ISSN 2477-1686  

 

   Vol.5 No. 13 Juli 2019

Internet di Mata Remaja

Oleh

Zulfa Febriani, Melok Roro Kinanthi, Octaviani I. Ranakusuma

Fakultas Psikologi, Universitas YARSI

 

Internet menjadi seperti bagian dari makanan sehari-hari di kehidupan kita. Ia dapat digunakan untuk mencari informasi, berkomunikasi, hiburan, mengekspresikan diri, bahkan berbelanja, memesan tiket, dan melakukan transaksi lainnya. Populasi penggunanya meliputi hampir semua kalangan usia. Hasil survey APJII per April 2019 menyatakan bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 64,8% dari populasi. Mayoritas penggunanya berusia 15-19 tahun (Pratomo, Mei 2019). Sejalan dengan survey Kominfo dan UNICEF yang menyatakan bahwa sekitar 30 juta anak dan remaja menggunakan internet dan sebagain besar mengakses melalui ponsel pribadi (Broto, Februari 2014).

Survey Hootsuite dan We Are Social menunjukkan bahwa 58% pengguna internet merupakan pengguna aktif media sosial. Mereka menghabiskan waktu sekitar delapan jam untuk mengkases internet dan sekitar 3 jam untuk media sosial (Orenzi, Februari 2019). Apabila remaja merupakan pengakses internet terbanyak, maka dapat disimpulkan remaja juga termasuk pengguna terbanyak media sosial.

Penggunaan internet untuk media sosial bagi remaja dapat melibatkan mereka dalam perilaku online beresiko yang menurut Berson dan Berson (dalam Paluckaite & Zardeckaite-Matulaitiene, 2016) merupakan aktivitas online atau tindakan yang berbahaya dan menyebabkan ancaman terhadap penggunanya. Hal ini berupa serangkaian pengalaman yang disengaja atau tidak disengaja, termasuk paparan pornografi, muatan online kebencian, rasis, kekerasan atau menyakiti, kontak yang tidak sesuai dan berpotensi bahaya melalui pelecehan atau perilaku menarik perhatian, dan tindakan mencari perhatian dengan perilaku bermasalah seperti bullying antar teman, melanggar privasi, dan sebagainya (Liau, dkk., Livingstone & Haddon, Ybarra, dalam Livingstone & Helsper, 2008). Livingstone dan Haddon (2009) menyatakan bahwa perilaku online beresiko yang terkait konten seksual merupakan yang terbanyak kedua setelah memberikan informasi personal. Perilaku online beresiko berikutnya adalah konten kebencian dan kekerasan, bullying disertai menerima komentar secara seksual/ yang tidak dikehendaki, dan yang terakhir adalah melakukan pertemuan langsung dengan teman yang dikenal melalui online.

Berdasarkan paparan resiko tersebut, penulis melakukan psikoedukasi kepada sejumlah remaja di daerah Jakarta Pusat. Mereka berjumlah 18 orang dan berada pada rentang usia 12-15 tahun. Ketika kami bertanya kepada mereka apakah mereka menggunakan internet. Semua menjawab ya, dan hampir semua menjawab menggunakannya untuk media sosial. Hanya satu orang yang menjawab untuk tugas sekolah. Walaupun mereka semua berada pada kelompok sosial bawah, mereka mengakses internet menggunakan ponsel.

