ISSN 2477-1686
Vol.5 No. 24 Desember 2019
Sehat Mental di Media Sosial
Oleh
Fatahil Alim Triandy dan Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo
Mahasiswa dan Dosen Program Studi Psikologi
Fakultas Humaniora dan Bisnis Universitas Pembangunan Jaya
Tanggal 10 Oktober diperingati menjadi Hari Kesehatan Mental Sedunia atau World Mental Health Day (Aryani, 2019). Penting untuk mengingat hari ini karena diketahui bahwa satu dari sepuluh anak-anak dan remaja didiagnosis mengalami gangguan mental (Leslie, Newman, Chesney, & Perrin, 2005 dalam Papalia, et al., 2009). Membicarakan remaja, kita tak bisa melepaskan diri dari isu media sosial. Apa saja isu media sosial yang relevan dengan konteks remaja? Berikut beberapa hal di antaranya:
Fokus berlebihan pada penampilan fisik merupakan salah satu isu remaja dan media sosial. Putri (2018) mengutip penelitian dari University of Cambridge, terutama pada persepsi tubuh alias body goals, yang bisa sampai mengakibatkan gangguan tidur karena membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Dengan membanding-bandingkan diri kita pada orang lain secara berlebihan dapat mengacaukan hal-hal tersebut dan membuat kita merasa tak pernah cukup. Tak heran instagram sampai disebut sebagai media sosial paling berbahaya bagi kesehatan mental anak muda. Jika tidak hati-hati, maka rasa tidak aman terhadap body image atau dapat berkembang sampai menjadi Body Dysmorphic Disorder (BDD).
Oky (2019) mengatakan semakin lama kita menggunakan media sosial, semakin sering kita merasa kurang bahagia. Fakta tersebut diungkap dalam studi yang dilakukan Universitas Michigan pada Agustus 2013 lalu sebagaimana dikutip Sinsha (2019). Dalam laporannya ditemukan orang yang memakai Facebook seharian penuh hanya menerima kebahagiaan sesaat dan sedikit rasa puas dalam hidup. Penggunaan media sosial secara berlebihan membuat kepuasan hidup menjadi menurun karena berdampak pada bagaimana otak memproduksi dopamine – zat yang meningkatkan kekuatan jantung dan memompa aliran darah ke ginjal sekaligus salah satu neurotransmiter otak yaitu bahan kimia yang mengangkut informasi antar neuron serta membantu mengatur gerakan, perhatian, pembelajaran, dan respon emosional.
Psychology Today (2019) menjelaskan bagaimana dopamin ini akan dilepaskan di otak ketika kita mencari informasi di media sosial, karena mengetahui bahwa kita berharap mendapatkan hal positif dari pencarian kita di media sosial. Perasaan senang yang kita rasakan setiap kali kita terlibat dalam proses tersebut mungkin akan mengakibatkan kita menjadi kecanduan. Jika kita terus menggunakan instagram dan kita terus menerus menggulir dan menggulir hingga mendapatkan dopamine, otak kita dengan cepat mengatakan “Oke, buka instagram lagi dan lagi karena ini terasa menyenangkan”. Kemudian, ketika lepas dari itu atau sedang tidak bermain sosial media, otak kita telah menganggap bahwa instagram dapat menciptakan perasaan senang atau kepuasan dan pada saat yang sama kita juga biasanya menyadari juga bahwa rasa kecanduan ini adalah hal yang tidak baik.
Lalu, bagaimana cara sehat dalam bermedia sosial? Zebrowitz dan Montepare (2008) menyarankan hal-hal berikut. Mengurangi kebiasaan berselancar di media sosial tanpa kenal waktu dilakukan dengan cara mematikan gawai barang sejenak. Berselancar di media sosial hingga larut malam tidak baik jika dilakukan terus menerus. Weissova et al (2019) menyarankan bahwa satu jam sebelum tidur kita perlu untuk berelaksasi terlebih dahulu dan membiarkan tubuh dan pikiran kita untuk melepaskan semua rasa lelah dan kepenatan dari segala aktivitas yang kita lakukan di siang hari. Ketika kita tidak melakukan relaksasi terlebih dahulu dan masih berselancar di media sosial saat sudah larut malam, hal ini akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan yang salah satunya adalah dapat mengganggu ritme sirkadian – yaitu jam biologis tubuh yang meregulasi siklus tidur dan bangun kita dalam waktu 24 jam. Jadi, kalau dibiasakan hal ini akan menyulitkan dan mengganggu waktu tidur normal dan waktu bangun normal, akibatnya kamu juga bisa kesiangan salah satunya.
Lingkungan online adalah tentang keindahan yang tidak sepenuhnya nyata. Kuncinya adalah kamu perlu selalu ingat bahwa semua hal tersebut seperti halnya cuaca. Semua akan berlalu.
Referensi:
Aryani, T. (2019). Hari kesehatan mental dunia, pijarkan kesehatan masyarakat. https://blog.kitabisa.com/hari-kesehatan-mental-dunia-pijarkan-kesehatan-masyarakat/
Oky.(2019). Dampak overuse sosial media terhadap Generasi Z. https://www.winnetnews.com/post/dampak-overuse-sosial-media-terhadap-generasi-z
Papalia, D., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development. 11th edition. New York: McGraw Hill.
Psychology Today © 2019 Sussex Publishers, LLC. Dopamine. https://www.psychologytoday.com/us/basics/dopamine
Putri, F. I. (2018). Hati-hati Instagramxiety, ketika kamu kerap cemas main Instagram. https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4022594/hati-hati-instagramxiety-ketika kamu-kerap-cemas-main-instagram
Shinha, S. (2019). Dopamine Injection. https://www.drugs.com/dopamine.html
Weissová, et al. (2019). The effect of a common daily schedule on human circadian rhythms during the polar day in Svalbard: A field study. Journal of Circadian Rhythms, 17(1), p.9. DOI: http://doi.org/10.5334/jcr.186. https://www.jcircadianrhythms.com/articles/10.5334/jcr.186/
Zebrowitz, L. A., & Montepare, J. M. (2008). Social psychological face perception: Why appearance matters. Social and Personality Psychology Compass, 2(3), 1497–1517. doi:10.1111/j.1751-9004.2008.00109.x. https://sci-hub.tw/https://dx.doi.org/10.1111%2Fj.1751-9004.2008.00109.x