ISSN 2477-1686

 

Vol.6 No. 07 April 2020

Warna-warni Aktivitas #Dirumahaja, Antisipasi COVID-19

Oleh

Maya Khairani

Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

 

           

Pertengahan bulan Maret 2020 menjadi momen tak terlupakan bagi masyarakat di Indonesia, karena pemerintah menghimbau penerapan social disctancing yang kemudian hari juga disebut physical distancing bagi warga dalam rangka meminimalisir penularan COVID-19. Hal ini kemudian diikuti dengan himbauan dan edaran kepala daerah untuk menutup kantor dan sekolah, kemudian menggantinya dengan aktivitas kerja dan belajar dari rumah. Hampir seluruh daerah di Indonesia menerapkan bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah dimulai pada tanggal 16 Maret 2020, yang kini diperpanjang hingga akhir Mei 2020. Hal ini pula yang saya hadapi di ujung barat Indonesia.

 

Fenomena #Dirumahaja Bagi Pekerja Wanita

Sebagai ibu dua orang anak (si sulung berusia 5,5 tahun dan si bungsu berusia 2,5 tahun) yang sehari-hari bekerja di salah satu perguruan tinggi negeri di Aceh, edaran pimpinan untuk bekerja dari rumah tentunya membawa banyak tantangan dan perubahan bagi saya. Aktivitas hari-hari yang diwarnai dengan hiruk pikuk di pagi hari mendadak menjadi lebih lambat. Dua minggu terakhir tidak ada ketergesaan muncul di rumah saya. Rumah yang biasanya ditinggal di pagi hari dan kehidupan mulai terlihat di sore hari, kali ini menjadi tempat yang tanpa henti menghadirkan aktivitas dan interaksi multi arah di dalamnya.

Tagar di rumah saja (#dirumahaja) yang menjadi topik hangat di media sosial merupakan kampanye agar orang-orang menghindari keramaian (Selviana, 2020) menjadi prinsip bagi saya dalam masa pandemik COVID-19 ini. Situasi saat ini menjadi kesempatan bagi saya untuk melihat lebih dekat perkembangan kedua buah hati. Akan tetapi, tentu saja praktiknya tidak murni sesuai harapan. Emosi yang naik turun turut menyertai hari-hari saya selama #dirumahaja karena boleh dibilang masa 14 hari awal penerapan social distancing menjadi masa penyesuaian bagi saya ataupun siapa saja yang harus bekerja dari rumah ditambah mendampingi buah hatinya belajar dari rumah.

 

14-day Well-being Diary

Berbekal 14-day Well-being Diary yang dikeluarkan oleh Hong Kong Red Cross (2020), saya rangkum beberapa aktivitas yang dilakukan selama #dirumahaja bersama buah hati.

(a)  Mengidentifikasi perasaan yang dialami

Setiap pagi saat bangun tidur dan malam menjelang tidur saya upayakan untuk melakukan ini. Hal ini bisa dilakukan secara personal, berdialog dengan diri sendiri atau secara interpersonal seperti menanyakan perasaan yang dialami buah hati atau anggota keluarga lain di rumah. Sebenarnya kegiatan ini bukan hal yang baru saya lakukan. Si sulung sudah cukup terbiasa mengomunikasikan perasaannya kepada saya. Jadi, tak heran di satu malam menjelang tidur, si sulung berkata bahwa dia ingin bisa kembali ke sekolah karena rindu bermain bersama teman-temannya. Ia berharap masa sakit ini (pandemik COVID-19, maksudnya) bisa cepat sehat sehingga ia bisa pergi ke tempat-tempat favoritnya. Mengutip apa yang disampaikan dalam tulisan Retnowati, Widhiarso, dan Rohmani (2003) bahwa pengungkapan emosi mendukung kestabilan kesehatan mental. Mental yang sehat tentu dibutuhkan dalam upaya meningkatkan imunitas di masa pandemik ini.

(b)  Menetapkan tujuan yang ingin dicapai dalam jangka pendek.

Setiap malam, sebelum tidur saya upayakan berdiskusi dengan si sulung tentang agenda kegiatan yang akan kami lakukan esok harinya. Jika saya memiliki jadwal mengajar daring, maka saya sampaikan kepada buah hati terkait agenda saya ini, sehingga mereka paham ada waktu bagi ibunya untuk bekerja. Setelahnya, baru dapat melakukan kegiatan bersama. Beberapa agenda kegiatan yang pernah saya susun bersama buah hati yaitu menyiapkan kudapan, mencuci mainan, belajar (ini istilah bagi buah hati saya untuk kegiatan menggambar di buku catatan milik saya), menulis cerita, dan mendongeng. Dalam psikologi sendiri, menyusun tujuan atau goal setting merupakan salah satu cara yang cukup esensial dalam memotivasi diri sendiri agar dapat meraih hal yang ditargetkan. Locke dan Latham di tahun 2002 telah merangkum serangkaian penelitian empiris tentang teori goal-setting dan menurut mereka ketika individu mementukan tujuan maka ia akan semakin dekat dengan kesuksesannya. Bonusnya, ketika saya berhasil mencapai tujuan yang sudah disusun sehari sebelumnya, ada kepuasan yang saya rasakan.

