ISSN 2477-1686
Vol.5 No. 12 Juni 2019
School Well Being adalah Sekolah Impianku
Oleh
Ni Made Sukma Anggreni, Aria Saloka Immanuel
Program Studi Sarjana Psikologi, Universitas Udayana
Success is not key to happiness. Happiness is the key to success. If you love what are you doing, you will be successful
-@yourstudymates-
Kasus kekerasan di dunia pendidikan kembali menjadi sorotan kelamnya dunia pendidikan di Indonesia. Indonesia menjadi negara tertinggi dengan kasus kekerasan di sekolah. Hal itu dibuktikan dengan 84 persen anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Angka ini berdasarkan data yang dirilis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menurut survei International Center for Research on Women (ICRW). Angka kasus kekerasan di sekolah di Indonesia ini lebih tinggi dari Vietnam (79 %), Nepal (79 %), Kamboja (73 %), dan Pakistan (43 %) (KPAI, 2017). Hal ini didukung pula dari data bidang pendidikan, kasus anak pelaku kekerasan dan bullying yang paling banyak terjadi di sekolah.
Bullying yang marak terjadi di Indonesia berdasarkan dari pengaduan terbanyak yaitu dari daerah Jabodetabek sebanyak 21%. Adapun wilayah asal pengaduan selain Jabodetabek adalah Bandung, Bali, Yogjakarta, Lombok Timur, dan Palu (Sindo News, 2018). Remaja di Bali juga tidak lepas dari kasus bullying yang kasus ini, terjadi pada remaja usia 15 tahun di Denpasar, yang tega membunuh temannya sendiri karena dendamnya kepada korban. Pelaku juga mengaku kerap menjadi target bullying korban sejak kelas satu SMP (Zakiyah, Humaedi, & Santoso, 2017). Bullying merupakan masalah kompleks dalam kehidupan siswa-siswi sekolah. Hasil penelitian mengungkap bahwa bullying dianggap sebagai masalah serius dalam bidang akademik dan dapat mengakibatkan dampak yang negatif pada proses pembelajaran, sehingga mempengaruhi kesejahteraan emosional, sosial, dan fisik anak-anak usia sekolah di seluruh dunia (Al-Raqqad, Al-Bourini, Al-Talahin & Aranki , 2017). Permasalahan tersebut memerlukan upaya untuk memutus rantai bullying di lingkungan sekolah. Berbagai kajian ilmu berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan proses pembelajaran yang menyenangkan, dengan menciptakan aspek-aspek kesejahteraan psikologis bagi siswa yaitu dengan program school well-being.
Lalu, apa yang sekolah dapat lakukan?
Secara psikologis, pembelajaran yang menyenangkan akan membawa situasi belajar mengajar menjadi nyaman dan harmonis. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara kebahagiaan dan peningkatan prestasi siswa (Tabbodi, Rahgozar, Abadi, 2015) Di samping itu, melalui pembelajaran yang menyenangkan adanya interaksi antara pendidik dan peserta didik dapat berjalan dengan lancar. Kondisi yang seperti ini secara alami akan menumbuhkan semangat belajar siswa yang tinggi dan memotivasi mereka untuk terlibat secara aktif dalam setiap proses belajar mengajar. Lingkungan sekolah memiliki peranan penting dalam suatu proses keberhasilan belajar siswa disekolah. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa adalah school well-being. Program school well-being sangat penting diterapkan karena siswa akan bahagia dan sejahtera saat mengikuti pembelajaran disekolah, selain itu siswa dapat berkontribusi aktif di sekolah. Sekolah dapat menerapkan school well-being yang terbagi dalam empat komponen menurut Konu dan Rimpela (dalam Khatimah, 2015) yaitu:
Having (Kondisi Sekolah)
Having meliputi lingkungan fisik di sekitar sekolah dan di dalam sekolah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa iklim sekolah yang dibangun sebagai tempat siswa belajar sangat baik, maka perilaku siswa untuk melakukan bullying sangat rendah (Usman, 2013). Iklim sekolah yang baik terdapat komunikasi yang efektif antara pimpinan sekolah, guru, staff, dan para siswa serta terciptanya sekolah yang aman dan nyaman akan meminimalisir terjadinya perilaku bullying di antara para siswa. Sekolah seharusnya menerapkan lingkungan yang aman, nyaman, memperhatikan kebisingan, ventilasi, suhu udara, dapat dilakukan dengan mendekorasi ruangan kelas yang terlihat ceria, berbagai hasan dinding. Aspek lain yang berkaitan dengan pembelajaran adalah kurikulum, kegiatan/aktivitas kelompok, dan jadwal pemberian tugas. Selain itu, penting untuk memberikan pelayanan kepada siswa seperti makan siang di sekolah, wali kelas yang ramah dan tersedia guru bimbingan konseling.
Loving (Hubungan Sosial)
Loving merujuk pada kondisi lingkungan sosial, yang erat kaitannya hubungan siswa dengan teman sekelas, hubungan guru dengan siswa, dinamika pada suatu kelompok, membangun kerjasama yang efektif antara warga sekolah dan orang tua siswa. Suasana hubungan sosial dengan teman sebaya yang tidak sehat serta kurangnya dukungan dari lingkungan sosial akan berdampak signifikan pada resiko terjadinya perilaku bullying (Putri, Nauli, & Novayelinda, 2015). Hal ini dikarenakan interaksi antara teman sebaya dapat memperkenalkan kepada anak mengenai perilaku saling memberi dan menerima, yang sangat penting untuk memupuk sosialisasi dan menekan agresi. Pentingnya membangun kedekatan antara kelompok teman sebaya (peer group) juga diperlukan dalam hal ini, sehingga hubungan yang baik perlu dipupuk untuk menciptkan kenyamanan bagi siswa di sekolah.
