ISSN 2477-1686
Vol.5 No. 11 Juni 2019
Apakah Gaji Tinggi Mempengaruhi Tingkat Kepuasan Kerja Karyawan?
Oleh
Putri Nathasya Suryansyah, Sheila Salihatunnisa
dan Clara Moningka
Program Studi Psikologi, Fakultas Humaniora dan Bisnis, Universitas Pembangunan Jaya
Sebuah perusahaan tentunya menginginkan perusahaannya bisa maju dan berkembang. Perkembangan perusahaan tentunya tidak bisa terlepas dari sumber daya manusia di dalam perusahaan tersebut. Jika, sumber daya manusia di dalam perusahaan memiliki kinerja yang baik maka akan berdampak pula ke perkembangan perusahaan. Lalu, bagaimana caranya agar kinerja karyawan bisa baik?. Hal pertama yang harus diperhatikan yaitu mengenai kepuasan kerja karyawan itu sendiri. Ketika karyawan merasa dipuaskan oleh perusahaan maka karyawan tersebut akan memberikan kinerja yang baik pula untuk perusahaan tersebut. Kepuasan kerja adalah perasaan senang atau emosi yang positif sebagai hasil dari penilaian terhadap pekerjaannya atau pengalaman kerja. Terdapat tokoh lain yang mendefinisikan kepuasan kerja yaitu merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu faktor yang ada pada lingkungan pekerjaan itu sendiri dan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan. Faktor pertama yaitu lingkungan dalam pekerjaan meliputi beberapa hal antara lain karakteristik pekerjaan, lingkungan dalam perusahaan, peranan dalam perusahaan, konflik peran, upah, stres kerja. Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah faktor dari dalam individu sendiri, yaitu usia, jenis kelamin,kepribadian, dan person-job fit, yaitu perasaan kecocokan yang dimiliki karyawan antara karakteristik pekerjaan dan pribadi.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja di atas, hal yang pertama kali dipikirkan pasti gaji. Persepsi kita terkadang dengan memberikan gaji yang tinggi akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan tersebut. Ya, persepsi tersebut memang wajar karena gaji merupakan kebutuhan pokok untuk hidup. Karyawan pasti mempertimbangkan apakah ia akan digaji kecil maupun akan digaji besar. Untuk memperhatikan kepuasan kerja karyawannya juga perusahaan sangat memperhatikan kebutuhan karyawannya. Perusahaan akan mengutamakan gaji dan bonus untuk karyawannya. Akan tetapi, apakah gaji dan bonus yang diberikan perusahaan akan selalu mempengaruhi kepuasan kerja seorang karyawan?
Gaji yang tinggi dan bonus yang diberikan oleh perusahaan belum tentu dapat memnuhi kepuasan kerja karyawan terhadap perusahaannya. Karena terdapat penelitian yang memperoleh hasil bahwa peringkat tertinggi yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu kekompakkan dengan rekan kerjanya. Peringkat tertinggi selanjutnya yaitu dukungan dari rekan kerja. Sedangkan peringkat tertinggi ketiga yaitu peningkatan karir. Sedangkan, tiga peringkat bawah yang kurang dominan atau memiliki skor rata-rata kecil, diantaranya adalah dimensi gaji (pay), dimensi kurangnya penerapan norma-norma di lingkungan kerja (inadequate socialization), dan yang paling kurang dominan atau memiliki skor rata-rata paling kecil adalah dimensi kurangnya sumber daya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas (resource inadequacy). Dari wawancara dengan salah satu guru di sekolah A, penulis mengetahui bahwa gaji atau upah yang diterima olehnya tidak mempengaruhi kepuasan kerjanya. Ia menuturkan bahwa yang mempengaruhi kepuasan kerja mereka yaitu dukungan dari rekan kerja dan ia dapat mencapai tujuan yang telah ia tetapkan untuk siswa dan siswinya.
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan itu tidak selalu dengan gaji. Data di atas menunjukkan bahwa yang memengaruhi kepuasan kerja karyawan itu lingkungan pekerjaan itu sendiri. Ketika seseorang dapat menjalin relasi yang baik dengan rekan kerjanya, dapat bekerja sama dengan rekan kerjanya, dan mendapat dukungan dengan rekan kerjanya, maka karyawan tersebut akan bekerja dengan nyaman. Ketika pekerja dapat bekerja dengan nyaman, maka karyawan tersebut akan memberikan kinerja yang baik pula untuk perusahaan.