(c)  Aktivitas fisik

Tidak semua orang suka berolahrahga, namun penting bagi saya memaksa tubuh untuk bergerak. Memiliki dua anak yang luar biasa aktif menurut saya sangat membantu saya untuk dapat menggerakkan tubuh. Selama masa #dirumahaja biasanya saya luangkan waktu menemani buah hati bersepeda di halaman rumah atau di seputaran komplek rumah. Tidak ada gerakan khusus, hanya berjalan kaki sambil menikmati sinar matahari pagi, cukup untuk membakar lemak dan berkeringat. Selain itu, terkadang saya mengajak buah hati menyanyikan lagu sambil menggerakkan badan, seperti lagu kepala, pundak, lutut, kaki, lutut kaki.

(d)  Melakukan kegiatan seni;

Saya tidak begitu menggeluti dunia seni, namun saya meyakini bahwa kegiatan seni dapat memberi ketenangan hati. Salah satu kegiatan seni yang saya lakukan bersama buah hati adalah mewarnai. Mewarnai dipercaya dapat menurunkan kecemasan. Bombardir berbagai informasi mengenai COVID-19 tak ayal membuat pertahanan diri melemah. Rasa cemas, khawatir, takut, tertekan pun bermunculan. Salah satu terapi diri yang saya pelajari dari buah hati yaitu melalui kegiatan mewarnai. Patut saja si sulung tetap dapat tertawa, meski dia baru saja ditegur ayahnya karena membuat kesalahan, ternyata rahasianya dengan mewarnai. Penelitian yang dilakukan oleh Faradina, dkk (2019) terhadap mahasiswa juga menemukan bahwa mewarnai mandala mampu menurunkan kecemasan. Ajakan si sulung untuk mewarnai bersama tentu tak perlu ditolak lagi. Aktivitas mewarnai memungkinkan individu untuk mengalihkan perhatian pada tugas mewarnai dan efek relaksasi sehingga tidak lagi fokus pada sumber stres yang dialami, dan melakukannya selama 15 menit terbukti dapat mengurangi stres (Puzakulics, 2016)

(e)  Menggeluti hobi

Jujur saja, sebagai ibu bekerja, rutinitas kerap menjauhkan saya dari hobi yang saya minati. Selama masa #dirumahaja ini, ternyata beberapa hobi dapat saya lakukan kembali, dan bersyukur karena hal ini dapat dilakukan bersama buah hati. Menonton, membaca, memasak merupakan kegiatan yang menjadi rutinitas kami di rumah. Tontonan animasi sarat makna dan menjadi favorit buah hati menjadi pilihan ketika lelah beraktivitas di luar rumah. Beberapa buku bacaan yang sudah saya koleksi dan biasa saya bacakan untuk buah hati, saat ini menjadi ajang unjuk gigi bagi mereka menceritakan kembali isi buku bacaan tersebut dengan mengandalkan gambar yang ada dalam buku. Memasak kudapan menjadi alternatif pembelajaran bagi si sulung dalam mengikuti instruksi dan berbagi dengan anggota keluarga lain ketika kudapan siap dihidangkan.

 

                  Dari beberapa aktivitas yang kami lakukan ini, saya rasa dapat dilakukan pula oleh setiap orang tua bersama buah hatinya. Aktivitas di atas kerap menyebutkan si sulung, lantas apa yang dilakukan si bungsu? Di usianya saat ini, aktivitasnya lebih banyak meniru apa yang dilihatnya dari orang-orang di sekitarnya, dan perannya yang paling maksimal dalam pertahanan imunitas keluarga kami adalah kemampuannya menjadi penghibur cilik di rumah. Segala sesuatu yang dilakukannya selalu mengundang tawa semua anggota keluarga. Kalau sudah begini, saya yakin keluarga kami masih mampu bertahan #dirumahaja sambil terus berdoa agar tantangan COVID-19 segera berakhir dan kita dapat beralih ke tantangan dan petualangan lainnya.

 

Referensi

 

Faradina, S., Az Badal, S.S., Natasya, M., Kamilah., Oviyani, E., Belangi, M., Dewi, H. M., & Sumarno. (2019). Pengaruh mewarnai mandala terhadap menurunnya kecemasan pada mahasiswa di Banda Aceh. Seurune: Jurnal Psikologi Unsyiah, 2(2), 108-121.

 

Hong Kong Red Cross. (2020). 14-day well-being diary. Diunduh dari https://pscentre.org/?resource=14-day-well-being-kit-all-english

 

Locke, E. A., & Latham, G. P. (2002). Building a practically useful theory of goal setting and task motivation: A 35-year odyssey. American Psychologist, 57(9), 705–717. https://doi.org/10.1037/0003-066X.57.9.705Puzakulics, C. (2016). Coloring reduce stress. Journal of Psychology, 5(1), 56-58.

 

Retnowati, S., Widhiarso, W., & Rohmani, K. W. (2003). Peranan keberfungsian keluarga pada pemahaman dan pengungkapan emosi. Jurnal Psikologi, 30(2), 91-104.

 

Selviana. (2020, Maret). Di rumah aja. Buletin KPIN, 6 (6). Diakses dari http://buletin.k-pin.org/index.php/daftar-artikel/574-di-rumah-aja.