Being (Pemenuhan diri)
Being atau pemenuhan diri di sekolah, dalam konteks ini siswa dapat mempertimbangkan sebagai anggota yang sama pentingnya dari komunitas sekolah. Siswa seharusnya berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di sekolahnya. Kesempatan dalam pengambilan keputusan penting untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bagi siswa dan sekolah mendukung siswa setiap proses pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan semakin baik tingkat pengetahuan siswa tentang bullying maka akan dapat meminimalkan atau menghilangkan perilaku bullying (Kholilah, 2012). Media pengetahuan ini, dapat dibuat dengan media cetak berupa buku panduan guna mencegah bullying dengan menerapkan lima keterampilan, yaitu keterampilan mengelola emosi, keterampilan menumbuhkan empati, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan berperilaku asertif, dan keterampilan meningkatkan kesadaran diri (Rochma & Nuryono, 2017). Hal ini juga meningkatkan pengembangan dalam peminatan siswa seperti mengefektifkan kembali ekstrakulikuler di sekolah, sehingga siswa dapat mengembangkan soft skills yang dimiliki.
Health (Status kesehatan)
Health meliputi aspek fisik dan mental berupa simptom psikosomatis, penyakit kronis serta penyakit ringan. Siswa seharusnya mendapatkan kepedulian terkait dengan isu-isu kesehatan di sekolah. Sekolah perlu mengefektifkan dan mendukung program-progam UKS yang berfokus untuk meningkatkan drajat kesehatan siswa, sehingga siswa dapat belajar dengan kondisi fisik dan jiwa yang sehat. Selain itu, pentingnya tersedianya layanan konseling dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dengan empat tingkatan intervensi utama secara universal, adanya target, intensif, dan hingga pada saat krisis. Namun, hal tersebut harus sesuai dengan kebutuhan siswa serta memerlukan kerjasama dengan berbagai komunitas atau institusi. (Chistner & Mennuti, 2009)
Kesimpulan
Sekolah perlu memperhatikan keempat indikator school well-being di atas dalam penanggulangan permasalahan bullying yang ada di sekolah, sehingga hal ini memberikan kemudahan dalam peningkatan kualitas pembelajaran dan berujung pada capaian prestasi siswa yang gemilang. Pendidik harus diberi pembekalan mengenai metode pembelajaran yang menyenangkan dan memperhatikan aspek-aspek kesejahtraan siswa di sekolah, sehingga “sekolah impian” yaitu sekolah yang menyenangkan dengan memperhatikan aspek-aspek psikologis dapat terwujud secara nyata dan berkelanjutan.
Referensi:
Al-Raqqad, H.K., Al-Bourini E.S., Al Talahin, F.M., & Aranki, R.M.E. (2017). The impact of school bullying on students’ academic achievement from teachers point of view. International Education Studies, 10(16), 44-50, doi: 10.5539/ies.v10n6p44.
Chistner,R.W, & Mennuti, R.B. (2009). School-based mental health. New York: Routledge Taylor and Prancis Group.
Khatimah, H. (2015). Gambaran school well-being pada peserta didik program kelas akselerasi di SMA Negeri 8 Yogyakarta. Jurnal Psikopedagogia 4(1), 20-24.
Kholilah, M. (2012). Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Bullying Dengan Perilaku Bullying Pada Siswa Kelas Xi Di Sma Semen Gresik. Thesis. Surabaya: Universitas Nadhlatul Ulama (Tidak dipublikasikan).
Komisi Perlindungan Anak Indonesi. (2017). Indonesia Peringkat Tertinggi Kasus Kekerasan di Sekolah. Retrivied from http://www.kpai.go.id/berita/indonesia-peringkat-tertinggi-kasus-kekerasan-di-sekolah.
Nasional Tempo. (2018). Hari Anak Nasional, KPAI Catat Kasus Bullying Paling Banyak. Retrivied from https://nasional.tempo.co/read/1109584/hari-anak-nasional-kpai-catat-kasus-bullying-paling-banyak
Putri, H.N., Nauli, F.A., & Novayelinda, R. (2015). Faktor–Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Bullying Pada Remaja. JOM, 2(2), 1149-1159.
Rochma,H., & Nuryono, W. (2017). Pengembangan Buku Panduan Keterampilan Pencegahan Bullying Untuk Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal BK Unesa, 7(3) 32-39.
Tabbodi, M., Rahgozar H., & Abadi, M.M.M. (2015). The Relationship between Happiness and Academic Achievements . European Online Journal of Natural and Social Sciences, 4(1), 241-246.
Usman, I. (2013). Kepribadian, Komunikasi, Kelompok Teman Sebaya, Iklim Sekolah Dan Perilaku Bullying. Jurnal Humanitas, 10(1), 51-60.
Zakiyah, E.Z., Humaedi, S., & Santoso, M.B. (2017). Faktor Yang Mempengaruhi Remaja Dalam Melakukan Bullying. Jurnal Penelitian & PPM 4(2), 129-389.