ISSN 2477-1686

Vol.5 No. 17 September 2019  

 

Langkah Mengatasi Kecemasan Melalui

Pendekatan REBT

Oleh

Vivi Rianti dan Ike Febriany Dharmawan

Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia Y.A.I

 

Istilah ketakutan dan kecemasan biasanya digunakan secara bergantian oleh kebanyakan orang. Kemudian para psikolog membuat pembedaan istilah tersebut dalam konteks yang lebih klinis. Ketakutan (fear) lebih mengacu pada faktor biologis yang didasarkan pada respon kewaspadaan terhadap situasi yang membahayakan. Sebaliknya, kecemasan (anxiety) lebih berorientasi pada masa depan dan lebih bersifat umum. Kecemasan itu lebih mengacu kepada kondisi ketika seorang individu merasakan kekhawatiran, kegelisahan, ketegangan dan rasa tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan akan terjadinya sesuatu yang buruk.

Hampir satu abad yang lalu, Sigmund Freud memperkenalkan istilah neurosis atau kecemasan. Ia kemudian membedakan asal kecemasan itu ke dalam dua hal. Pertama, kecemasan yang dihasilkan dari libido yang terbendung dan yang kedua kecemasan yang ditandai dengan rasa kekhawatiran atau ketakutan yang berasal dari pikiran atau harapan yang terepresi. Kecemasan itu lebih berhubungan dengan faktor psikologis ketimbang faktor fisologis. Lebih lanjut, dijelaskan oleh Kessler (dalam Halgin & Whitbourne, 2010) bahwa kecemasan itu muncul dengan melibatkan komponen kognitif dan afektif pada diri seseorang. Jika kecemasan pada diri orang tersebut tidak ditangani dengan baik, dikhawatirkan nantinya akan dapat memengaruhi kemampuan dirinya dalam menjalani kehidupan sehari-hari, karena ia akan jatuh ke dalam kondisi maladaptif yang tentu saja akan mempengaruhi kehidupan.

Pendekatan REBT

Borkovec & Ruscio (dalam Gladding, 2015) menyebutkan bahwa salah terapi yang yang dapat digunakan untuk mengarahkan seseorang belajar mengenali pikiran yang menimbulkan kecemasan adalah dengan mencari alternatif bentuk kecemasan lain yang lebih rasional. Lebih lanjut Ellis (dalam Gladding, 2015) memperkenalkan terapi Rational Emotive Rational Therapy (REBT) yang dapat digunakan oleh psikolog dalam membantu seseorang mengatasi pikiran irasional sebagai akar munculnya kecemasan, karena REBT mengangap manusia itu sebagai sosok yang rasional sekaligus irasional atau masuk akal sekaligus gila. Tujuan utama REBT adalah fokus kepada membantu orang untuk menyadari bahwa mereka dapat hidup lebih rasional dan produktif. Ellis menekankan bahwa ada beberapa langkah di dalam melakukan REBT diantaranya adalah:

1.    Langkah pertama dengan menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai dan sikapnya. Menunjukkan secara kognitif bahwa klien telah memasukkan banyak “keharusan”, “sebaiknya” dan “semestinya”. Klien harus belajar memisahkan keayakinan-keyakinannya yang rasional dari keyakinan-keyakinan irasionalnya. Agar klien mencapai kesadaran, terapis berfungsi sebagai kontrapropagandis yang menantang propaganda yang mengalahkan diri yang oleh klien pada mulanya diterima tanpa ragu sebagai kebenaran. Terapis mendorong, membujuk dan suatu saat bahkan memerintah klien agar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang akan bertindak sebagai agen kontra propaganda.

2.    Langkah kedua dengan membawa klien ke seberang tahap kesadaran dengan menunjukkan bahwa dia sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosional untuk tetap aktif dengan terus menerus berikir secara tidak logis dan dengan mengulang-ulang kalimat-kalimat yang mengalahkan diri dan yang mengekalkan pengaruh masa kanak-kanak. Dengan kata lain karena klien tetap mendoktrin diri maka ia bertanggung jawab atas permasalahan yang terjadi. Terapis tidak cukup hanya menunjukan kepada kliennya bahwa klien memiliki proses-proses yang tidak logis, sebab klien cenderung mengatakan sekarang saya mengerti bahwa saya memiliki ketakutan dakan kegagalan bahwa ketakutan ini berlebihan dan tidak realistis.

3.    Langkah ketiga terapis berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya dan meninggalkan gagasan-gagasan irasionalnya. Keyakinan-keyakinan yang tidak logis itu berakar dalam sehingga bisanya klien tidak bersedia mengubahnya sendiri. Terapis harus membantu klien untuk memahami hubungan antara gagasan-gagasan yang mengalahkan diri dan filsafat-filsatnya yang tidak realistis yang menjurus kepada penyalahan diri.

4.    Langkah ke empat menantang klien untuk mengembangkan filsafat-filsafat hidup yang rasional, sehingga ia bisa menghindari kemungkinan menjadi korban keyakinan-keyakinan yang irasional. Menangani masalah-masalah atau gejala-gejala yang spesifik saja tidak menjamin bahwa masalah lain tidak akan muncul. Yang kemudian diharapkan adalah terapis menyerang inti pikiran irasional dan mengajari klien bagaimana menggantikan keyakinan dan sikap irasional menjadi rasional.

REBT yang dikembangkan oleh Ellis bukan hanya untuk membantu klien mengidentifikasi kayakinan-keyakinan yang tidak rasional yang secara terus menerus akan menggiring mereka kepada perasaan tidak bahagia, cemas dan sebagainya, namun REBT dapat membantu mengarahkan klien untuk menyadari bahwa mereka berhak untuk menantang keyakinan irasional tersebut. Keyakinan irasional dapat diganti dengan keyakinan yang lebih rasional yang nantinya akan menghasilkan perasaan yang lebih tenang dan bahagia.

 

Referensi:

Gladding, S. T. (2015). Konseling profesi yang menyeluruh: Edisi keenam. Jakarta: PT. Indeks.

 

Halgin, R. P & Whitbourne, S. K. (2012). Psikologi abnormal perspektif klinis pada gangguan psikologis. Jakarta: Salemba Humanika.

 

Kaplan. H. I, Sadock B. J, Grebb, A. M. (2010). Sinopsis psikiatri. Jilid 2. Tangerang: Binarupa Aksara.

 

Millon, T & Everly, G. S. (1985). Personality and its disorders: A biosocial learning approach. United States of America: Published Simultaneously in Canada.