ISSN 2477-1686
Vol. 6 No. 18 September 2020
Efektivitas Media Sosial sebagai Fasilitator Kemunculan Perilaku Prososial di Era Globalisasi
Oleh
Kanita Desfara A
Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
(Juara 1 Lomba PsychoPaper-Universitas Pelita Harapan)
Rasa Empati dan Perilaku Prososial di Era Globalisasi
Seiring dengan perkembangan zaman, problematika yang berakar dari keterbatasan interaksi serta teknologi telah mencapai titik terang melalui kehadiran globalisasi. Namun, kemudahan yang ditawarkan tidak hadir melainkan beriringan dengan kekhawatiran baru terkait kemunduran sikap sosial masyarakat. Individualisme, selanjutnya, dapat mengurangi pola interaksi yang dikhawatirkan memberi andil dalam berkurangnya rasa empati dan perilaku prososial, yakni tindakan yang bertujuan untuk memberikan manfaat kepada orang lain, seperti membantu, berbagi, dan kerja sama (dalam Cherry, 2018). Meskipun demikian, dalam hal teknologi, peningkatan pola interaksi melalui media sosial dapat menjadi peluang alih-alih hambatan pelestarian perilaku prososial (Greitemeyer, 2011).
Dalam penelitian Van Doorn, dkk (2014) terhadap 2.202 remaja dan dewasa muda dari 7 negara, dilakukan pengukuran terhadap tingkat penggunaan media melalui General Media Habits Questionnaire yang dapat menampilkan durasi serta jenis paparan media pada individu. Selanjutnya, partisipan diminta untuk mengisi skala 7 poin untuk menilai muatan konten prososial dan kekerasan yang terdapat pada acara tersebut dan melakukan pengukuran empati melalui serta tingkat perilaku prososial.
Penggunaan Media Sosial di Era Globalisasi
Berdasarkan penelitian tersebut, terlihat bahwa konten media memberikan dampak pada perubahan perilaku interpersonal seseorang. Globalisasi memungkinan seseorang memberi lebih banyak atensi terhadap media melalui akses terhadap beragam jenis gawai. Perubahan preferensi tersebut dapat digunakan sebagai potensi alih-alih hambatan dalam penyebaran konten media positif melalui jejaring media sosial, seperti dengan menyebarluaskan video maupun tulisan terkait perilaku positif, seperti kisah seseorang yang telah membantu orang lain. Eksposur tersebut dapat berperan sebagai stimulus yang mengaktivasi sikap empati individu.
Potensi media sosial dalam memediasi lahirnya perilaku prososial dapat pula dilakukan melalui penyebaran konten yang dapat memicu kemunculan simpati, moral outrage, dan existential guilt. Dalam penelitian Montada dan Schneider (dalam Van Doorn, Zeelenberg, & Breugelmans, 2014) yang menghadapkan partisipan pada skenario yang menggambarkan kesengsaraan sebuah kelompok berbeda, terlihat konten terkait memicu kemunculan moral outrage sebagai bentuk reaksi kemarahan terhadap ketidakadilan. Selain itu, timbul existential guilt sebagai perasaan bersalah atas ketidakberuntungan orang lain dan perasaan simpati yang selanjutnya berperan sebagai prediktor komitmen prososial, seperti keinginan menyumbangkan uang. Hal serupa terlihat pada penelitian Vitaglione dan Barnett (2003) yang menyoroti kemunculan emphatic anger sebagai hasil dari eksposur terhadap kerugian yang dialami orang lain.
Melalui kedua penelitian tersebut, tampak bahwa usaha peningkatan perilaku prososial dapat dilakukan tidak hanya dengan menyebarluaskan hal-hal yang mengandung positivitas, tetapi juga dengan penampilan konten ketidakadilan maupun kesulitan orang lain yang dapat memengaruhi perasaan internal individu.. Hal ini terjadi karena emotional contagion memungkinkan seseorang merasakan apa yang dirasakan orang lain terlepas dari ada atau tidaknya kesadaran mereka (Praet, 2019).
