ISSN 2477-1686
Vol. 6 No. 16 Agustus 2020
Mengembangkan Kreativitas Anak di Masa Pandemi
Oleh
Krishervina Rani Lidiawati
Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan
Masa pandemic COVID 19 masih belum berakhir dan anak-anak hanya tetap di rumah. Banyak keluarga yang telah melarang anak untuk keluar rumah dan menahan mereka untuk bermain keluar bersama teman-temannya. Beberapa orang tua juga kewalahan mendampingi belajar anak dan anak juga hari-hari ini telah Lelah dengan tugas sekolah di rumah. Hal ini juga berdampak pada kebosanan baik orang tua maupun anak sudah mengalami kejenuhan sehingga diperlukan kreativitas untuk menjalani masa adaptasi ini. Apalagi jika sudah mendengar bahwa saat ini tempat-tempat umum sudah mulai di buka namun sekolah tetap masih di tutup dikarenakan obat dan vaksin masih belum ada sementara virus Corona masih mewabah. Indonesia saat ini sedang memasuki masa “Adaptasi Kebiasaan Baru” (AKB).
Apakah anda sudah mengijinkan anak-anak keluar? Padahal sekolah saja masih online dan usia anak-anak anda masih memasuki usia rentan. Lalu apa yang anda bisa lakukan? Salah satunya adalah membantu perkembangan anak tetap maksimal dan memberikan bekal dalam menghadapi situasi ini dengan positif, apa itu? Yang dibutuhkan anak-anak kita bukanlah kemampuan kognitif saja namun butuh banyak soft-skill untuk bertahan hidup. Salah satunya adalah sifat kreatif. Seperti apa kreatif itu? Orang yang seperti apa kreatif itu? atau siapa saja yang bisa disebut orang yang kreatif? Bahkan di situasi yang sulit ini manusia harus beradaptasi dan berinovasi untuk melakukan hal baru.
Apa itu Kreativitas ?
Kreati
vitas merupakan interaksi antara bakat, proses, dan lingkungan di mana seorang individu atau kelompok menghasilkan produk yang dapat dilihat baik baru- original maupun berguna sebagaimana didefinisikan dalam konteks sosial (Kaufman & Sternberg, 2011). Kreativitas juga merupakan kombinasi mental baru yang di ekspresikan di dunia. Kreativitas menurut pendekatan sociocultural menjelaskan bahwa kreativitas dapat dilihat dari ide dan produk yang dihasilkan bermakna, sifatnya luar biasa dan bermanfaat secara konteks sosial. Kreativitas meliputi empat aspek yaitu 4P, Person, Product, Process, Press. Person merupakan karakteristik individu yang kreatif seperti seperti fleksible, tidak suka konformitas, adanya keinginan tampil beda, mandiri, percaya diri, berani mencoba hal-hal baru, high inspiration, senang bermain, dan kadang-kadang memiliki kemampuan imajinasi (Livingston, 2018). Product (produk) adalah karya yang dihasilkan dari ide kreatifnya. Ide-ide kreatif tersebut dapat berupa sesuatu yang dilihat dan juga yang tidak dapat dilihat. Produk-produk kreatif tidak selalu terkait dengan dunia seni, namun dalam bidang ilmu pengetahuan. Ketiga, Process (proses) merupakan proses individu dalam menghasilkan kreativitasnya. Proses mencari solusi dimulai dengan adanya berbagai alternatif pemecahan masalah yaitu Divergent Thinking (DT). Setelah adanya berbagai solusi maka seseorang memutuskan yang terbaik dari alternative itu dan melakukan tindakan. Dalam prosesnya ada kondisi flow artinya seseorang dapat menikmati, mencurahkan waktu dan tenaga dalam proses kreativitasnya. Aspek yang ke empat, Press adalah faktor budaya dan lingkungan yang membuat individu berkreasi, misalnya sekolah, lingkungan rumah atau lingkungan di sekitar. Apakah sejak dini ada mendapatkan lingkungan yang menstimulus anak berkreasi atau justru sebaliknya ?
