ISSN 2477-1686
Vol.5 No. 14 Juli 2019
Ketangguhan Mental Bukan Sebatas Resiliensi
Oleh
Devi Jatmika
Program Studi Psikologi, Universitas Bunda Mulia
Upaya mencapai kesuksesn tidak terlepas dari kagagalan berkali-kali dan tantangan-tantangan yang perlu dilewati. Namun, yang menentukan berhasil atau tidaknya kita dapat mencapai tujuan dan kesuksesan yang diimpikan adalah kerja keras dan daya juang. Kemudahan teknologi turut mendukung mindset untuk mencari cara instan, cepat tanpa melalui proses yang memakan waktu dan tenaga. Tidak jarang kita temui, ketika mereka tidak menemukan jalan keluar, menghindar atau melarikan diri dari masalah menjadi solusi. Namun, tentu saja tidak semua generasi muda saat ini seperti itu. Saat ini banyak atlet-atlet muda dan berprestasi di kancah nasional dan international, tentunya mereka pun melalui masa-masa latihan yang sulit, menguras tenaga dan mental.
Muhammad Zohri merupakan salah satu atlet yang berhasil mengharumkan nama Indonesia di dunia olahraga lari. Ia berhasil menjadi juara duni U-20 dengan kecepatan lari 10,18 detik. Disiplin dan ketekunan dari Zohri menjadi kunci keberhasilannya. Zohri mulai berlatih lari sejak SMP, mulai dari subuh pagi hingga jam 7 dan di sore hari jam 4 hingga jam 7 malam, berlarian di pantai tanpa alas kaki (A’yuni, 2018). Secara psikologis, ia juga harus melatih mental dan memotivasi diri. Lalu, apa yang dapat kita pelajari dari atlet-atlet muda Indonesia yang berprestasi seperti Zohri?
Model 4C mengenai ketangguhan mental dikemukakan oleh Clough (dalam Perry, 2017) yang melakukan wawancara kepada atlet-atlet profesional. Hasil wawancara diketahui ketangguhan mental adalah sesuatu yang lebih dari resiliensi. Ketangguhan mental bukan hanya bangkit kembali tetapi terdapat elemen proaktif di dalamnya. Model 4C tentang ketangguhan mental meliput:
1. Tantangan (Challenge): Sejauh mana Anda melihat tantangan, perubahan, keragaman sebagai kesempatan-kesempatan.
Anda terbiasa dilatih oleh pemimpin, mentor atau pelatih yang handal dan disukai. Anda dapat berprestasi dan mengasah keterampilan-keterampilan karena arahannya. Namun suatu hari pemimpin, mentor atau pelatih ini pergi atau tidak mengajar lagi dan digantikan oleh orang lain. Hal ini akan menjadi tantangan di dalam pola pikir, apakah penggantian pemimpin akan menjadi bumerang keberhasilan Anda atau justru mendukung? Ketika kita melihatnya sebagai kesempatan, kita akan lebih menempatkan usaha dan bertahan lebih lama untuk mencapai tujuan-tujuan kita. Jika kita melihatnya sebagai ancaman, kita akan menghindar darinya. Tantangan berhubungan dengan optimisme (Nichollas et al dalam Perry, 2017), semakin tangguh mental seseorang maka ia kan semakin optimis dan pesimisme menjadi berkurang.
2. Komitmen (Commitment): Sejauh mana Anda menepati janji dan menjaga janji-janji tersebut.
Pada kasus Zohri, ia melakukan latihan lari di pantai dengan jam yang sama secara rutin, tentunya hal ini menguras mental dan lelah secara fisik. Namun, Zohri tetap berkomitmen melakukan latihannya. Orang yang tangguh mental akan tetap melakukan apa yang telah dikatakannya dan tidak akan menyerah.