Kesejahteraan Psikologis Karyawan
Selain mempengaruhi kinerja karyawan, kepuasan kerja juga akan mempengaruhi kesejahteraan psikologis karyawan itu sendiri. Kesejahteraan psikologis atau psychological well-being merupakan kondisi tercapainya kebahagiaan tanpa adanya gangguan psikologis yang ditandai dengan kemampuan individu mengoptimalkan fungsi psikologisnya. Tingkat kesejahteraan psikologis dapat terlihat dari kondisi dimensi kesejahteraan psikologis seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Nopiando (2012) meninjau tingkat kesejahteraan psikologis karyawan dari delapan dimensi kesejahteraan psikologis yang dirumuskan peneliti mengacu pada pendapat Robertson dan Cooper (2011) meliputi kebahagian dan kepuasan, emosi positif, penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, serta pertumbuhan pribadi. Nopiando (2012) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya tingkat kesejahteraan psikologis seorang karyawan dipengaruhi oleh proses evaluasi pengalaman hidup selama ia menjadi karyawan. Berdasarkan definisi dari tokoh-tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis yaitu ketika seseorang bisa mandiri terhadap hidupnya, bisa mengatur perilakunya secara sesuai, mampu membentuk lingkungannya yang sesuai, bisa mengembangkan diri menjadi lebih baik, memiliki hubungan positif dengan orang lain dan memiliki tujuan hidup.
Perlu dikatakan kembali bahwa kesejahteraan psikologis karyawan juga tidak melulu soal gaji. Ada penelitian yang dilakukan oleh Fitria yang meneliti kesejahteraan psikologis guru honorer yang notabene nya memperoleh gaji yang kecil. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa guru honorer yang mendapatkan gaji yang kecil memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi. Akan tetapi, kesejahteraan psikologis seorang karyawan belum terlalu diperhatikan. Survei yang telah dilakukan oleh Life (dalam Pratista dan Nu’man, 2016) terhadap lebih dari 1.100 karyawan di Inggris. Seperempat dari karyawan tersebut merasa kesejahteraannya tidak dipedulikan oleh perusahaan, mereka terlalu banyak bekerja dan tidak bisa memiliki work-life balance. Akibatnya, 31% dari mereka mengaku memiliki tingkat produktivitas dan konsentrasi menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
Oleh karena itu, jika perusahaan ingin mengembangkan perusahaannya perlu diperhatikan kepuasan kerja karyawan itu sendiri, karena jika karyawan sudah merasa terpuaskan, hal tersebut akan mempengaruhi kesejahteraan psikologis karyawan itu sendiri, sehingga karyawan akan memberikan kinerja yang baik untuk perusahaanya. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa untuk memenuhi kepuasan kerja karyawan tidak melulu soal gaji tinggi yang diberikan dan bonus yang sering diberikan, namun perlu memperrhatikan faktor-faktor lainnya juga.
Referensi
Cohen., Swerdik., dan Struman. (2013). Psychological Testing and Assessment: an Introduction to test and measurement. New York: Mc-Graw Hill.
Nopiando, B. (2012). Hubungan antara job insecurity dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan outsourcing. Journal of Social and Industrial Psychology, 1(2). Diakses dari
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/sip/article/view/2637
Pratista, F. C., dan Nu’man, T.M. (2016). Hubungan antara tuntutan pekerjaan dengan kesejahteraan psikologis pada karyawati. Diakses dari
Tanujaya, W. (2014). Hubungan kepuasan kerja dengan kesejahteraan psikologis (psychological well being) pada karyawan cleaner (studi pada karyawan cleaner yang menerima gaji tidak sesuai standar ump di PT. Sinergi Integra Services, Jakarta). Jurnal Psikologi Ilmiah, 12(2), 1-13.
Tenggara, H., Zamralita., dan Suayasa, P. T. Y. S. (2014). Kepuasan kerja dan kesejahteraan psikologi karyawan. Jurnal Ilmiah Psikologi Industri dan Organisasi, 10 (1), 96-115.
Robertson, I., dan Cooper, C. (2011). Well-being Productivity and Happiness at Work. London: Palgrave Macmillan.