ISSN 2477-1686

Vol.6 No. 05 Maret 2020

Berbincang dan Belajar Melalui Korona (Covid-19)

 

Oleh

Nurul Hidayati

Fakultas Psikologi, Universitas 45 Surabaya

 

 

Pada awal tahun 2020 ini, infeksi covid-19 menjadi masalah kesehatan dunia dan trending topics di seluruh negeri, yang dibicarakan oleh berbagai usia, dari anak-anak hingga dewasa. Dikutip dari Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Coronavirus (2019-nCov atau yang kini lebih dikenal dengan covid-19), kasus covid-19 pertama ditemukan di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China pada 31 Desember 2019 yang kemudian diidentifikasi sebagai infeksi covid-19 (jenis baru coronavirus) (infeksiemerging.kemkes.go.id, 2020).

Penambahan jumlah kasus yang berlangsung cepat dan telah menyebar ke negara-negara lain, ditambah pemberitaan yang gencar dari berbagai media cetak, media elektronik, media daring, dan juga jejaring sosial, menghadirkan kekhawatiran dan reaksi yang kuat dari masyarakat. Situs jejaring sosial memiliki potensi memperbesar masalah-masalah dibandingkan ketika masalah tersebut tetap offline (Priyatna, 2012).

Bahwa kekhawatiran berlipat akibat hoax, berita-berita clickbait, dan juga menyebarnya informasi keliru yang diperoleh dari sumber-sumber yang tak terpercaya, memang tidak kita inginkan.

Di satu sisi, keluarga mungkin salah satu yang paling terpengaruh saat ada begitu banyak informasi mengenai penyebaran yang kian meluas covid-19 di negeri kita, Indonesia. Di sisi lain, keluarga tetap memiliki peran kunci dalam mencegah penyebaran keresahan dan kekhawatiran yang berlebihan terkait covid-19. Jadi, apa yang sebenarnya kita bisa lakukan?

 

Memahami Generasi Digital

Hal pertama yang perlu kembali kita lakukan yakni bertanya pada diri kita: Seberapa jauh kita memahami anak-anak kita, terlebih jika anak-anak kita merupakan generasi Z atau sesudahnya (generasi alpha), sebagai ayah atau ibu (orang tua), boleh jadi masih belum sepenuhnya berpengetahuan mengenai apa yang baik dan tidak baik, apa yang wajar dan tidak wajar, dalam kaitan dengan penggunaan media digital. Sedangkan anak-anak kita lahir dan besar bersama dengan media digital tersebut. Sebenarnya, gap antara generasi adalah hal yang wajar dan senantiasa terjadi. Mengutip dari Don Tapscott (2009) terdapat empat generasi yang dibedakan terkait dengan teknologi informasi, yaitu: (1) Generasi Baby Boom. Kelahiran Januari 1946 sampai dengan Desember 1964; (2) Generasi x. Kelahiran Januari 1965 sampai dengan Desember 1976; (3) Generasi Internet atau Generasi Milenial atau Generasi Y. Kelahiran Januari 1977 sampai Desember 1997; (4) Generasi Next atau Generasi Z. Kelahiran Januari 1998 sampai dengan tahun 2010; (5) Generasi Alpha (α) yang lahir mulai tahun 2010 ke atas. Berikut beberapa istilah berkaitan dengan penyebaran informasi yang tidak bertanggung jawab:

(1)  Disinformasi adalah penyampaian informasi yang salah (dengan sengaja) untuk membingungkan orang lain. Misalnya mengkaitkan covid-19 dengan pilihan politik tertentu.

(2)  Hoaks: Informasi bohong/ palsu/ keliru. Misalnya: covid-19 tidak bisa hidup di daerah panas (kbbi.kemdikbud.go.id, 2020)

(3)  Umpan klik (clickbait): adalah suatu istilah peyoratif yang merujuk kepada konten web yang ditujukan untuk mendapatkan penghasilan iklan daring, terutama dengan mengorbankan kualitas atau akurasi, dengan bergantung kepada tajuk sensasional atau gambar mini yang menarik mata guna mengundang klik tayang dan mendorong penerusan bahan tersebut melalui jejaring sosial daring. Tajuk umpan klik umumnya bertujuan untuk mengeksploitasi "kesenjangan keingintahuan" dengan hanya memberi informasi yang cukup membuat pembaca penasaran ingin tahu, tetapi tidak cukup untuk memenuhi rasa ingin tahu tersebut tanpa mengklik tautan yang diberikan (wikipedia.org/wiki/umpan_klik,2020 ).

Dengan mengikuti berbagai informasi terkait covid-19 yang terus beredar di masyarakat,  kita tentu masih tetap berharap dan mengupayakan anak-anak dan anggota keluarga kita dapat belajar memilah-milah informasi.

 

Belajar Melalui Korona (Covid-19)

In youth we learn, in age we understand”

Merupakan kutipan yang indah dan mengena dari Marie Ebner Von Eschenbach (Santrock, 2012).

 

Dari sisi kognitif, anak-anak kita yang berusia lebih muda memiliki keingintahuan yang besar. Sedangkan usia remaja telah memiliki mekanisme berpikir kritis. Apabila remaja kita memperoleh informasi mengenai orang lain atau sesuatu hal, mereka akan mempertimbangkan dan memperbandingkan dengan informasi-informasi yang telah mereka peroleh sebelumnya, serta tidak langsung mempercayai informasi baru tersebut sebagai sebuah kebenaran (Santrock, 2012).

