ISSN 2477-1686
Vol.5 No. 17 September 2019
Makan Secara Intuitif, Apakah Itu?
Oleh
L. M. Karisma Sukmayanti Suarya
Program Studi Psikologi, Universitas Udayana
Makan adalah bagian dari hidup makhluk hidup, tentunya pun manusia. Bahkan tak sedikit masyarakat mendiskusikan pertanyaan apakah hidup untuk makan, atau makan untuk hidup? Bagaimana menurut Anda? Apapun jawabannya tentang makan khususnya perilaku makan, memiliki alasan tersendiri, atau justru kurang memahami secara baik perilaku makan yang dilakukan. Misalnya, makan karena memang merasakan lapar secara fisiologis, makan karena sedang merasakan perasaan tertentu seperti karena sedang marah, sedih, jengkel atau lainnya, atau makan karena ajakan orang lain padahal baru saja selesai makan. Contoh lainnya seperti merasa lapar dan kemudian makan setelah mencium aroma makanan atau setelah melihat gambar maupun tayangan tentang makanan, atau hal lainnya yang dapat menjadi alas an/dorongan individu untuk makan.
Banyak hal yang saling berkaitan ketika mendiskusikan tentang perilaku makan. Salah satunya adalah perilaku makan yang dikaji dari sudut pandang Psikologi, meskipun tidak dapat terlepas dari bidang kajian lain yang juga banyak membahas maupun meneliti secara komprehensif mengenai perilaku makan. Salah satunya disebut sebagai makan dengan berkesadaran atau dikenal pula dengan istilah perilaku makan intuitif (intuitive eating). Mungkin bagi beberapa orang merasa janggal jika melihat atau mendengar istilah makan secara intuitif. Makan secara intuitif dapat dijelaskan sebagai perilaku makan yang bukan menekankan pada faktor emosional ataupun situasi tertentu seperti yang telah disinggung pada paragraf awal pada tulisan ini. Namun, makan secara intuitif merupakan perilaku makan yang lebih menekankan pada sifat alamiah dan keterkaitan tubuh dan berdasarkan pada sinyal lapar dan sinyal kenyang secara fisiologi. Atau dengan kata lain, makan dengan berkesadaran adalah perilaku makan yang lebih adaptif (Tylka, 2006).
Perilaku Makan Intuitif dan Manfaatnya
Perilaku makan dengan berkesadaran dapat disebut sebagai perilaku makan yang lebih adaptif karena individu mengandalkan sinyal-sinyal fisiologis berupa rasa lapar dan rasa kenyang untuk makan maupun menghentikan aktivitas makan. Jika memerhatikan lebih lanjut penjelasan sebelumnya, nampak kandungan manfaat dari perilaku makan intuitif. Manfaat dari perilaku makan intutif berkaitan erat dengan faktor-faktor atau struktur pembentuk perilaku makan intuitif yaitu izin tanpa syarat untuk makan, makan karena didasari kebutuhan fisik bukan emosional, dan bergantung pada isyarat lapar dan isyarat kenyang secara fisik untuk menentukan kapan serta seberapa banyak makan (Cadena-Schlam & López-Guimerà, 2015; Tylka, 2006).
Perilaku makan intuitif menimbulkan manfaat yang baik bagi tubuh maupun secara psikologis yang lebih sejahtera. Adapun manfaat secara fisik terkait perilaku makan intuitif diantaranya adalah rendahnya kadar trigliserida dalam darah, kadar kolesterol total dan kolesterol LDL (Low-density Lipoprotein Cholesterol) yang rendah, profil lipid darah yang lebih baik, menurunnya tekanan darah diastolik, berkurangnya risiko kardiovasular, serta rendahnya indeks massa tubuh (Andrew, Tiggeman, & Clark, 2014; Cadena-Schlam & López-Guimerà, 2015; Dyke & Drinkwater, 2013; Hawks, Madanat, Hawks, & Harris, 2005). Selanjutnya, manfaat bagi psikologis juga dapat diperoleh melalui makan secara intuitif antara lain menjadi lebih puas terhadap tubuhnya dan kurang merasa tertekan terhadap bentuk tubuh ideal yang berlaku di masyarakat umum, tidak mengkondisikan self-worth berdasarkan bentuk dan citra tubuh, afek positif, strategi koping proaktif, optimism (Cadena-Schlam & López-Guimerà, 2015). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa individu yang makan secara intuitif baik laki-laki maupun perempuan, menunjukkan adanya motivasi awal untuk aktif secara fisik (beraktifitas fisik) secara sukarela (Gast, Madanat, & Nielson, 2012; Gast, Bielson, Hunt, & Leiker, 2015). Peneliti lain mempertegas melalui hasil temuannya bahwa perilaku makan intuitif atau individu yang makan secara intuitif menunjukkan penyesuaian psikologis yang lebih baik, rendahnya distress secara psikologis, selain BMI (Body Mass Index) yang rendah (Tylka, Calogero, & Daníelsdóttir, 2015).
Referensi:
Andrew, R., Tiggemann, M., Clark, L. (2014). Predictors of intuitive eating in adolescent girl, Journal of Adolescent Health, 56, 209-214.
Cadena-Schlam, L & López-Guimerà, G. (2015). Intuitive eating: an emerging approach to eating behavior, Nutrición Hospitalaria, 31(3), 995-1002.
Dyke, N. V., Drinkwater, E. J. (2013). Relationships between intuitive eating and health indicators, Public Health Nutrition, 1-10, doi:10.1017/S1368980013002139.
Gast, J., Madanat, H., Nielson, A. C. (2012). Are men more intuitive when it comes to eating and physical activity?, American Journal of Men’s Health, 6(2), 164-171.
Gast, J., Nielson, A. C., Hunt, A., Leiker, J. J. (2015). Intuitive eating: associations of physical activity motivation and BMI, American Journal of Health Promotion, 29(3), 2015.
Hawks, S., Madanat, H., Hawks, J., & Harris, A. (2005). The relationship between intuitive eating and health indicators among college women, American Journal of Health Education, 36(6), 331-336.
Tylka, T. L. (2006). Development and psychometric of measure of intuitive eating, Journal of Counseling Psychology, 53(2).
Tylka, T. L., Calogero, R. M., Daníelsdóttir, S. (2015). Is intuitive eating the same as flexible dietary control? their links to each other and well-being could provide an answer, Elsevier Appetite, 95, 166-175.