ISSN 2477-1686

Vol.6 No. 01 Januari 2020

Ayah dan Ibu, Jangan Hancurkan Semangat Belajarku

 

Oleh

Divalya Aqmari dan Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo

Mahasiswa dan Dosen Program Studi Psikologi

Fakultas Humaniora dan Bisnis Universitas Pembangunan Jaya

“Kamu tidak akan bisa melakukan itu, terlalu sulit untukmu, Nak”, “Ibu tidak yakin kamu akan lulus dengan nilai bagus, kamu kan pemalas”, “Nilai pelajaranmu kan tidak bagus, buat apa usaha untuk masuk ke sekolah favorit itu?”, “Tuh kan, lagi-lagi kamu dapat nilai jelek”. Apakah anda para orang tua pernah mengatakan hal-hal di atas kepada anak? Mungkin tidak persis seperti itu tapi kalimat-kalimat mencela dan meremehkan adalah cara mudah untuk menghancurkan rasa semangat belajar pada anak.

Banyak kasus dimana orang tua mencela atau memarahi anak akibat pencapaian akademik yang tidak sesuai dengan harapan mereka yang berujung tragis. Dikutip dari Perdana (2019), seorang remaja di India memilih untuk menghabiskan nyawanya sendiri akibat dimarahi dan dipukul oleh orang tuanya karena mendapatkan nilai jelek. Menembak kepalanya dengan pistol milik ayahnya, ia ditemukan tanpa nyawa di semak-semak. Jadi, apakah kalimat negatif akan membuat hasil yang positif pada pencapaian akademik anak?  

Salah satu aspek yang mempengaruhi pencapaian anak di sekolah adalah efikasi diri (self-efficacy). Efikasi diri adalah keyakinan seseorang bahwa dirinya dapat menguasai sebuah situasi dan menghasilkan hasil positif (Santrock, 2006). Bentuk nyata dari efikasi diri dapat dilihat dari bagaimana anak semangat dalam melakukan problem-solving, menyukai sebuah tantangan, atau memiliki rasa juang yang tinggi untuk mencapai tujuannya. Siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi, akan cenderung lebih sukses dibandingkan siswa yang tidak yakin dengan kemampuan dirinya (Papalia, Olds & Feldman, 2009).

Jika efikasi diri itu penting, cara apa yang bisa digunakan untuk meningkatkan efikasi diri anak? Salah satu caranya adalah dengan memberi persuasi verbal kepada anak. Menurut Bandura (dalam Suharso & Samosir, 2019), sumber utama dari persuasi verbal bagi efikasi diri remaja adalah orang tua.

Persuasi verbal dapat dikatakan sebagai dukungan verbal dari panutan seseorang yang dimana dapat meningkatkan efikasi diri kita. Cherry (dalam Midori & Soerjoatmodjo, 2018) mengatakan bahwa mendapatkan dorongan verbal dari orang lain membantu orang mengatasi keraguan diri dan bahkan berfokus untuk memberikan usaha terbaik mereka terhadap tugas yang ada. Apabila anak mendapat dukungan tinggi dari orang tua, efikasi diri dari sang anak juga akan meningkat yang tentu akan mempengaruhi pencapaian akademiknya.

Selain dengan menggunakan persuasi verbal, orang tua dapat menggunakan teori milik Malecki dan Demaray (dalam Bachmid, 2019) yang dimana mereka membagi jenis-jenis dukungan sosial menjadi 4, yaitu:

1. Dukungan instrumental

Dukungan dalam bentuk memberi materi seperti menyediakan tempat khusus            anak belajar atau memberikan hadiah berupa makanan kesukaannya ketika ia berhasil mengerjakan tugas atau mempelajari sebuah materi.   

2. Dukungan informasional berupa informasi atau umpan balik.

Dukungan dalam bentuk saran atau nasehat untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh seseorang. Orang tua bisa memberikan saran seperti menyarankan anak untuk menyicil tugas atau materi pelajaran dari hari-hari sebelumnya.  

3. Dukungan emosional berupa kepedulian dari pemberi dukungan.

Dukungan dalam bentuk memberikan rasa empati, cinta, perhatian dan kehangatan untuk seseorang. Dengan dukungan jenis ini, orang tua bisa menggunakan cara seperti mendampingi anak dan membimbingnya ketika anak mengerjakan pekerjaan rumah.

4. Dukungan penghargaan

Dukungan ini dapat berupa pemberian semangat, persetujuan pada pendapat, serta  perbandingan yang positif dengan orang lain.

Sebuah penelitian yang dikutip dari situs Pijar Psikologi (2019) menyatakan bahwa adanya hubungan di antara dukungan sosial keluarga dan juga efikasi diri yang dimana di dapatkan hasil bahwa semakin tinggi seorang remaja mendapatkan dukungan sosial dari keluarganya, maka semakin tinggi juga efikasi diri dari remaja tersebut, dan sebaliknya 

Oleh karena itu, diharapkan para orang tua dapat memberi dukungan materi maupun verbal dengan cara yang positif kepada anak sehingga mereka dapat dengan mudah mengembangkan efikasi dirinya, bukan dengan menggunakan kalimat-kalimat mencela maupun meremehkan karena hal tersebut justru akan membuat anak semakin terpuruk.

Referensi: 

Bachmid, F. (2019). Hubungan efikasi diri dan dukungan sosial dengan prokrastinasi

akademik pada mahasiswa Maluku di Malang (Tesis). Diakses dari  http://eprints.

umm.ac.id/46048/1/NASKAH.pdf

 

Meningkatkan optimisme dengan self-esteem dan self-efficacy. (2019, 13 Juni). Pijar

Psikologi. Diakses dari https://pijarpsikologi.org/meningkatkan-optimisme-dengan-self-esteem-dan-self-efficacy/

 

 

Midori, L., Soerjoatmodjo, G. (2018). Yakin maka bisa. Buletin KPIN. Diakses dari

https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/330-yakin-maka-bisa.

 

Papalia, D. E., Olds, S. W., Feldman, R. D. (2009). Human Development (11th ed.).

New York, NY: The McGraw-Hill Companies.

 

Perdana, A. V. (2019). Kerap dimarahi karena dapat nilai buruk, remaja ini bunuh diri

pakai pistol sang ayah. (2019, 7 Agustus). Kompas.com. Diakses dari https://internasional.kompas.com/read/2019/08/07/20292381/kerap-dimarahi-karena-dapat-nilai-buruk-remaja-ini-bunuh-diri-pakai.

 

Santrock, J. W. (2006). Human Adjustment. New York, NY: The McGraw-Hill

Companies.

 

Suharso, P. L., Samosir, M. J. (2019). Efikasi diri dalam keputuran karier: mediator

antara parental career-related behavior dan vocational exploration commitment

pada pilihan karier remaja. Jurnal Psikogenesis, 7(1), 41-53. doi:

10.24854/jps.v7i1.876. Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/

335179259.