ISSN 2477-1686
Vol.5 No. 23 Desember 2019
Bercerai di Masa Paruh Baya
Oleh
Margaretha Dina Chandra dan Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo
Mahasiswa dan Dosen Program Studi Psikologi
Fakultas Humaniora dan Bisnis, Universitas Pembangunan Jaya
Pada pasangan yang telah lama menikah, lazim jika kita melihat bahwa gairah tidak lagi bergejolak sebagaimana di masa awal menjalin hubungan. Yunisha dan Soerjoatmodjo (2018) memotret bahwa ketika telah lama menjalin hubungan dengan pasangan, tidak lagi memperlihatkan gairah tak selalu berarti tidak cinta. Cinta yang ada boleh jadi telah tumbuh dewasa dan gairah pun telah berubah menjadi kasih sayang yang dalam – sebagaimana pada pasangan yang menikah selama bertahun-tahun.
Memahami ini semua, maka tak heran apabila perceraian di saat paruh baya menjadi kejutan yang tragis dan menyedihkan bagi keluarga. Berita yang dilansir dari liputan6.com pada tahun 2019, perceraian yang terjadi pada pendiri perusahaan Amazon, Jeff Bezos dan MacKenzie berpisah setelah 25 tahun menikah dan memiliki empat orang anak. Mereka mengumumkan perceraian resmi pada bulan Januari 2019 melalui akun Twitter. Bukan hanya artis luar negeri saja yang bercerai saat usia perkawinan sudah mencapai 20 tahun, tetapi beberapa artis Indonesia juga ada seperti Lydia Kadou dan Jamal Mirdad, komedian Sule dan mantan istrinya Lina juga. Berita yang dilansir dari hipwee.com pada tahun 2019, setelah mengarungi kehidupan rumah tangga kurang lebih 20 tahun, komedian Sule dan istrinya Lina resmi bercerai pada 20 September 2018 lalu. Meski awalnya bersikukuh untuk mempertahankan rumah tangga bersama wanita yang telah melahirkan 4 anaknya itu, Sule akhirnya menerima keputusan Lina untuk bercerai darinya.
Hal ini mengejutkan juga pada anak. Segala aktivitas yang dilakukan bersama keluarga sudah tidak sama seperti dulu. Bukan hanya Sule dan Lina, beberapa pasangan artis Indonesia yang sudah lama menikah lalu bercerai lainnya adalah Lydia Kadou dengan Jamal Mirdad, Mark Sungkar dengan Fanny Bauty, dan Ivan Fadilla dengan Venna Melinda. Mawaddah, dkk (2019) menjelaskan bahwa kasus perceraian di Indonesia bersifat fluktuatif, namun jumlah kasusnya mengalami peningkatan setiap tahun Indonesia disebutkan sebagai negara dengan angka perceraian tertinggi se-Asia Pasifik, dengan 40 sidang kasus perceraian setiap jamnya terutama di tahun 2015. Adapun kasus perceraian di Indonesia diketahui mengalami peningkatan sebanyak 16-20% sejak tahun 2009 hingga saat ini.
Orbuch (dalam Papalia, 2009) menyatakan bahwa analisis dua arah dari 8,929 pria dan wanita dalam pernikahan pertama mendapatkan kurva berbentuk U serupa dengan pola yang ditemukan dalam kesejahteraan psikologis dalam perbandingan internasional. Dalam 20-24 tahun pertama pernikahan, semakin lama pernikahan maka lebih rendah tingkat kepuasan pernikahannya. Setelah fase ini berlalu, hubungan antara kepuasan pernikahan dan pernikahan mulai berubah menjadi positif. Saat 35-44 tahun pernikahan, pasangan menjadi lebih puas daripada 4 tahun pertama pernikahan. Olson Dan DeFrain (dalam Muhid, 2019) menjelaskan bahwa kepuasan pernikahan adalah perasaan yang bersifat subjektif dari pasangan suami istri mengenai perasaan bahagia, puas, dan menyenangkan dalam perkawinannya.
