ISSN 2477-1686  

   Vol.5 No. 11 Juni 2019

 

Ketika Kreativitas dan Kerja Sama Berbuah

Hak Kekayaan Intelektual

 Oleh

Eko A Meinarno

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

Pendahuluan

Memasuki pertengahan tahun 2019 ini saya telah meraih beberapa pengakuan surat pernyataan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI). Namun harus ditekankan bahwa kesemuanya nyaris tidak ada yang saya kerjakan sendirian. Kesemuanya adalah hasil kolaborasi antara saya dan mahasiswa kelas yang saya ampu.

Karya-karya yang dihasilkan adalah wujud dari tugas-tugas yang mahasiswa kerjakan di kelas. Hasil dari mereka sangat luar biasa. Mereka mampu melihat hal-hal yang tidak terduga dari sudut pandang dosennya. Mereka bukan mesin perekam, justru mereka adalah individu yang mempunyai daya analisis yang baik. Pameo bahwa yang muda yang mempunyai ide-ide segar tampaknya tidak terlalu salah. Riset terhadap remaja menunjukkan kreativitas memang muncul di usia muda. Bahkan riset pada orang-orang jenius tetap mengindikasikan karya yang lebih banyak saat si jenius dalam usia muda daripada usia di atas 50 tahun.

Mengapa mereka mampu berpikir demikian? Pertama, potensi remaja ini yang kemudian menjadi fondasi berpikir bahwa aktivitas kelas dapat menghasilkan produk. Bukan sekedar produk biasa, tapi produk yang diakui oleh pihak luar khususnya negara. Untuk itu hal yang perlu diangkat adalah pola pikir kreatif dan produktif.  Inilah yang digunakan untuk melawan pola pikir bahwa bangsa ini “tidak bisa berbuat (membuat) apa-apa”. Padahal sebaliknya, usia remaja justru mempunyai banyak ide bahkan dalam penelitian (Doobs, 2011) ditemukan bahwa pola pikir remaja tidak ada bedanya dengan pola pikir orang dewasa. sebagai contoh jika dulu di kampung atau desa anak-anak dapat membuat mainan berdasar potensi alam sekitarnya, mengapa sekarang ketika menjadi remaja kota tidak muncul ide-ide yang sama? Padahal fasilitas atau perlengkapan di perkotaan jauh lebih memungkinkan. Kedua, tentang kreativitas. Ahli psikologi pendidikan dan kreativitas, seperti Munandar (1985) mengajukan empat alasan mengapa kreativitas penting bagi manusia. Pertama mewujudkan dirinya. Kedua, melihat beragam penyelesaian dari suatu masalah. Ketiga, memberikan kepuasan pada diri sendiri. Keempat, dengan kreativitas maka manusia meningkatkan kualitas hidupnya.

Kreativitas dalam Psikologi

Sebagaimana penjelasan Munandar (1985) tentang fungsi kreativitas bagi manusia, pada bagian ini akan dijelaskan secara singkat tentang kreativitas. Amabile (1983) mengajukan definisi kreativitas sebagai “kualitas produk atau tanggapan yang dinilai kreatif oleh pengamat yang sesuai, dan dapat juga dianggap sebagai proses yang oleh sesuatu yang hasilnya dinilai sebagai bentuk kreatif.” Amabile (1983) melanjutkan dengan mengajukan komponen-komponen kreativitas. Secara garis besar terdapat tiga komponen yakni yakni keterampilan domain yang relevan, keterampilan kreativitas yang relevan, dan motivasi terhadap tugas. 

Komponen keterampilan domain yang relevan di dalamnya terkandung pengetahuan, keterampilan teknis, dan talenta khusus dalam ranah yang ditanyakan. Perilaku pada komponen ini cenderung umum, bentuknya berupa kemampuan verbal dibandingkan keterampilan yang dapat digunakan untuk ranah umum.  Komponen keterampilan kreativitas yang relevan mengandung gaya berpikir, terapan heuristik untuk menjelajahi pola pikir baru dan cara bekerja. Pada bentuk perilaku dapat terlihat ada perilaku yang tidak umum dan eksentrik. Komponen motivasi terhadap tugas mengandung variabel-variabel yang mengarahkan pendekatan individual terhadap tugas. Kemampuan atau keterampilan yang tampil sangat khusus dan hanya pada bidang tertentu.

