ISSN 2477-1686
Vol. 6 No. 19 Oktober 2020
I Envy You
Sandra Handayani Sutanto
Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan
Di atas langit, masih ada langit. Peribahasan tersebut artinya bahwa ada orang lain yang lebih baik dari kita. Sebagai langit yang ada di bagian atas, maka kita tidak boleh sombong. Bagaimana jika kita coba menempatkan diri sebagai langit yang melihat langit lain yang lebih tinggi. Bagaimana rasanya?
Tidak bisa dipungkiri, dalam kehidupan ini akan selalu ada orang lain yang lebih dari kita, misalnya lebih cantik, lebih kaya, lebih berprestasi atau lebih mudah dalam hidupnya. Lalu apa reaksi kita jika menemukan orang lain yang dalam posisi lebih? Kesal? Marah? Menyalahkan diri sendiri karena tidak seberuntung mereka? Atau ikut senang untuk semua hal lebih yang didapatkan orang lain? Sikap apa yang seharusnya kita miliki?
Social Comparison Theory
Festinger (dalam Ozimek, Bierhoff dan Hanke, 2018) menyatakan bahwa manusia memiliki kebutuhan membandingkan dirinya dengan orang lain yang dianggapnya penting. Hal yang dibandingkan juga biasanya adalah yang erat dengan domain yang dihargai atau dianggap penting, misalnya bagi peneliti, keberhasilan rekan peneliti dengan 5 artikel diterima di jurnal Q1 lebih mendatangkan perbandingan yang signifikan bagi peneliti lainnya yang hanya menembus 2 artikel dibandingkan dengan awam—yang bukan peneliti..
Lalu apa gunanya membandingkan diri? Ketika individu membandingkan diri dengan orang lain, maka hal tersebut akan memotivasi mereka untuk lebih maju. Namun, pada saat bersamaan individu juga rentan memiliki ketidakpuasan dengan diri mereka, merasa bersalah dan mungkin terlibat dalam gangguan perilaku, misalnya gangguan makan. Perasaan membandingkan diri dengan orang lain juga mengakibatkan timbulnya perasaan iri hati.
Iri hati
Perasaan iri hati merupakan perasaan yang tidak menyenangkan, diawali dengan proses perenungan hingga membangkitkan perasaan marah atau disertai dengan kekerasan—pada kasus-kasus tertentu. Thorpe (2016) menjelaskan bahwa perasaan iri hati berasal dari kata Envy, yang didefinisikan sebagai keinginan untuk memiliki hal tertentu yang dimiliki oleh individu lain yang tidak kita punyai, disertai perasaan sakit karena tidak memiliki hal tersebut. Thorpe juga menambahkan bahwa perasaan iri biasanya timbul karena status atau kepemilikan yang tidak kita miliki. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa manusia cenderung memiliki rasa iri pada jenis kelamin yang sama dan perasaan iri juga mengalami perubahan, pada masa dewasa muda lebih disebabkan karena kesuksesan romantis, sedangkan bagi yang lebih tua, perasaan iri ditujukan untuk uang dan penghargaan.
Jenis iri hati pun terbagi dua, yaitu malicious envy dan benign envy (Smith, 2007). Malicious envy merupakan iri yang ditujukan pada individu yang mencapai hal tertentu, biasanya ditandai dengan adanya kemarahan hingga mengharapkan orang tersebut kehilangan hal yang dimiliki. Benign envy merupakan iri hati yang lebih umum, perasaan iri ditujukan hal tertentu yang menjadi objek dari iri hati. Sebagai contoh, jika seseorang benci kepada rekannya yang mendapatkan promosi jabatan, maka yang terjadi adalah malicious envy, sedangkan jika individu tersebut iri dan sangat menginginkan jabatan tertentu, yang terjadi adalah benign envy.
Mengapa iri hati?
Thorpe (2016) menyebutkan iri hati merupakan bagian dari proses evolusi yang terjadi pada manusia. Perasaan iri hati mengarahkan individu pada perasaan kompetisi dan mengevaluasi diri, Tanpa perasaan mengevaluasi diri dan menginginkan kepemilikan orang lain, maka manusia berhenti berevolusi, tidak akan tergerak untuk memperoleh apa yang dimiliki oleh orang lain, berusaha meraih hal tersebut untuk diri kita dan pada akhirnya menjadi lebih baik. Hal ini mengarahkan pada pertanyaan berikutnya, apakah kita boleh iri?
Boleh atau tidak boleh?
Perasaan iri hati perlu dikontrol dengan lebih baik. Berikut beberapa tips yang bisa digunakan untuk mengatasi rasa iri (Leahy, 2015)
1. Tanyakan pada diri anda, apa yang akan didapatkan dengan perasaan iri tersebut?
2. Jika anda iri akan status seseorang, ingatlah bahwa status tersebut adalah sesuatu yang sifatnya sementara.
3. Bertanyalah pada diri sendiri: Apa makna yang didapat dengan terus membandingkan diri dengan orang lain? Cobalah untuk berhenti melakukan hal tersebut dan berfokus untuk membuat diri lebih baik dari sebelumnya.
4. Identifikasi pikiran negatif yang muncul saat mengetahui kesuksesan orang lain, misalnya saya lebih payah karena tidak mendapatkan posisi tersebut. Pikiran negatif yang muncul adalah payah. Selanjutnya, kontrol perasaan iri hati tersebut untuk mendapatkan keberhasilan yang lebih baik dan bebaskan diri dari perasaan negatif
Blessed is he who has learned to admire but not envy, to follow but not imitate, to praise but not flatter, and to lead but not manipulate.
-William Arthur Ward.
Ozimek, P., Bierhoff, H.-W., & Hanke, S. (2018). Do vulnerable narcissists profit more from Facebook use than grandiose narcissists? An examination of narcissistic Facebook use in the light of self-regulation and social comparison theory. Personality and Individual Differences, 124, 168–177.
Leahy, R.L. (2015, Nov 7). Coping with your envy : Turning envy on its head. Psychology Today. Retrieved from https://www.psychologytoday.com/us/blog/anxiety-files/201511/coping-your-envy-turning-envy-its-head
Smith, R.H., Kim, S.H. (2007). Comprehending envy. Psychological Bulletin, 113, 46-64. DOI : 10.1037/0033-2909.133.1.46.
Thorpe, J.R. (2016, July 22). This is why we actually envy others. Bustle. Retrieved from https://www.bustle.com/articles/174232-why-do-we-envy-others-7-things-to-know-about-the-psychology-of-feeling-green