ISSN 2477-1686
Vol. 6 No. 15 Agustus 2020
Romance Scam dan Teori Fraud Triangle
Oleh
Fara Dwi Andjarsari dan Dewi Syukriah
Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia Y.A.I
Situs Kencan Online
Perkembangan teknologi komunikasi yang begitu pesat menciptakan peluang sekaligus ancaman bagi penggunanya. Akses terhadap arus informasi yang luas dan tidak terbatas telah mengubah pola kehidupan masyarakat modern yang semakin bergantung pada perangkat teknologi. Salah satu perubahannya adalah kemudahan untuk terhubung dengan orang-orang dari berbagai belahan negara yang ada di dunia. Hal ini dapat dilakukan hanya dengan sentuhan jari di layar ponsel atau layar monitor. Kondisi demikian memungkinkan seseorang untuk dengan mudah berkenalan dengan orang lain baik dari dalam maupun luar negeri.
Pengguna internet memiliki berbagai macam tujuan, dan salah satunya adalah untuk mencari pasangan. Banyaknya media sosial atau situs kencan online semakin mempermudah tujuan tersebut. Kemudahan untuk terhubung dan komunikasi yang intensif melalui internet dapat menyebabkan individu jatuh cinta dengan lawan bicaranya. Cinta dapat membuat seseorang kehilangan logika yang pada akhirnya menyebabkan orang tersebut tidak dapat berpikir secara jernih atau sehat. Misalnya mempercayai hal-hal yang tidak logis dan mau melakukan atau mengorbankan apapun demi orang yang dicintainya. Orang yang cinta buta tidak menyadari bahwa dirinya sedang terjerat suatu penipuan. Hal inilah yang dijadikan kesempatan oleh banyak penipu, yaitu memanfaatkan kelemahan orang yang sedang jatuh cinta dan menggunakan permainan asmara untuk menjerat korban-korbannya.
Fenomena Romance Scam
Salah satu kasus penipuan yang banyak terjadi di media internet adalah penipuan yang berkaitan dengan percintaan (romance scam). Scam dalam Bahasa Indonesia berarti upaya untuk menipu seseorang atau kelompok dengan mendapatkan kepercayaan diri mereka, dan panggilan untuk pelaku yang melakukan penipuan tersebut disebut juga dengan istilah scammer (Wikipedia). Selain scam, ada beberapa kasus kriminal yang dapat terjadi di dalam lingkup internet seperti yang diungkapkan oleh Hayes (2010) yang mengklasifikasikan empat bagian kejahatan dunia maya terhadap seseorang, yaitu : 1) pencurian identitas; 2) predasi seksual; 3) penipuan dan trik; 4) predasi keuangan
Kasus romance scam dapat diklasifikasikan dalam kombinasi kejahatan predasi seksual, penipuan dan trik serta predasi keuangan. Bagaimanakah kombinasi ini dapat terjadi dan proses apa yang dilakukan oleh para scammer untuk menjerat korbannya? Pertama, scammer mencari calon korban dengan menggunakan situs kencan online, media sosial seperti Facebook dan Instagram. Bahkan tidak jarang pula dengan menggunakan jejaring sosial profesional seperti LinkedIn. Kedua, pelaku akan memasang foto orang lain yang terlihat tampan atau cantik dan mengajak calon korban untuk berkenalan. Pada tahap selanjutnya, penipu terus melakukan komunikasi yang intensif sehingga calon korban merasa nyaman dan percaya. Hubungan yang semakin dekat antara calon korban dengan pelaku membuat korban merasa terhubung secara emosional dengan pelaku.
