ISSN 2477-1686

Vol.5 No. 18 September 2019

Masih Lajang? : Atasi Kesepian (Loneliness) Secara Positif

 Oleh

I Gusti Ayu Putu Wulan Budisetyani dan I Kadek Wahyu Pujhana

Program Studi Psikologi, Universitas Udayana

 Masa dewasa awal merupakan salah satu fase dalam tahapan perkembangan. Masa dewasa awal inilah yang akan menjadi titik tolak yang signifikan bagi seseorang untuk memulai hidupnya sebagai seseorang yang lebih dewasa dari tahapan perkembangan sebelumnya. Masa dewasa awal (young adulthood) berkisar antara usia 20 sampai dengan 40 tahun. Menurut Erikson (dalam Papalia, Old, & Feldman, 2008) tugas perkembangan yang akan dilalui pada dewasa awal ini adalah menjalin hubungan intim dengan orang lain yang juga berkaitan dengan krisis intimacy vs isolation. Pada tahap dewasa awal ini, individu berusaha memperoleh intimasi yang dapat diwujudkan melalui komitmen terhadap suatu hubungan dengan orang lain, baik dalam hubungan pacaran ataupun menikah. Intimacy dapat dicapai dengan menjalin hubungan interpersonal yang intim dan membuat komitmen dengan orang lain. Bila seseorang dewasa awal tidak mampu membentuk komitmen tersebut, maka kecenderungan orang tersebut akan merasa terisolasi, self-absorbed hingga larut dalam kesepian (loneliness).

 Mengapa seseorang dapat merasa kesepian (loneliness)?

Kesepian adalah keadaan batin seseorang yang merasa terisolasi, merasa tidak ada orang yang dapat diajak  berkomunikasi serta disebabkan adanya perasaan tidak puas dengan hubungan yang ada. Menurut Peplau dan Perlman (dalam Lingling, 2016) mengatakan bahwa dalam mempelajari kesepian terdapat dua poin penting, yakni (1) kesepian adalah hasil dari kurangnya hubungan sosial antara seseorang, (2) kesepian terjadi ketika adanya ketidakcocokan antara hubungan sosial seseorang yang sebenarnya dan kebutuhan atau keinginan seseorang untuk kontak sosial. Penyebab dari kesepian pada individu juga bisa dipengaruhi oleh kehidupan sosial yang hanya sedikit mempunyai jaringan pertemanan, sehingga merasa kesepian di tengah keramaian. Individu yang mengalami kesepian juga sering mempunyai persepsi negatif tentang diri sendiri (Robinson dalam Oktaria, 2013).

 Jangan khawatir, hadapi masa dewasa lajang secara positif!

Salah satu cara resiliensi, secara umum mengarah pada adaptasi positif selama atau sesudah menghadapi kesulitan atau risiko. Resiliensi disebut sebagai kemampuan untuk "mempertahankan stabilitas psikologis dalam menghadapi stress” (Keye & Pidgeon, 2013). Resiliensi juga berarti sebagai suatu kemampuan menghadapi tantangan dan tahu bagaimana cara menghadapi atau beradaptasi dengan tantangan tersebut. Orang yang resilien disebut sebagai orang yang mampu berorientasi pada tujuan. Hal tersebut akan mendorong seseorang untuk selalu bangkit dan terus maju ketika menghadapi kesulitan. Tingkat resiliensi pada diri seseorang biasanya berhubungan positif dengan kepercayaan diri, disiplin yang tinggi, keberanian terhadap lingkungan dan optimis dalam menghadapi kesulitan serta kemampuan kognitif yang baik. Semakin tinggi tingkat resiliensi seseorang, maka semakin rendah tingkat kesepian (loneliness) yang dialami oleh orang dewasa muda yang lajang. Sebaliknya, semakin rendah tingkat resiliensi, maka semakin tinggi tingkat kesepian (loneliness) orang dewasa muda yang lajang (Sari, 2015). Kesepian menurut Russel (dalam Sari, 2015) merupakan sebuah emosi negatif yang muncul karena adanya kesenjangan pada hubungan sosial yang diharapkan. Upaya dalam mengatasi kesenjangan sosial yang dihadapi oleh dewasa muda yang lajang yakni dapat memperhatikan faktor dari resiliensi yaitu harus adanya penerimaan diri yang positif dalam menghadapi perubahan (Connor dan Davidson, 2008). Artinya dewasa muda lajang yang resilien harus mampu beradaptasi dan menerima kondisi lajang secara positif sehingga ia dapat membangun interaksi sosial yang baik. Dewasa muda lajang yang memiliki resiliensi tinggi juga akan mampu mengendalikan emosi yang muncul dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menjadi seseorang yang percaya pada diri sendiri dan mampu bertoleransi terhadap dampak negatif yang terjadi. Meskipun dewasa muda lajang ini terkadang mendapatkan ejekan dari lingkungan, namun ia akan mampu tegar dalam mengatasi berbagai emosi negatif, seperti perasaan murung, tidak bersemangat dan merasa tidak berharga. Jadi, tidak perlu merasa kesepian, tetap semangat, optimis serta tentunya harus menjadi pribadi yang resilien. Ingat, masa dewasa bukan hanya soal asmara, tapi juga tentang kesuksesanmu dalam mengolah rasa.

Yuk, hadapi kesepian saat lajang secara positif!

Referensi:

 

Connor, K. M., & Davidson, J. R. T. (2003). Development of a new resilience Scale: The connor-davidson resilience scale (CD-RISC). Journal Of Depression And Anxiety, 18, 76-82.

 

Keye, M. D., & Pidgeon, A. M. (2013). An investigation of the relationship between resilience, mindfulness, and academic self-efficacy. Open Journal Of Social Sciences, 1(6), 1–4. doi: 10.4236/ jss.2013.16001.

 

Lingling, N. (2016). Hubungan kesepian dengan keterbukaan diri pengguna online dating pada dewasa awal yang mencari pasangan. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

 

Oktaria, R. (2013). Kesepian pada usia pria lanjut usia yang melajang. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

 

Papalia, O., & Feldman. (2008). Human development. New York: McGraw-Hill.

 

Sari, I. P & Ratih, A. L. (2015). Hubungan antara resiliensi dengan kesepian (Loneliness) pada dewasa muda lajang. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.