3. Kontrol (Control): sejauh mana anda yakin bahwa Anda yang mengelola apa yang terjadi pada anda dan mengelola emosi ketika melakukannya. Kegagalan yang terjadi bukan faktor keberuntungan atau tidak beruntung. Learned helplesness adalah suatu keadaan mental saat individu tidak dapat menerima bahwa mereka memiliki kontrol atas situasi yang umumnya dapat dikontrol. Keadaan mental inilah yang perlu diubah agar kita menjadi pribadi yang optimis, bukan hanya memprediksi namun dapat menciptakan apa yang menjadi tujuan kita. Mengontrol emosi meliputi emosi marah, frustasi, takut dan lainnya. Mengontrol emosi berarti individu memilih bagaimana emosi itu ditunjukkan dan bagaimana dampaknya. Kemampuan mengontrol emosi berkaitan dengan emotional intelligence yang dimiliki seseorang.
4. Kepercayaan diri (Confidence): sejauh mana Anda yakin Anda memiliki kemampuan untuk menghadapi apa yang akan ditemui dan kekuatan diri untuk tetap pada pendirian ketika dibutuhkan. Kepercayaan diri akan kemampuan diri untuk mencapai tujuan dan kepercayaan diri untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain dalam sebuah tim.
Ketangguhan mental dapat dikembangkan dengan adanya lingkungan yang mendukung. Walaupun beberapa penelitian ketangguhan mental dilakukan pada sampel atlet, pada konteks umum dapat juga diterapkan. Pada konteks penelitian kepada atlet, Crust dan Clough (dalam Perry, 2017) penting untuk menyediakan lingkungan yang menantang namun juga suportif, memiliki dukungan sosial yang suportif dan mendorong refleksi atas perilaku dan latihan yang dilakukan. Pelatih juga memiliki peran penting dengan menciptakan lingkan fisik yang mendorong ketangguhan (contoh: latihan berkompetisi, latihan fisik yang sulit), lingkungan dengan mental yang positif (contoh: suasana yang meningkatkan kepercayaan diri, harapan yang tinggi) dan menyediakan kesempatan belajar (contoh: mengamati orang lain yang tangguh) (Weinberg, Butt, & Culp, 2011). Teknik imagery dan modeling juga memiliki dampak positif terhadap pengembangan ketangguhan mental. Imagery digunakan untuk tetap fokus, membangun self-belief dan meningkatkan keinginan untuk mencapai tujuan. Selain itu, dalam pengembangan self-belief yang merupakan elemen dari ketangguhan mental, penting bagi atlet mendapat kesempatan untuk mengamati kinerja diri sendiri dan pencapaian saaat ini namun juga mengamati kesuksesan atlet lainnya.
Pengembangan ketangguhan mental pada konteks umumnya pendidikan dan perkembangan anak, sebagai orang tua, dan guru tentunya menjadi pelatih untuk anak-anak didik mereka. Perilaku orang tua yang mendorong anak untuk berani dan menjadi mandiri ditentukan dengan stimulus-stimulus dan latihan eksplorasi terhadap dunia, tentunya dengan feedback dan bimbingan pula kepada anak mereka. Di sekolah, dengan lingkungan yang lebih luas, adanya kurikulum pendidikan yang mendorong praktek dan interaksi dengan masalah sosial, tantangan bukan tekanan, role model dan suasana kompetitif untuk siswa serta penghargaan untuk meningkatkan self-belief siswa tentunya dapat menciptakan generasi muda yang tangguh. Begitupula di dunia industri dan organisasi, peran pemimpin menjadi kunci untuk menciptakan strategi karyawan yang tangguh. Karyawan perlu memahami goal/ tujuan mereka bekerja di perusahaan, cara untuk mencapai goals, tantangan dengan suasana kompetitif untuk menciptakan inovasi dan ide-ide baru serta sistem feedback dan penghargaan positif akan meningkatkan kinerja karyawan.
Referensi
A’yuni, N. Q. (2018). Menu Latihan Zohri Tiap Hari: Lari Telanjang Kaki di Pantai. Diunduh dari https://www.msn.com/id-id/kesehatan/running/menu-latihan-zohri-tiap-hari-lari-telanjang-kaki-di-pantai/ar-BBL4gey
Perry, J. L. (2017). Sport psychology: A complete introduction. London: John Murray Learning
. (2011). Coaches' views of mental toughness and how it is built. International Journal of Sport and Exercise Psychology, 9(2), 156-172, DOI: 10.1080/1612197X.2011.567106