Pemicu dari kreativitas tidak lain adalah lingkungan sosial dari individu atau kelompok (Amabile & Pillemer, 2012). Kesemua komponen kreativitas dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Komponen keterampilan domain yang relevan, keterampilan kreativitas yang relevan misalnya dapat dipengaruhi oleh pelatihan, keteladanan, dan pengalaman yang dibentuk oleh lingkungan sosial (Amabile & Pillemer, 2012). Lebih jauh kreativitas dikatakan sebagai hubungan timbal balik antara hubungan antarmanusia dan kolaborasi (Purser & Montuori, 2000 dalam Glăveanu, 2010).

Apa Kaitan Kreativitas dan HaKI?

Kreativitas yang muncul dari mahasiswa kemudian diarahkan menjadi produk. Produk inilah yang kemudian dicatatkan ke Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Pada prinsipnya semua karya dapat diajukan Hak Kekayaan Intelektualnya. Pengaturan ini ada pada Pasal 41 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hasil karya yang dilindungi Hak Cipta meliputi banyak hal. Beberapa diantaranya adalah buku, pamflet, pidato dan semua hasil karya tulis lainnya; alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; karya seni seperti drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim. Kesemuanya berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.

Umumnya hasil karya mahasiswa sebatas mendapat skor yang berkontribusi pada lulus tidakya mahasiswa pada satu mata ajar. Dengan mengaitkan karya mahasiswa dengan pecatatan HaKI ini maka keterlibatan mahasiswa pada karyanya juga akan semakin kuat. Demikian pula dengan dosennya. Dosen juga dipaksa untuk memantau produk yang dihasilkan. Hal ini agar karya atau produk tidak menyalahi kaidah-kaidah kesopanan atau norma yang disepakati (misalnya masalah SARA).

Hal lain yang memaksa dosen untuk terlibat adalah ketika mengawal hasil karya tersebut ke pengelola pendidikan. Mulai dari program studi hingga fakultas, bahkan sampai ke tingkat universitas. Namun jangan khawatir, hal ini bukan sebuah penderitaan, tapi justru awal peningkatan kemampuan diri dosen dan mahasiswa. Jika berhasil, buah yang didapat adalah surat pernyataan HaKI. Selembar surat yang diterbitkan oleh negara inilah yang menjadi salah satu komponen peningkat dalam isian biodata dosen, juga untuk prodi, fakultas, dan sampai universitas. Di laman SINTA, saya masih belum mudah menemukan daftar HaKI (IPR) dosen dan mahasiswa. Dengan demikian ini adalah potensi yang masih sangat terbuka.

Penutup

Artikel ini hendak menggugah para dosen, bahwa akselerasi dari aktivitas kelas, kreativitas mahasiswa, arahan dosen, dan semangat dosen pengampu (tak lupa dukungan pengelola) akan menghasilkan produk atau karya yang berdaya guna. Jika belum berdaya guna bagi masyarakat, setidaknya secara teoretik terbukti di kelas dan kemudian diakui oleh negara melalui pencatatan HaKI. Dan HaKI salah satu komponen yang penting untuk memposisikan diri dan universitas di mata masyarakat (melalui SINTA). Dengan demikian, kreativitas dan HaKI menjadi sejalan.

Referensi

 

Amabile, T. M. (1983). The social psychology of creativity: A componential conceptualization. Journal of personality and social psychology, 45(2), 357.

Amabile, T. M., & Pillemer, J. (2012). Perspectives on the social psychology of creativity. The Journal of Creative Behavior, 46(1), 3-15.

Doobs, D. Otak nan rancak. National Geographic. Oktober 2011.

Glăveanu, V. P. (2010). Paradigms in the study of creativity: Introducing the perspective of cultural psychology. New ideas in psychology, 28(1), 79-93.

http://sinta2.ristekdikti.go.id/departments/afiliasi?kdprodi=73201&view=affiliation

 

Munandar, S. U. (1985). Mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah: penuntun bagi guru dan orang tua. Gramedia.