Ketiga, untuk menyakinkan korban, pelaku menjanjikan banyak hal manis kepada korban seperti akan menikahi korban secepatnya, berjanji akan menemui korban dalam waktu dekat, mengajak membangun bisnis bersama, berjanji akan mengirimi hadiah berupa barang atau perhiasan, dan berbagai alasan lainnya yang sangat menyakinkan korban. Ke empat, ketika korban sudah semakin percaya dengan pelaku, maka pelaku akan mulai memanfaatkan korban dengan cara secara perlahan pelaku meminjam atau meminta uang korban, atau pelaku menjanjikan sejumlah uang dengan nominal besar kepada korban dengan syarat korban harus mentransfer uangnya terlebih dahulu kepada pelaku, contoh lainnya adalah pelaku meminta foto vulgar dari korban. Ketika pada akhirnya korban melakukan apa yang diinginkan oleh pelaku, maka pada saat itulah korban sudah terjerat dalam istilah romance scam. Tindakan ini tidak hanya dilakukan sekali, namun berkali-kali dengan berbagai macam trik, kebohongan dan kecurangan yang dilancarkan oleh pelaku dengan menggunakan kelemahan korban sebagai kunci dari tindakan pelaku. Tindakan yang dilakukan oleh pelaku dapat juga disebut dengan istilah Fraud.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Romance Scam
Haidt (2007) mendefinisikan fraud sebagai kecurangan, mencakup segala macam yang dapat dipikirkan manusia dan yang diupayakan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran. Mencakup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat, tersembunyi dan setiap cara yang tidak jujur, sehingga dapat dikatakan bahwa fraud adalah perbuatan curang (cheating) yang berkaitan dengan sejumlah uang atau properti.
Menurut Hogan (2008) ada tiga faktor yang mendukung seseorang melakukan fraud, yaitu :
1. Pressure (tekanan) adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan fraud, contohnya seperti utang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba dan sebagainya. Pada umumnya tekanan yang terjadi karena masalah kebutuhan atau finansial. Tetapi banyak juga yang hanya terdorong oleh faktor keserakahan.
2. Opportunity (peluang) adalah situasi dan kondisi yang ada pada setiap orang atau individu. Situasi dan kondisi tersebut memungkinkan terjadinya fraud. Peluang ini dapat muncul kapan saja, sehingga dalam kasus romance scam sangatlah perlu untuk melakukan pengawasan terhadap diri sendiri dan meggunakan logika berpikir untuk mengantisipasi kemungkinan adanya peluang seseorang melakukan kecurangan terhadap diri kita.
3. Rationalization (pembenaran). Rasionalisasi menjadi elemen penting terjadinya fraud, di mana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya. Misalnya : bahwa tindakannya untuk membahagiakan keluarga dan orang-orang yang dicintainya, dengan dalih korban sudah memiliki banyak harta sehingga tidak mengapa jika harta tersebut diambil sedikit oleh pelaku.
Dalam kasus romance scam, kecurangan yang dilakukan oleh pelaku biasanya tidak dilakukan sendirian. Para pelaku memiliki kelompok/sindikat yang solid. Sehingga tidak sedikit korban yang sadar telah tertipu akan tertipu untuk kedua kalinya. Target para scammer ini kebanyakan adalah wanita, walaupun ada juga pria yang tertipu. Supaya tidak mudah tertipu, pengguna internet harus menambah pengetahuan mengenai scammer dan sepak terjangnya. Membaca lebih banyak kasus penipuan yang dilakukan oleh para scammer di seluruh dunia, memahami aturan keimigrasian, cara pengiriman uang internasional, serta tidak mudah percaya pada semua yang kita lihat dan dengar. Selalu berhati-hati saat berhadapan dengan siapapun yang kita temui secara online, tidak mudah ditekan atau dirayu sehingga bertindak sesuai arahan scammer. Berhati-hati dengan informasi apapun yang kita unggah di media sosial, dan yang terpenting adalah jangan pernah mengirimkan uang pada orang lain yang belum pernah kita temui, apapun alasannya.
Referensi:
Haidt, J. (2008). Morality: Perspective on psychological science. Sage Journals, 3(1), 65-72.
Hayes, Robert. M (2010, Juni 25). Cybercrime and Its Impact on New Media and Discourse. Ebookpp.com . Diunduh dari http://www.ebookpp.com/sa/sage-encyclopedia-ppt.html.
Hogan, C. E., Z., Rezaee, R.A., Riley, Jr., & U.K. Velury. (2008). Financial statement fraud: Insights from the academic literature. Auditing: A Journal of Practice & Theory, 27 (2), 231-252.