Kami memberikan angket kepada mereka untuk diisi terkait aktivitas mereka dalam berinternet. Secara aktivitas online beresiko, yaitu mencari teman baru, menambah daftar teman dari seseorang yang tidak ditemui tatap muka, memberi informasi personal, foto dan video kepada seseorang yang tidak dikenal tatap muka, sebanyak 23,1% mengaku tidak terlibat dalam aktivitas tersebut. Sebanyak 53,9% melakukannya kurang dari sekali-dua kali dalam sebulan, 15.4% melakukannya sekali-dua kali dalam sebulan, dan 7,7% melakukannya sekali-dua kali dalam seminggu. Untuk aktivitas online beresiko berkaitan dengan konten seksual pasif (menerima, diminta, atau diajak membahas kata-kata, gambar, video yang bermuatan seksual atau diminta mengirimkan gambar atau video yang menampakkan bagian tubuh pribadi yang vital), sebanyak 46,2% mengaku tidak pernah, 46,2% mengaku melakukannya kurang dari sekali-dua kali dalam sebulan, dan 7,7% melakukannya sekali-dua kali dalam sebulan. Sementara untuk aktivitas online beresiko aktif (mengirim pesan, memposting, mengajak diskusi, mengirimkan gambar atau video konten seksual atau bagian tubuh pribadi yang vital, atau meminta seseorang menunjukkan padanya bagian tubuh yang vital), sebanyak 84% mengaku tidak pernah melakukannya, sebanyak 7,7% melakukannya kurang dari sekali-dua kali dalam sebulan, dan 7,7% melakukannya sekali-dua kali dalam seminggu. Tiga aktivitas online beresiko ini saja yang penulis jadikan isu sebagaimana aktivitas ini juga merupakan yang tertinggi menurut Livingstone dan Haddon (2009).

Kami memberikan penjelasan kepada remaja tersebut mengenai internet dan hal-hal positif dan negatif dalam penggunaannya. Kami menjelaskan dan memberi ilustrasi mengenai dampak  penggunaan internet secara kesehatan fisik, mental, kecanduan yang ditimbulkan dan bagaimana itu terjadi, serta memberikan tips mengenai penggunaannya secara aman dari sisi jaringan maupun dari segi interaksi sosial.

Usia peserta masih berada di tahap remaja awal dan jawaban mereka menunjukkan adanya keterlibatan dalam perilaku online beresiko, meskipun jumlah peserta sedikit. Para orang tua khususnya dan para pendidik, para pemangku kepentingan dan penentu kebijakan, serta para penyebar informasi dunia digital pada umumnya perlu tetap memberikan perhatian dan melakukan upaya-upaya yang diperlukan dalam membentengi generasi penerus bangsa dari dampak negatif penggunaan internet.  

 

*Artikel ini merupakan salah satu hasil kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat yang didanai oleh Yayasan Universitas YARSI.

 

Referensi:

Broto, G.S.D. (2014). Riset Kominfo dan UNICEF Mengenai Perilaku Anak dan Remaja Dalam Menggunakan Internet. Diakses dari https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3834/Siaran+Pers+No.+17-PIH-KOMINFO-2- 2014+tentang+Riset+Kominfo+dan+UNICEF+Mengenai+Perilaku+Anak+dan+Remaja+Dalam+Menggunakan+Internet+/0/siaran_pers. 

 

Livingatome, S. & Haddon, L. (2009). EU Kids Online and EU Kids Online II. Zeitschrift fur Psychologie (Horizons), 217 (4), 4-7.

 

Livingstone, S. & Helsper, E.J. (2008). Parental mediation of children’s internet use. Journal of Broadcasting and Electronic Media, vol. 52 (4), 581-599, DOI:10.1080/08838150802437396.

 

Orenzi, B. (Februari, 2019). Statistik pengguna digital dan internet Indonesia 2019. Diakses dari https://www.boc.web.id/statistik-pengguna-digital-dan-internet-indonesia-2019/.

 

Paluckaite, U. & Zardeckaite-Matulaitine, K. (2016). Students’ engagement in risky online behavior: The comparison of youth and secondary schools. The European Proceedings of Social and Behavioral Sciences. www.researchgate.net

 

Pratomo, Y. (Mei, 2019). APJII: Jumlah Pengguna Internet di Indonesia Tembus 171 Juta Jiwa. Diakses dari https://tekno.kompas.com/read/2019/05/16/03260037/apjii-jumlah-pengguna-internet-di-indonesia-tembus-171-juta-jiwa