ISSN 2477-1686
Vol. 6 No. 13 Juli 2020
Happiness dan Konmari
Oleh
A. Eka Septilla AM
Fakultas Psikologi, Universitas Pancasila
Kebahagiaan
Setiap orang memiliki cara masing-masing untuk mencapai kebahagiaan. Ketika seseorang diberikan pertanyaan atau bahkan bertanya kepada dirinya sendiri mengenai kebahagiaan, pertanyaan ini mungkin akan terasa mudah atau bahkan sulit untuk dijawab. Beberapa orang bisa saja menjawab, ia merasa bahagia ketika berkumpul bersama keluarga, ada juga yang menjawab ia merasa bahagia ketika bisa berbelanja atau pergi jalan-jalan kemana pun yang ia suka, ada juga yang merasa bahagia ketika ia mensyukuri apa yang sudah ia miliki saat ini, bahkan beberapa orang merasa bahagia ketika melihat indahnya alam semesta, atau beberapa wanita yang merasa bahagia ketika melihat rumah mereka rapi dan bersih.
Pada dasarnya setiap orang bisa merasa bahagia ketika mereka sudah mencapai “kepuasaan hidup”. Salah satu tokoh positif psikologi Seligman (2011) mengatakan bahwa Kebahagiaan bisa diukur ketika individu tersebut sudah mencapai kepuasaan hidup. Ketika seseorang merasa puas dengan apa yang sudah ia lakukan, maka hal tersebut bisa saja memunculkan kebahgiaaan. Jadi apa yang dirasakan individu sangatlah penting dalam menentukan apakah ia sudah merasakan “kebahagiaan” atau tidak.
Bagi perempuan kebahagian bisa saja muncul ketika mereka selesai melakukan pekerjaan rutin, seperti membersihkan rumah, mencuci pakaian, merapikan pakaian, menyusun barang-barang, atau memilah dan membuang barang yang sudah tidak digunakan lagi. Perempuan dan rumah adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Urusan rumah tangga sangat melekat dengan peran perempuan sebagai seorang istri. Istri merupakan sosok yang paling bertanggungjawab dalam pengelolaan rumah tangga (Hertz, 1988).
Menurut Walker & Woods (dalam Hertz, 1988), ibu bekerja sekalipun tetap memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan rumah tangga. Begitu pula dalam budaya timur, peran istri dalam hal ini tetap berlaku, terlepas apakah ia berkegiatan di rumah (ibu rumah tangga) atau di luar rumah (ibu yang bekerja). Dapatdikatakan, mengelola urusan rumah tangga ini menjadi pekerjaan full-time bagi para ibu rumah tangga dan menjadi pekerjaan part-time bagi para ibu bekerja.
Menjaga rumah untuk selalu rapi dan dalam kondisi yang bersih bukanlah hal yang mudah, misalnya ketika mereka harus bekerja, memasak, bahkan sambil mengurus anak mereka. Hal ini bisa saja mengakibatkan kondisi rumah yang tidak rapi dan dipenuhi oleh barang-barang sehingga bisa memunculkan perasaan yang tidak menyenangkan. Penelitian membuktikan bahwa keadaan rumah yang dikelilingi dengan clutter memiliki pengaruh negatif yang kuat terhadap well-being seseorang (Roster, 2016). Clutter sendiri didefinisikan sebagai barang yang berlimpah yang secara kolektif menimbulkan kekacauan dan hidup yang tidak teratur.
Seligman (2011) menjelaskan bahwa salah satu aspek penentu dalam kebahagian adalah positive emotion dari individu. Pada istri yang menganggap bahwa kerapihan rumah adalah hal yang penting dalam kehidupannya, maka hal tersebut juga bisa menjadi penentu munculnya emosi-emosi yang dirasakan. Mereka merasa senang, nyaman, puas ketika rumah terlihat rapi dan bersih, akan tetapi mereka juga bisa merasa kesal, marah, atau sedih ketika melihat rumah berantakan dan tidak tertata dengan baik.
Sebagai negara yang kental sekali dengan budaya timur, di Indonesia sendiri mulai muncul komunitas yang menunjukkan perhatian mereka pada pengelolaan kerapihan atau kebersihan rumah ini. Salah satunya adalah Komunitas Konmarie Indonesia, sebuah komunitas yang melakukan bimbingan ‘berbenah rumah secara total’ pada para anggotanya. Mereka menggunakan metode KonMari (KonMari Methods), sebuah metode berbenah yang ditemukan oleh seorang konsultan berbenah di Jepang, Marie Kondo. Di dalam komunitas ini sudah pasti akan terbentuk hubungan yang baik diantara anggotanya. Seligman (2011) menjelaskan salah satu aspek kebahagian yaitu relationships, dengan adanya hubungan yang terjalin diantara individu menjadi sangat penting dalam menyebarkan cinta dan kebahagian. Hal ini serupa dengan tujuan Konmari Indonesia untuk mengajak para anggotanya untuk memahami dan mempraktikkan cara berbenah dengan tujuan menyebarkan kesenangan mereka dalam merapikan rumah kepada orang lain.
Berdasarkan pengalaman Marie Kondo sebagai konsultan berbenah sejak berusia 19 tahun, ia melihat klien yang telah berbenah secara tuntas dan menyeluruh terkesan sangat bahagia karena berbenah membuat cara pikir dan pendekatan mereka terhadap hidup pun berubah pula (Kondo, 2018). Menurutnya, dengan membereskan rumah, kita sekaligus membereskan urusan, masalah, dan masa lalu kita sehingga kita dapat melihat masa dengan dengan lebih jernih. Clutter diyakini terjadi akibat kita memperlakukan barang-barang kita sebagai tujuan itu sendiri, bukan sebagai alat untuk kebahagiaan kita (Stonestreet, 2012). Dengan Metode Konmari ini, klien akan diajak untuk hanya menyimpan benda-benda yang membangkitkan kegembiraan saja (sparks joy).
Diharapkan dengan dikelilingi oleh benda-benda yang membangkitkan kegembiraan kita, maka akan membahagiakan kita pula (Kondo, 2018). Apa yang dijelaskan oleh Kondo ini merupakan salah satu aspek penentu kebahagian yang juga dijelaskan oleh Seligman (2011) yaitu engagement, ini merupakan hal yang penting bagi individu dalam menemukan aktivitas mereka yang membutuhkan keterlibatan penuh. Individu akan belajar, berkembang, dan menjaga kebahagian mereka. Selain itu, terdapat juga dua aspek yaitu meaning dan accomplishments dalam mencapai kebahagian. Meaning adalah bagaimana individu memiliki alasan dan tujuan dalam hidup mereka. Sedangkan, accomplishments adalah apa yang akan mereka capai nantinya.
Referensi:
Hertz, R. (1988). More Equal Than Others: Women and Men in Dual-Career Marriages. Berkeley: University of California Press.
Kondo, M. (2018). The LifE-Changeing Magic of Tidying Up. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
Roster, C. A. J. R. (2016). The dark side of home: Assessing possession ‘clutter’ on subjective well-being. Journal of Environmental Psychology Voume 46, 32-41.
Seligman, Martin. (2011). Aunthentic Happiness. https://www.authentichappiness.sas.upenn.edu/learn/wellbeing
Stonestreet, E. (2012). Clutter as Misplaced Valuing: (Mis)Treating Objects as Ends in Themselves. Philosophy Faculty Publications Collage of St. Benedict.