ISSN 2477-1686

Vol.6 No. 07 April 2020 

Pengelolaan Stress pada Tenaga Kesehatan (Nakes)

 

Oleh

 Martiani1 dan Sri Lestari2

1RSJD Dr. RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah, dan 2Universitas Muhammadiyah Surakarata

 

Kondisi Pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung selama kurang lebih satu bulan tak ayal menimbulkan berbagai dampak di semua aspek kehidupan. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengangkat tema mengenai dampak wabah Covid-19 terhadap kesehatan mental bagi tenaga kesehatan.  Tenaga kesehatan saat ini menjadi subjek yang viral untuk dibahas di seluruh lapisan masyarakat dikarenakan mereka lah yang secara langsung di depan berkiprah merawat, mengobati secara fisik maupun mental bagi pasien-pasien yang telah positif terjangkit virus Covid-19.

Tenaga kesehatan adalah manusia biasa yang terdiri dari aspek fisik dan psikologis. Kesehatan fisik dan psikis pada diri manusia tak dapat dipisahkan dan saling memengaruhi. Jiwa yang sehat akan membuat raga menjadi sehat, dan raga yang sehat juga akan membuat jiwa menjadi sehat. Berbicara tentang jiwa dan perasaan, para nakes tentunya ikut meradang dengan kenyataan yang harus dihadapi bahwa merekalah garda terdepan yang harus siap dengan segala kemungkinan tertular virus Corona dan berbagai dampak perubahan peran serta stigma dari masyarakat dan tuntutan lain di pekerjaan.

Penulis mendapatkan keluhan dari beberapa teman sejawat yang mulai terdampak dan merasakan ketidaknyamanan secara psikologis. Keluhan yang muncul adalah perasaan tertekan, cemas, dan khawatir dengan keselamatan diri dan keluarga mereka. Beberapa teman Nakes juga ada yang mengalami kondisi psikosomatis. Misalnya merasakan hidung dan kaki yang gatal apabila keluar dari rumah, dan tiba-tiba merasakan dada sesak ketika akan berangkat bekerja. Keluhan lain adalah Nakes merasa terbebani karena selain mereka harus bekerja, di rumah pun masih bertugas menjadi guru bagi anak-anak yang mengalami dampak belajar di rumah dengan metode daring. Keinginan mereka ketika di rumah adalah beristirahat secara fisik dan psikologis, namun ternyata tugas masih berlanjut untuk membantu anak-anak mengerjakan tugas sekolah. Hal yang tak kalah membuat tertekan teman-teman Nakes adalah adanya stigmatisasi dari masyarakat. Alih-alih mendapatkan dukungan dari masyarakat, beberapa yang dirasakan teman-teman nakes adalah adanya stigmatisasi dan pengucilan dari masyarakat. Bahkan kita telah mendengar berita bahwa ada teman nakes yang diusir dari kos karena nakes tersebut telah merawat pasien Covid-19. Bukan berarti tak mengindahkan kekhawatiran masyarakat akan tertular, namun sikap dan perlakuan yang menolak terhadap nakes justru menimbulkan tekanan bagi Nakes. Tuntutan administrasi dan kedisiplinan di tempat kerja juga menyumbangkan perasaan ketidaknyamanan psikologis pada Nakes.

Kondisi psikologis yang tertekan disebut juga kondisi stres. Sumber-sumber psikologis dari stres tidak hanya menurunkan kemampuan untuk menyesuaikan diri namun juga memengaruhi kesehatan kita. Manusia secara alami dikaruniai oleh Tuhan sistem kekebalan untuk melawan patogen seperti bakteri, virus, jamur dan sel-sel yang sudah rusak, bahkan sel-sel kanker. Namun sistem kekebalan tubuh juga dapat mengalami penurunan fungsinya apabila kita mengalami kondisi stres yang intensif. Menurut Nevid, Rathus dan Green (2003), stres mempunyai efek domino dalam sistem endokrin, yaitu sistem tubuh yang berupa kelenjar yang memproduksi dan melepaskan sekresi yang disebut hormon langsung ke saluran darah. Beberapa kelenjar endokrin harus bekerja ekstra untuk memproduksi hormon-hormon ketika kita stres. Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa stres membuat kita rentan terhadap penyakit karena melemahnya sistem kekebalan tubuh.

Para tenaga kesehatan dalam kondisi pandemi seperti ini diharuskan memiliki kesejahteraan psikologis yang baik, sebab mereka bertugas merawat dan mengobati orang lain. Bagaimana dapat membantu orang lain, jika diri mereka sendiri tidak sehat secara fisik maupun psikologis. Maka agar tercipta kesejahteraan psikologis bagi para tenaga kesehatan, para Nakes harus memiliki strategi untuk mengurangi stres.

Cara kita menghadapi stres menentukan kemampuan kita untuk mengatasi stres. Seseorang bereaksi secara berbeda terhadap stres tergantung bagaimana individu memaknai peristiwa yang menimbulkan stres tersebut. Berikut ini tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres bagi Nakes yang berada di garda depan dalam merawat dan mengobati pasien.