Menarik untuk mengetahui respon anak-anak kita terkait covid-19 atau yang lebih mudah mereka sebut dengan virus corona. Berikut hasil wawancara singkat yang penulis lakukan dengan seorang anak berusia 4 tahun, anak lain berusia 9 tahun, setelah menyimak dongeng mengenai virus covid-19 yang dituliskan dalam bentuk cerita bergambar (picture book) oleh Manuela Molina Cruz yang karyanya terkait covid-19 diizinkan untuk disebarluaskan untuk umum (international public license CC BY-NC-SA 4.0).

Hallo! Akuvirus, saudaranya virus flu. Namaku virus korona. Aku suka jalan-jalan…dan melompat dari satu tangan ke tangan lain saat Toss! Kamu pernah mendengar cerita tentang aku?

(dikutip dari Cruz, 2020)

 

Dari sisi cerita, cerita bergambar karya Manuela Cruz ini cukup sederhana, sekaligus informatif. Pertanyaan yang diajukan ada dua, terkait buku cerita bergambar tersebut, yakni: (1) Apa yang kamu pahami tentang virus corona, setelah mendengar dongeng tadi? dan (2) Bagaimana perasaanmu mendengar kisah tentang virus corona tersebut?

 

Tabel 1.

Hasil Wawancara

 

Subjek

Jawaban untuk pertanyaan 1

Jawab untuk pertanyaan 2

S1

(Usia 4 tahun)

Aku tahu virus corona. Virus itu bisa bikin orang mati lho!

Senang, karena libur. Aku jadi bisa nonton film banyak-banyak.

S2

(Usia 9 tahun)

Virus corona itu berbahaya kalau kena orang. Kita harus mencegah supaya tidak tertular. Harus jaga kesehatan, makan makanan bergizi, minum vitamin, jaga kebersihan, sering cuci tangan pakai sabun.

Khawatir, karena virus corona sudah menyebar ke banyak tempat. Tapi, kalau kita jaga kebersihan dan kesehatan, aku yakin kita tidak tertular virus corona.

Sumber: Wawancara pada 16 Maret 2020

 

 

Hidayati (2013) mengemukakan bahwa dongeng merupakan suatu kegiatan yang sangat sederhana, mudah, dan maknanya sangat luas. Secara sederhana, mendongeng/ bercerita adalah bertutur dengan intonasi yang jelas, menceritakan sesuatu hal yang berkesan, menarik, memiliki nilai-nilai khusus dan tujuan khusus (Mal dalam Hidayati, 2013). Selanjutnya George W. Burns, seorang psikolog klinis kenamaan (dalam Hidayati, 2013) bahwa dongeng atau cerita merupakan cara yang sangat efektif dan efisien. Cerita-cerita juga dapat berfungsi sebagai media healing dan terapi. Secara lebih lanjut, salah satu media yang cocok dipergunakan untuk menyampaikan informasi mengenai covid-19, baik dari sisi daya tarik penyampaian, kesederhanaan isi juga memiliki fungsi healing yakni media bercerita (mendongeng).

Bukan hanya untuk anak-anak, dengan memanfaatkan media cerita bergambar, melalui informasi tentang covid-19, kita juga dapat sekaligus memutar keran yang mengalirkan diskusi dengan remaja. Terkait persebaran hoax, misalnya. Diskusi yang dapat dikembangkan antara lain: (1) Menurutmu, berita tentang corona ini sumbernya bisa dipercaya atau bagaimana?; (2) Menurutmu, informasi yang ini perlu dibagikan ke publik? Mengapa?; (3) Ada ide, bagaimana cara mengembangkan kegiatan yang asyik dan bermanfaat di rumah selama libur sekolah?; (4) Apa yang perlu kita lakukan ketika menemukan info yang mencurigakan? Bagaimana cara kita menelusuri kebenarannya? Dengan demikian, anak-anak dan remaja kita dapat bersama-sama kita, orang tuanya bekerjasama terlibat dalam berpikir, bersikap, dan berkegiatan positif.

 

Kesimpulan dan Saran

Program pencegahan penyebaran covid-19 yang diterapkan oleh pemerintah yang di antaranya membuat anak-anak dan remaja memiliki banyak waktu untuk berkegiatan di rumah. Memang telah ada berbagai penugasan yang diberikan secara daring oleh sekolah, namun fungsi keluarga, khususnya orang tua tak kalah sentral. Apabila kita memanfaatkan momen ini secara positif. Maka, informasi tentang covid-19 bisa menjadi sarana berbincang, berdiskusi, belajar, dan memperkokoh relasi dengan anak-anak kita.

 

Referensi:

 

Cruz, M.M. (2020). Pict book. International Public License CC BY-NC-SA 4.0. Diunduh dari http://www.mindheart.co/

Hidayati, N. (2013). Dongeng sebelum tidur (bedtime stories) sebagai sarana pembentukan karakter anak. Seminar Nasional Parenting Optimalisasi Peran Orangtua dalam Pendidikan Karakter Bangsa. Prosiding Seminar, Surakarta, (142-149).

Kementrian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. (2020, Januari). Pedoman kesiapsiagaan menghadapi infeksi novel coronavirus.  Kemenkes. Diunduh dari http://www.infeksiemerging.kemenkes.go.id.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. ( 2020, Maret 17). Arti kata hoaks. KBBI Kemendikbud. Diunduh dari http://kbbi.kemdikbud.go.id/.

Priyatna, A. (2012). Parenting di dunia digital. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Santrock, J.W. (2002). Life span development jilid 1, ed. ke 5. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Santrock, J.W. (2002). Life span development jilid 2, ed. ke 5. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Tapscott, D. (2009). Grown up digital: Yang muda yang mengubah dunia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wikipedia. (2020, 17 Maret). Definisi umpan balik (clickbait). Wikipedia. Diunduh dari

http://id.m.wikipedia.org/wiki/umpan_klik.