ISSN 2477-1686
Vol.6 No. 05 Maret 2020
Tak Salaman Bukan Berarti Tak Berteman
Eny Purwandari dan Icha Kusumadewi
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Laporan dari WHO menyatakan bahwa virus corona COVID-19 telah menjadi pandemik global, yang telah menewaskan 3,4% dari keseluruhan kasus yang ada di 77 negara (Hasibuan, 2020). Adanya ancaman virus corona COVID-19 mampu mengubah budaya global, salaman atau berjabat tangan menjadi cara yang lain.
Negara Cina yang menjadi awal mula ditemukannya virus corona COVID-19 telah menghimbau kepada penduduknya untuk mengganti salaman dengan menyatukan tangan sendiri. Negara Prancis mengubah salaman melalui tatapan mata. Negara Indonesia sendiri mengubah salaman dengan berbagai cara yaitu menyatukan telapak tangan (namaste), tersenyum, dan menempelkan siku.
Salaman atau berjabat tangan merupakan salah satu interaksi sosial sebagai bentuk salam yang sudah membudaya di dunia. Bersalaman dalam perspektif psikologi dianggap menjadi moral yang baik. Teori moral Kohlberg menjelaskan bahwa dasar dari sikap dan perilaku manusia adalah menaati aturan atau kebiasaan yang berlaku di lingkungannya sehingga menjadi norma kebudayaan, seperti bersalaman pada kegiatan-kegiatan tertentu, seperti kajian, menjenguk orang sakit, kondangan, rapat, reuni, dan lain sebagainya (Safuwan,dkk, 2019).
Bersalaman dianggap menjadi hal penting untuk menunjukkan relasi sosial saling menghormati dan hubungan yang hangat. Bahkan ketika ada yang menghindari bersalaman maka dianggap memiliki aliran agama tertentu, dianggap bukan teman dan perspektif negatif lain.
Kenyataannya, bersalaman memiliki dampak buruk bagi kesehatan yaitu dapat terkontaminasi penyakit menular. Penelitian Sklansky (2014) memberikan temuan bahwa untuk menghindari penularan atau penyebaran infeksi maka melarang berjabatan tangan dan mengganti dengan menyapa.
Penelitian serupa yaitu Mesgarzadeh, dkk (2018) menyatakan bahwa transfer bakteri pada saat berjabat tangan terutama pada tenaga medis merupakan mode yang memungkinkan untuk transmisi mikroorganisme patogen. Patogen ini dapat masuk ke dalam tubuh atau berpindah dari satu orang ke orang lain untuk menyebarkan penyakit. Dua penyakit utama yang ditularkan melalui tangan adalah diare dan radang tenggorokan.
Menurut Dahl (2016), bersalaman dengan jari dan telapak tangan yang saling bersentuhan dapat terkontaminasi juga mampu memindahkan bakteri dan virus sehingga bentuk salam harus dimodifikasi hanya dengan menempelkan kepalan jari, di mana hanya dua buku jari yang saling bersentuhan sebentar.
Bersalaman juga diatur dalam agama Islam dimana hanya sebatas kebutuhan saja dan hanya diperbolehkan apabila tidak disertai dengan syahwat serta aman dari fitnah. Sekalipun dengan keluarga atau anak kecil jika dikhawatirkan terjadi fitnah atau disertai syahwat maka haram hukumnya. Hal ini untuk mencegah dan melindungi diri dari tindakan negatif yang dapat ditimbulkan setelah salaman (Huda, 2015).
Begitu besar dampak negatif yang muncul ketika melakukan salaman atau jabat tangan, mulai dari fisik yaitu penyebaran virus maupun bakteri yang menyebabkan penyakit ataupun psikis yaitu menimbulkan fitnah dan syahwat maka masihkah anggapan tak salaman maka tak berteman relevan digunakan untuk menunjukkan relasi sosial? Mari gunakan cara lain untuk menyampaikan salam atau komunikasi nonverbal tanpa harus bersentuhan fisik.
Referensi:
Dahl, Eilif. (2016). Cruise tap versus handshake: using common sense to reduce hand contamination and germ transmission on cruise ships. n International maritime health 67(4):181-184. DOI: 10.5603/IMH.2016.0034
Hasibuan, Lynda. (2020). WHO Revisi Naik Tingkat Kematian akibat Corona Jadi 3,4 %. CNBC Indonesia. Diunduh dari https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20200304082612-33-142309/who-revisi-naik-tingkat-kematian-akibat-corona-jadi-34-
Huda, Nurul. (2015). Berjabat Tangan Dengan Lawan Jenis. Substantia, Volume 17 Nomor 1.
Mesgarzadeh,Vahid., Motamedi, Mohammad., Kalantar, Hosein., Hooshangi, Hooman., Rezaei, Maryam., Akhlaghi, Hamidreza., Danial, Zahra. (2018). To Shake or Not to Shake: Can Bacterial Cross-contamination Occur from Handshaking in Healthcare Settings? Journal of Dentistry and Dental Medicine Volume: 1.4 1. SSN 2517-7389. DOI: 10.31021/jddm.20181119
Safuwan, Syahriandi, Fakhrurrazi, Ali, Muhammad. (2019). Analysis of Cultural Psychology Regarding the Phenomenon of Salaman kissing the Hands of lecturers among Indonesian Student. International Journal of Recent Technology and Engineering (IJRTE) ISSN: 2277-3878,Volume-7, Issue-6S5, Retrieval Number:F12630476S519/19
Skalansky, Mark Steven. (2014). Banning the Handshake From the Health Care Setting. in JAMA The Journal of the American Medical Association 311(24). DOI: 10.1001/jama.2014.4675