Peningkatan Perilaku Prososial melalui Media Sosial
Hal menarik lain yang melandasi kemungkinan peningkatan perilaku prososial melalui media sosial adalah dengan memahami mekanisme mimicry yang memainkan peran penting dalam emotional contagion (Stel, Van Baaren, & Vonk, 2008). Mimicry merupakan kecenderungan seseorang yang dilakukan secara tidak sadar untuk meniru perilaku, pola bicara, kata-kata, gerakan, postur, atau ekspresi wajah orang lain.
Penelitian dilakukan terhadap 32 mahasiswa Universitas Leiden. Partisipan diminta untuk menonton sebuah video dan diberi instruksi untuk meniru ekspresi wajah orang yang ditampilkan pada video, sementara setengah lainnya menerima instruksi untuk tidak meniru. Setelah menonton video yang memuat iklan PETA, sebuah organisasi yang mengangkat isu terkait hak-hak hewan di dunia serta penderitaan mereka, peserta memberikan donasi dengan jumlah cukup besar ketika bagian akhir kuesioner diarahkan untuk tawaran donasi sukarela.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa mimicry memiliki andil dalam emotional contagion. Ketika dihadapkan pada sebuah video bermuatan sedih dan perasaan emosional tertentu mulai dirasakan, individu secara otomatis mulai meniru ekspresi wajah orang yang dilihatnya. Selanjutnya, kemunculan emosi yang sama dengan mimickee disebabkan oleh penyampaian informasi ke otak yang dilakukan oleh otot-otot wajah yang terbentuk dari mimicry.
Berdasarkan hal tersebut, proses mimicry menjadi bukti positif yang memperkuat kemungkinan potensi media sosial sebagai fasilitator kemunculan perilaku prososial. Dalam jangka panjang, hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan sentisisasi dalam diri individu yang dapat melahirkan lebih banyak output berupa perilaku prososial.
Globalisasi seringkali menjadi momok menakutkan yang dikhawatirkan dapat menggerus kemunculan perilaku tertentu. Padahal, peningkatan aksesibilitas terhadap pemikiran prososial merupakan hal yang dimudahkan dengan kehadiran globalisasi. Penyebarluasan konten terkait perilaku positif tertentu dapat memberikan social tendencies positif pada yang melihat. Selain itu, penampilan konten ketidakadilan maupun ketidakberuntungan orang lain dapat memediasi lahirnya emphatic anger dan emosi lain yang didorong oleh emotional contagion dan mimicry. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi akibat globalisasi seharusnya menimbulkan perasaan optimis alih-alih keputusasaan dalam upaya peningkatan peirlaku prososial.
Referensi:
Greitemeyer, T. (2011). Effects of prosocial media on social behavior: When and why does media exposure affect helping and aggression? Current Directions in Psychological Science, 20(4), 251–255. https://doi.org/10.1177/0963721411415229
Praet, D. V. (2019). Emotional contagion drives social media. Psychology Today. Diunduh dari https://www.psychologytoday.com/us/blog/unconscious-branding/201909/emotional-contagion-drives-social-media
Prot, S., Gentile, D. A., Anderson, C. A., Suzuki, K., Swing, E., Lim, K. M., … Lam, B. C. P. (2014). Long-term relations among prosocial-media use, empathy, and prosocial behavior. Psychological Science, 25(2), 358–368. https://doi.org/10.1177/0956797613503854
Stel, M., Van Baaren, R. B., & Vonk, R. (2008). Effects of mimicking: Acting prosocially by being emotionally moved. European Journal of Social Psychology, 38(6), 965–976. https://doi.org/10.1002/ejsp.472
Van Doorn, J., Zeelenberg, M., & Breugelmans, S. M. (2014). Anger and prosocial behavior. Emotion Review, 6(3), 261–268. https://doi.org/10.1177/1754073914523794