ISSN 2477-1686
Vol.6 No. 06 Maret 2020
Mendadak Online
Oleh
Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo
Program Studi Psikologi, Universitas Pembangunan Jaya
Seruan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar universitas melakukan pembelajaran dalam jaringan (online) untuk memutus pandemi Covid-19 membuat dosen jungkir balik. Melalui media sosial, Penulis terhubung dengan sesama rekan yang juga berprofesi menjadi dosen – dimana sebagian mengekspresikan kebingungannya.
Bagi mereka yang akrab dengan tahu bulat yang menjajakan dagangannya dengan truk bak terbuka dimana penjualnya memainkan rekaman suara menjelaskan bahwa tahu bulat digoreng dadakan, maka para dosen pun mengalami nasib seperti si tahu bula tersebut: digoreng dadakan dengan mendadak online. Sebagian mungkin ingat bahwa di tahun 2006, pernah kondang sebuah film berjudul Mendadak Dangdut tahun 2006 dimana Titi Kamal bermain sebagai Petris vokalis alternative rock yang tiba-tiba menjadi Iis sang penyanyi dangdut Senandung Citayam. Nasib Titi Kamal terjadi juga pada sejumlah dosen yang semula terbiasa naik panggung tatap muka kini mendadak online.
Pembelajaran dalam jaringan sebetulnya bukan barang baru di Indonesia. Sementara Universitas Terbuka sudah beroperasi sejak tahun 1984, Undang-Undang no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sudah mengenal istilah pendidikan jarak jauh (PJJ), Sistem Pembelajaran Daring (SPADA) Indonesia sudah berjalan sejak tahun 2014 dan di tahun 2018 Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan melalui Direktorat Pembelajaran mensosialisasikan produk Pembelajaran Jarak Jauh (Soerjoatmodjo, 2019).
Ada banyak istilah dan ada banyak macam terkait dengan pemanfaatan teknologi dalam jaringan untuk kebutuhan pembelajaran. Penulis menggunakan istilah blended learning yaitu kombinasi aktivitas tatap muka terstruktur di kelas dan pengalaman praktik langsung dengan pembelajaran dalam jaringan (online learning) dari Soekartawi (2016) karena definisi tersebut menggambarkan fenomena mendadak online ini.. Para dosen melaksanakan proses aktivitas tatap muka terstruktur di kelas lalu tiba-tiba pandemilah yang membuat pembelajaran berpindah moda. Oleh karena itu, bisa dipahami perasaan para dosen kira-kira sama seperti perasaan si tahu bulat yaitu seperti digoreng dadakan.
Seperti juga Titi Kamal yang harus beralih dari alternative rock ke dangdut, mendadak online membuat para dosen agak-agak kehilangan ‘daya pukau’ – dari yang terbiasa ‘menggebrak panggung’ kini harus menatap laptop, mendengar suara putus-putus, menatap wajah mahasiswa melalui layar – itupun bisa saja mendadak raib karena kuota habis.
Mengutip penelitian Mutisya dan Makokha (2016) di Kenya, tantangan mengadopsi pembelajaran dalam jaringan antara lain adalah konektivitas internet, keterbatasan keterampilan penggunaan teknologi, kekurangan perangkat komputer/laptop, waktu yang terbatas untuk berinteraksi yang kesemuanya tumpah ruah menjadi beban kerja yang menggulung bak tsunami. Kendala ini tak hanya dialami oleh mahasiswa, dosen pun mengalami hal yang sama.
Tetapi toh demi memutus pandemi Covid-19, maka yang harus terjadi ya terjadilah. Mendadak online sontak terjadi dengan cara apapun. Mari kita mengkaji sejenak seperti apa praktik terbaik pembelajaran dalam jaringan, yang dirangkum oleh Roddy, et al. (2017). Instructor presence atau peran dosen dalam membangun dan mempertahankan keterlibatan mahasiswa (student engagement) adalah faktor penentu dalam pembelajaran dalam jaringan. Dosen dengan pendekatan yang fleksibel dan responsif di semua aktivitas dalam proses pembelajaran menjadi sangat penting.
Tellakat, Boyd dan Pennebaker (2019) juga mengkaji berdasarkan pola mahasiswa mengklik materi dalam jaringan dan menemukan bahwa mereka yang mendapatkan nilai baik adalah mahasiswa yang tak sebatas mengklik materi utama tetapi juga materi tambahan yang disediakan serta masuk ke dalam sistem manajemen pembelajaran (learning management system) tak hanya pada saat jadwal kuliah.
Kemp dan Grieve (2014) di Australia menunjukkan bahwa mahasiswa lebih condong pada pembelajaran tatap muka ketimbang dalam jaringan karena saat berdiskusi, mahasiswa merasa lebih terlibat dan mendapatkan umpan balik secara langsung. Di sisi lain, mahasiswa juga merasa nyaman dengan adanya keluasaan waktu mengerjakan aktivitas tertulis.
Meminjam penelitian Barnard et al (2008), mereka yang mempunyai locus of control internal, otonomi yang tinggi serta kemampuan meregulasi dirilah yang akan berhasil di dalam konteks online. Regulasi diri yang jadi penentu keberhasilan belajar secara tatap muka menjadi semakin penting di dalam konteks virtual.
Menarik kesimpulan dari penelitian-penelitian ini, regulasi diri menjadi penting ketika baik dosen maupun mahasiswa mendadak online seperti tahu bulat. Yang jelas episode mendadak online saat ini tentunya akan jadi satu kurun waktu yang akan membentuk alam pemikiran dunia pendidikan.
Bagi yang mendadak online, barangkali baik jika mengingat bahwa film Mendadak Dandut sendiri akhirnya diganjar 12 penghargaan dari dunia perfilman termasuk Film Favorit dalam Indonesian Movie Award 2007. Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara sudah mengawali dengan perkuliahan kolaboratif Psikologi Indonesia di tahun 2019 (Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara, 2010). Masih ada banyak hal yang bisa kita pelajari ke depan.
Jadi marilah kita tetap semangat saat mendadak online seperti saat ini.
Referensi:
Barnard, L. et al. (2008). Measuring self-regulation in online and blended learning environment. Internet and Higher Education 12, 1-6. doi:10.1016/j.iheduc.2008.10.005
Mutisya, D.N. & Makokha, G.L. (2016). Challenges affecting adoption of e-learning in public universities in Kenya. E-Learning and Digital Media, 13(3-4). https://doi.org/10.1177/2042753016672902
Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara (2019). Perkuliahan kolaboratif Psikologi Indonesia http://k-pin.org/kuliah/
Tellakat, M, Boyd, R.L. & Pennebaker, J.W. (2019). How do online learners study? The psychometrics of students’ clicking patterns in online courses. PLoS ONE 14(3): e0213863. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0213863
Soerjoatmodjo, G.W.L. (2019). Self-regulation dan blended learning. Buletin Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara (KPIN), 5(4).
Soekartawi, S. (2006), Blended e-learning: Alternatif model pembelajaran jarak jauh di Indonesia. Seminar Nasional Aplikasi Teknolog Informasi (SNATI).
Rody, C. et al (2017) Applying best practice online learning, teaching and support to intensive oline environments: An integrative review. Frontiers in education https://doi.org/10.3389/feduc.2017.00059