Mulia (2019) menyatakan bahwa perceraian adalah jalan keluar terakhir bagi keduanya agar terlepas dari ketidakpastian dan beban penderitaan lahir dan batin yang berkepanjangan, yang bila dipaksakan untuk tetap bersatu kuat dugaan justru akan menimbulkan masalah dan kerusakan. Kebanyakan perceraian terjadi diawali dengan konflik antara suami dan istri. Kasus perceraian bukan hanya terjadi saat tahun-tahun awal masa pernikahan tetapi saat masuk ke usia 20 tahun pernikahan pun juga dapat terjadi. Sebagian besar kasus perceraian yang terjadi pada usia paruh baya adalah karena masalah ekonomi, adanya orang ketiga atau perselingkuhan dan sudah tidak saling cinta lagi.
Penelitian yang dilakukan oleh Mace (dalam Adi dan Lestari, 2019) menemukan bahwa komitmen menjadi hal yang paling penting dalam proses untuk mengembangkan pernikahan agar dapat bertahan. Komunikasi juga tidak kalah penting dalam sebuah hubungan. Mulailah untuk menceritakan hal-hal atau kejadian yang kamu alami pada siang hari kepada pasangan saat sebelum tidur atau biasa kita sebut dengan pillow talk. Komunikasi juga dapat mengurangi terjadinya konflik dan membuat hubungan semakin erat. Perceraian di usia paruh baya cenderung jarang terjadi tetapi selalu meningkat setiap tahunnya. Komitmen dan komunikasi diharapkan bisa menjaga agar di usia paruh baya, pernikahan tidak berujung pada perceraian.
Referensi:
Adi, W. M. dan Lestari M. D. (2019). Gambaran komitmen dalam pernikahan pasangan remaja yang mengalami KTD. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2019 dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/psikologi/article/view/47146/28327
Damar, A. M. (2019, April, 5). Cerai dari Jeff Bezos, MacKenzie jadi wanita terkaya No 3 di Dunia. Liputan6.com. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2019 dari https://www.liputan6.com/tekno/read/3934377/cerai-dari-jeff-bezos-mackenzie-jadi-wanita-terkaya-no-3-di-dunia
Fhai. (2019, April 1). Posting foto keluarganya tanpa mantan istri, begini reaksi publik pada Sule. Nyesek, bro!. Hipwee.com. Diakses pada tanggal 09 Oktober 2019 dari https://www.hipwee.com/showbiz/keluarga-sule-tanpa-mantan-istri/
Mawaddah,S., Safrina, L., dkk. (2019). Perbedaan kesiapan menikah pada dewasa awal ditinjau dari jenis kelamin di Banda Aceh. Jurnal Empati 8 (1) 320-328 Diakses pada tanggal 08 Oktober 2019 dari https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/empati/article/view/23649
Muhid, A., Nurmamita, P. E., dan Hanim, L. M. (2019). Resolusi konflik dan kepuasan pernikahan: Analisis perbandingan berdasarkan aspek demografi. Mediapsi. 5 (1) 49-61 Diakses pada tanggal 11 Oktober 2019 dari https://mediapsi.ub.ac.id/index.php/mediapsi/article/view/164/101
Mulia. (2019). Analisis hukum perceraian karena gugatan istri dengan alasan perselisihan dan pertengkaran sehingga tidak dapat hidup dalam berumah tangga dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Studi Putusan Nomor: 128/Pdt.g/2015/PA.Ppg.) Diakses pada tanggal 07 Oktober 2019 dari http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/14058/150200119.pdf?sequence=1&isAllowed=y.
Papalia, D., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development. 11th edition. New York: McGraw Hill.
Yunisha, E. & Soerjoatmodjo, G.W.L. (2018). Refleksi diri: Cinta seperti apa yang kita miliki? Info Bintaro 16 Februari 2019. Diakses dari
http://www.infobintaro.com/refleksi-diri-cinta-seperti-apa-yang-kita-miliki/