Kreativitas itu ada tingkatannya dari yang sehari-hari (little -c), kita bisa melakukan kreatifitas tanpa batas. Misalnya melakukan kegiatan berbeda, hal-hal baru sehari-hari. Namun ada juga ya Pro-c, Profesional- creativity seperti musisi yang memang belajar- sekolah musik lalu membuat club, orchestra, ada juga yang memang Big – C, orang kreatif yang termasyur, terkenal dengan karya-karyanya original- Mozart, tokoh-tokoh ilmuan di dunia – Albert Einsten, Sigmund Freud, J.K Rowling dst. Jadi kreativitas dapat dilakukan dalam sehari-hari namun jika ditekuni itu akan memiliki dampak dalam kehidupan pribadi maupun orang lain. Lalu apa yang anda harapkan dari anak anda di masa ini? Hanya melakukan kegiatan yang sama dan monoton? Bukankah setiap orang tua menginginkan perkembangan anak semaksimal mungkin? Demi anak kreatif maka kita perlu belajar bersama untuk memahami bagaimana cara mengembangkan kreativitas pada anak.
Kenali sedari dini anak anda sudah memiliki ekspresi kreatif pada anak misalnya memiliki selera humor yang baik, senang bercerita, mandiri, berani tampil berbeda dan senang mencoba hal-hal baru. Tentu sifat kreatif tidak muncul begitu saja namun dapat di rangsang namun juga dapat di hambat. Pola asuh orang tua dapat menentukan perkembangan kreativitas anak lebih pesat dibandingkan yang lain atau sebaliknya dapat terhambat. Pola asuh tipe otoriter yang menekankan adanya tuntutan yang tinggi namun kurang disertai kasih sayang dapat menghambat kreativitas pada anak. Sementara pola asuh autoritatif, dimana orang tua memberikan tuntutan namun juga memberikan kasih sayang kepada anaknya. Pola asuh ini mendorong anaknya untuk menentukan pilihannya sendiri, memberikan kebebasan dalam berpendapat dan mendukung ekspresi yang dilakukan anak sehingga ia tumbuh sebagai anak yang lebih kreatif (Miller, Lambert, & Neumeister, 2012).
Selain itu penting memberikan waktu bermain kepada anak dan membiarkan anak dapat mengekspresikan perasaannya. Ada anak-anak yang sulit mengekspresikan emosinya, saat sedih senang, dia hanya diam saja tentu menjadi kurang sehat secara psikologis (Gostoli, Cerini, Piolanti, & Rafanelli, 2017). Ada pula kondisi atau kejadian yang membuat di trauma seperti tidak mau memegang sesuatu, mencoba untuk melakukan sendiri, dst. Jika anak mengalami trauma maka biasanya imajinasinya dapat terbatas, dan itu juga bisa membuat daya ingatnya terbatas. Oleh karena itu, orang tua perlu mendorong dan memfasilitasi agar anak dapat mengembangkan kreatifitas di masa pandemi ini meski hanya di rumah saja. Bisa dimulai dari kegiatan sehari-hari seperti mencoba resep baru dalam memasak atau mencoba membuat aneka makanan bersama dengan anak, membuat kreasi barang bekas, berkreasi dengan teknologi dan platform yang ada, atau kegiatan-kegiatan lain yang belum pernah dilakukan guna mendorong anak berpikir kreatif dan menghasilkan sesuatu yang berguna.
Karena sesungguhnya kreativitas dapat dimulai dari diri kita sendiri. Dalam kondisi adaptasi kebiasaan baru ini maka perubahan itu dapat dimulai dari keluarga dan dapat berdampak pada keluarga besar hingga ke ranah masyarakat luas. Mari kembangkan kreativitas dari mulai kegiatan sehari-hari hingga mungkin kegiatan yang dapat kita tekuni secara professional.
“Creativity: it’s what makes us human”
Referensi:
Gostoli, S., Cerini, V., Piolanti, A., & Rafanelli, C. (2017). Creativity, Bipolar Disorder Vulnerability and Psychological Well-Being: A Preliminary Study. Creativity Research Journal, 29(1), 63–70. https://doi.org/10.1080/10400419.2017.1263511
Kaufman, J. C., & Sternberg, R. J. (2011). The Cambridge handbook of creativity. In Choice Reviews Online (Vol. 48). https://doi.org/10.5860/choice.48-5383
Saywer, R.Keith. (2018). Explicating ‘creativity.’ In Creativity and Philosophy. https://doi.org/10.4324/9781351199797
Miller, A. L., Lambert, A. D., & Neumeister, K. L. S. (2012). Parenting style, perfectionism, and creativity in high-ability and high-achieving young adults. Journal for the Education of the Gifted, 35(4), 344–365. https://doi.org/10.1177/0162353212459257