1. Menerima tanggung jawab.

Menghadapi dan berurusan dengan kesulitan hidup dan tanggung jawab itu berat, namun mengabaikan atau melarikan diri dari permasalahan dalam jangka waktu yang panjang justru menjadi lebih berat (Asyanti, 2019). Secara umum strategi coping stress dibagi menjadi dua, yaitu strategi coping yang berfokus pada emosi/ego, dan strategi coping yang berfokus pada penyelesaian masalah. Strategi coping berfokus emosi yaitu dengan mengedepankan penyangkalan atau menarik diri dari stressor, namun coping berfokus pada emosi tidak menghilangkan stressor. Contohnya adalah mengabaikan suatu simtom tubuh yang dirasakan dan menganggap semua baik-baik saja sehingga dapat berakibat memburuknya permasalahan karena tidak dihadapi dengan segera. Strategi coping yang befokus pada masalah melibatkan strategi untuk menghadapi secara langsung sumber stress. Misalnya mencari informasi tentang penyakit atau virus Covid-19 dan juga tentang simtom tubuh yang dirasakan sehingga dapat bersikap lebih realistis dan dapat melakukan pencegahan pada akibat yang lebih buruk. Coping yang berfokus pada masalah lebih adaptif untuk mengatasi gangguan yang dirasakan.

 

2. Membangun harapan

Membangun harapan akan kemampuan diri dalam menghadapi permasalahan. Kita dapat mengelola stress dengan baik apabila kita memiliki kepercayaan diri bahwasanya kita dapat menghadapi segala macam ujian yang dihadapi. Ketika keyakinan diri akan kemampuan untuk mengatasi masalah meningkat, maka sekresi hormon stress akan menurun.

 

3. Bersikap optimis

Pada konteks permasalahan tentang pandemi Covid-19 maka setiap nakes disarankan untuk memiliki sikap optimis bahwa dirinya dapat melampaui semua permasalahan yang saat ini dihadapi. Bahwasanya ujian saat ini tentu saja memiliki hikmah dan ada sisi positif yang akan dipetik. Nakes dengan segala pengetahuan dan ketrampilan keilmuan senantiasa optimis bahwa dirinya dapat menghadapi ujian Covid-19 ini dengan baik-baik saja. Penelitian Segerstrom dkk (dalam Nevid, Rathus dan Green, 2003) menunjukkan bahwa optimisme berhubungan dengan suasana hati yang lebih baik dan respon sistem kekebalan tubuh yang baik.

 

4. Mengembangkan ketahanan psikologis

Ketahanan psikologis diperoleh dari sikap berfikir mampu memilih yang terbaik. Seseorang yang memiliki ketahanan psikologis menganggap permasalahan sebagai tantangan kehidupan yang dapat dikelolanya. Para Nakes dapat beralih dari pola pikir sebagai objek atau korban, menjadi subjek yang dapat memilih berada di situasi ini. Berhadapan dengan pandemi adalah sebuah tantangan yang membuat kehidupan lebih bermakna dan bermanfaat untuk orang lain.

5. Mensyukuri adanya dukungan sosial

Menurut Nevid, Rathus dan Greene (2003), peran dan dukungan sosial yang luas dapat menahan munculnya stress. Dengan adanya orang-orang di sekitar, maka akan membantu seseorang menemukan alternatif cara coping dalam menghadapi stress atau hanya sekedar memberi dukungan emosi. Dalam keluarga maka nakes dapat menikmati waktu kebersamaan bersama keluarga dan menikmati hal-hal kecil bersama keluarga seperti memasak, membaca buku, dan berolahraga bersama. Di lingkungan kerja, sesama nakes dapat saling memberikan dukungan dan menguatkan. Pihak organisasi tempat nakes bekerja, sedapat mungkin memberikan penghargaan dan kemudahan-kemudahan yang akan meningkatkan semangat dan kebahagiaan bagi nakes.

6. Sikap tawakal

Sebagai manusia beriman tentu kita meyakini bahwa hidup dan mati telah diatur oleh Tuhan. Maka dengan keyakinan bahwa hidup dan mati telah ditakdirkan maka manusia akan memiliki sikap yang tenang dalam menghadi ujian. Sebab dengan keyakinan tersebut maka seseorang tidak lagi hawatir berlebihan karena tidak akan suatu bencana atau penyakit mengenai seseorang apabila Tuhan tidak menakdirkannya. Tugas manusia adalah berikhtiar. Berikutnya adalah tawakal, mempercayakan pada Allah apa yang akan terjadi selanjutnya. Dengan demikian, hati akan dapat tenang.

 

Referensi

Asyanti, S. (2019). Cognitive Behavior Therapy: Teori dan Aplikasi. Surakarta: UMS Press.

Baskoro, D. (2019). Hypnoterapy Mastery: Langkah Mudah Menguasai Hypnoterapi Untuk Berbagai Gangguan Psikologis. Surabaya: Sastra Jendra Media.

Nevid, J.S., Rathus, S.A. & Greene, B. (2003). Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga.