tahapan 0, dimana anak masih belajar mengenai aturan-aturan membaca (membaca dari kiri ke kanan), belajar mengenali huruf dan kata, belajar menulis nama mereka. Pada tahapan berikutnya, anak kelas 1-2 SD sudah mulai dapat membaca dengan lantang (Santrock, 2010). Maka dari itu, metode story reading dapat diterapkan di rumah dengan cara mengajak anak untuk menyisihkan waktu membaca, biarkan anak memilih buku yang anak sukai, lalu ajaklah anak membaca bersama. Orang tua dapat membacakan isi dari buku sembari menunjukkan buku tersebut pada anak agar anak pun belajar untuk mengenali huruf, kata, pelafalan, serta bunyi dari masing-masing kata. Orang tua juga dapat menjelaskan makna atau nilai yang anak dapat pelajari dari cerita yang dibacakan, agar anak juga dapat belajar nilai-nilai moral maupun budaya dari buku bacaan tersebut (Wahyuni & Sukartiningsih, 2019)
Sebagai sebuah kesimpulan, meningkatkan minat baca bukanlah suatu hal yang mudah dan membutuhkan waktu serta usaha lebih, namun bukan mustahil untuk dilakukan. “Pelan-pelan tapi pasti.” Sebuah ungkapan yang perlu kita ingat dalam usaha memajukan bangsa Indonesia. Kemajuan itu tidak akan terjadi tanpa sumber daya manusia yang berkualitas (terdidik, cerdas, kreatif dan inovatif), dan setiap kita baik sebagai orang tua, pendidik, calon orang tua, atau calon pendidik bertanggung jawab untuk kualitas dari generasi muda Indonesia mendatang. Dimulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga, dengan mengajarkan kebiasaan membaca pada anak-anak, salah satunya melalui story reading. Membacakan cerita yang memiliki makna dapat membentuk ikatan emosional dan juga sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai moral. Mari budayakan membaca sedari dini untuk membangun relasi dan generasi penerus bangsa yang terdidik serta memiliki literasi yang baik.
Referensi:
Akbar, A. (2017). Membudayakan literasi dengan program 6M di sekolah dasar. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar 3(1).
Endaryanta, E. (2017). Implementasi program gerakan literasi sekolah di SD Kristen Kalam Kudusm dan SD Muhammadiyah Suronatan. Jurnal Kebijakan Pendidikan, VI(7).
Santrock, J. W. (2010). Educational Psychology (5th Ed.). New York, NY: McGraw-Hill.
Suranggana, I. M. N. (2017). Mendidik lewat literasi untuk pendidikan berkualitas. Jurnal Penjaminan Mutu 3(2).
Wahyuni, S & Sukartiningsih, W. (2019). Pengaruh Teknik story reading dalam gerakan literasi sekolah terhadap minat baca siswa kelas 1 SD. Jurnal Penelitian Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 3(7).