ISSN 2477-1686

Vol.6 No. 05 Maret 2020

Di Kala Usia Dewasa Madya Punya Persepsi tentang

COVID-19

 

Oleh

Greata Nesya Oktavrida

HR – BUMN Perkebunan

 

COVID-19 (Coronavirus disease)……

Apa persepsi kita ketika mendengar kata itu? Apalagi dengan semakin banyaknya berita yang tersebar dari hari ke hari melalui berbagai media sosial. Kalau anak-anak bisa saja belum paham betul apa itu virus, sehingga mereka memerlukan media agar lebih mudah memahami dan dapat melakukan pencegahan penularan sesuai dengan pemahaman dan kemampuan mereka. Nah, bagaimana dengan yang dewasa ini, khususnya dewasa madya (usia 40 – 60 tahun)?

 

Ya, beragam juga persepsi dan responnya. Ada yang langsung panic buying jadi segala macam bahan pokok diborong atau beli sabun anti kuman berlebih ataupun beli hand sanitizer yang jadinya semakin hari semakin langka dan harganya naik drastis. Disamping itu ada juga yang merasa khawatir bahwa COVID-19 dapat mengancam dirinya, sehingga bereaksi berlebih misal ada orang batuk (karena alergi) sudah dikatakan “jangan dekat-dekat, corona itu”, ada lingkungan yang satu warganya suspect corona langsung bilang “nggak usah kesana, nanti kena Corona, itu bisa menyebabkan kematian”, dan sebagainya.

 

Ya pada dasarnya kita WAJIB waspada tapi hindari untuk melabel seseorang atau lingkungan tertentu dengan COVID-19. Kenapa? Karena sadar atau tidak khusunya bagi orang dewasa yang melabel orang lain yang belum tentu positif COVID-19 bisa menimbulkan perselisihan, orang yang di label bisa saja demotivasi yang dapat mempengaruhi psikis dan berujung pada penurunan kesehatan fisik, bisa juga orang tersebut akhirnya memiliki kekhawatiran yang berlebih juga untuk beraktifitas.

 

Jika kita lihat dalam teori perkembangan, masa dewasa madya mencakup waktu yang lama dalam rentang hidup, individu tersebut melakukan penyesuaian diri secara mandiri terhadap kehidupan dan harapan sosial. Jika dikaitkan dengan perkembangan psikososial bahwa selama masa dewasa dunia sosial dan personal individu tersebut menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, sehingga banyak pengalaman yang dapat mempengaruhi khususnya saat masuk dalam usia dewasa madya. Pada usia ini pula, baik pria maupun wanita lebih tertarik pada kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan (Hurlock, 1980). Individu yang masuk pada usia Dewasa Madya pun ada yang telah memasuki masa pensiun yang artinya sebagian ada yang memilih beraktifitas di rumah dan ada pula yang masih memiliki organisasi atau perkumpulan tertentu.

 

Jika dikaitkan pada keberadaan individu di usia dewasa madya saat kondisi wabahnya virus corona ini, maka bisa saja ada perbedaan persepsi antara individu yang masih memiliki aktifitas rutin dengan individu yang lebih banyak berada di dalam rumah dalam menyikapi ataupun memahami informasi terkait virus yang sedang mewabah ini. Meski demikian perbedaan tersebut perlu adanya penelitian lanjutan untuk lebih mengetahui secara statistik. Di samping itu, seperti halnya remaja yang dianggap bukan anak dan bukan orang dewasa, maka pada usia setengah baya terjadi hal yang sama, dimana mereka tidak lagi, muda, namun juga belum tua. Hal ini mengakibatkan timbulnya perasaan atau persepsi, tidak memperoleh tempat dalam masyarakat dan tidak diperhatikan. Menurut Sarwono (2000), persepsi merupakan kemampuan untuk membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan dan sebagainya. Menurut Irwanto (2002) persepsi dibagi menjadi persepsi positif dan persepsi negatif. Persepsi positif menggambarkan pengetahuan yang dimiliki dan menanggapi untuk dilakukan upaya pemanfaatannya sedangkan persepsi negatif adalah segala pengetahuannya namun ditanggapi dengan tidak sesuai objek yang di persepsi.

 

Agar tetap mengupayakan individu untuk memiliki persepsi positif dan berpengaruh secara positif terhadap lingkungan sekitar, maka ada beberapa hal yang dapat kita lakukan bagi individu di usia masa dewasa madya ini dalam menyikapi persepsinya :

1.    Pasangan dapat saling mensupport satu sama lain, misalnya mendiskusikan informasi yang diterima. Misalnya apakah berita tersebut hoax atau asli, nah dari sini pasangan tersebut dapat saling menguatkan diri satu sama lain dengan cara menelusuri kebenarannya dan tidak termakan issue yang tidak jelas atau tidak benar.

2.    Stop untuk membagikan informasi yang belum jelas kebenarannya. Apalagi dengan kecanggihan sistem informasi sekarang, semakin mudahnya kita membagi informasi kepada orang lain. Bijaklah dalam berselancar di era IT ini.

3.    Agar lebih tenang dalam menyikapi wabah virus ini, maka ada baiknya konsultasi ke dokter untuk lebih mengetahui COVID-19 dan pencegahannya.

4.    Bagi individu yang sudah memasuk masa pensiun, maka melakukan aktifitas yang dapat memberi manfaat baik finansial maupun kepuasan tersendiri dalam ranah yang positif di sekitar lingkungan rumah. Sedangkan bagi individu yang masih aktif bekerja, maka teruslah fokus untuk mengerjakan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya agar mencapai target yang telah di tetapkan. Ingat, tetap menjaga kebersihan adalah hal utama baik di rumah, lingkungan sosial maupun tempat kerja.

5.    Bagi individu dewasa yang tinggal bersama anak-anak pun harus memiliki komunikasi yang mudah dipahami, artinya jangan sampai informasi yang orang dewasa berikan dapat disalah artikan oleh anak-anak tersebut. Ingat, kesehatan Psikologis dapat mempengaruhi kesehatan Fisik. Jadi, upayakan untuk tidak membuat anak-anak takut atau cemas terhadap virus yang sedang mewabah, namun berikan pengertian bahwa kita semua patut waspada dengan tetap melakukan pola hidup bersih.

6.    Tetap mendengarkan dan melakukan sesuai himbauan pemerintah, salah satunya dengan Social Distancing. Berpikirlah untuk tetap produktif di rumah dan buatlah karya atau inovasi-inovasi sesuai kemampuan atau keahlian masing-masing.

7.    Satu hal yang tidak boleh lupa adalah berdoa kepada Tuhan agar kita selalu dalam lindungannya dan sehat selalu.

Pada akhirnya informasi atau berita yang tersebar sebenarnya dapat kita ambil positifnya, misalnya kita jadi semakin tahu persebaran dari hari ke hari, bagaimana upaya pencegahannya baik di dalam keluarga, tempat umum, tempat kerja, dan sebagainya.

 

Referensi:

Hurlock, E. B. (1980). A life-span approach. Jakarta: Erlangga.

Irwanto. (2002). Psikologi Umum: Buku panduan mahasiswa. Jakarta: PT Prehallindo.

Sarwono, S. W. (2000). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Bulan Bintang.