ISSN 2477-1686

   Vol.5 No. 7 April 2019

Cegah Seks Bebas Pada Remaja, Orangtua Pasti Bisa

Oleh

Palentino Silitonga

Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara

 

Bicara tentang kehidupan remaja tentu tidak terlepas dengan yang namanya kenakalan remaja. Elliott dkk (1979) mendefinisikan kenakalan remaja sebagai perilaku melanggar aturan hukum yang dilakukan oleh anak dibawah umur 18 tahun. Bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja, yaitu seperti melakukan penyerangan baik yang berbahaya maupun tidak, pencurian, penjualan obat terlarang, membuat panggilan teror lewat telepon, melakukan hubungan seksual, dan penyalahgunaan obat-obat terlarang (Zuhairah & Tatar, 2017).

Salah satu yang marak terjadi yaitu perilaku seksual pranikah pada remaja. Pernyataan ini didukung dengan data dari Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, dalam Mesra & Fauziah 2015) yang mengatakan bahwa selama kurun waktu tahun 2010 didapatkan remaja perempuan lajang yang kegadisannya sudah hilang di Surabaya mencapai 54%, Medan 52%, Bandung 47%, dan Yogyakarta 37%. Tidak hanya itu, hasil survei yang dilakukan BKKBN tahun 2011 menunjukan bahwa 71% remaja di Indonesia mengaku pernah berpacaran. Perilaku seksual yang pernah dilakukan selama berpacaran adalah berpegangan tangan (88%), ciuman bibir (32%), merangsang atau meraba (11%), melakukan hubungan seksual pada remaja putri (2%), melakukan hubungan seksual pada remaja putra (5%), dan 10% hubungan seksual tersebut dilakukan dengan teman dan pekerja seks komersial. Adanya perilaku pacaran tidak sehat ini dapat menimbulkan remaja mengarah pada perilaku seks bebas (Istiqomah & Notobroto, 2016).

Perilaku seks bebas ini tentunya akan memberikan dampak buruk para remaja yang merupakan generasi penerus bangsa ini. Seks bebas sendiri dapat memberikan dampak buruk pada fisiologis dan psikologis remaja. Beberapa dampak seks bebas, yaitu kehamilan diluar nikah, aborsi, kelainan seksual, hingga penyakit kelamin. Seluruh dampak seks bebas ini dapat menyebabkan remaja mengalami gangguan psikologi berupa depresi dan trauma akibat dikucilkan oleh teman, keluarga, dan masyarakat. Untuk itu, seks bebas perlu diberantas dan dicegah sedini mungkin (Rahmawati & Realita, 2017).

Mengapa hal ini dapat terjadi pada remaja? Ternyata banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks bebas pada remaja dan yang paling tinggi adalah hubungan antara orang tua dengan remaja, tekanan teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiusitas), dan eksposur media pornografi (Qomarasari, 2015). Teman sebaya menjadi faktor yang sangat dominan dalam mempengaruhi perilaku seksual dengan remaja. Walaupun demikian keluarga terutama orang tua sangat berpengaruh dalam hubungan remaja dengan teman sebaya itu sendiri.

Keluarga khsusunya orang tua adalah lingkungan pertama anak sejak dia lahirkan dan akan berpengaruh hingga ke titik lebih lanjut dalam perkembangannya. Hubungan antara orang tua dengan anak juga sangat penting dalam perkembangan remaja karena hubungan ini berfungsi sebagai contoh atau cetakan yang akan dibawa terus dari waktu ke waktu. Cetakan ini juga akan sangat mempengaruhi pembentukan hubungan baru antara anak dengan lingkungannya (Santrock, 2003). Hal ini menjadi alasan utama dalam tulisan ini bahwa orang tua menjadi kunci utama dalam mencegah para remaja terjerumus dalam perilaku seks bebas.

Orangtua yang merupakan lingkungan sosial pertama dan utama pada kehidupan anak sangat penting dalam membentuk karakter dan konsep diri anak itu sendiri. Pembentukan karakter dan konsep diri anak yang baik ternyata dapat dipengaruhi oleh pola pengasuhan. Penelitian Maryatun (2013) menyimpulkan bahwa pola asuh orang tua mempunyai peran besar untuk mencegah terjadi seks bebas pada remaja. Pada hasil uji statistik ditemukan remaja dengan pola asuh autoritatif berpeluang sembilan belas kali lebih besar untuk terhindar dari seks bebas dibandingkan dengan remaja yang diasuh dengan pola permisif, sedangkan pola asuh orang tua dengan tipe permisif berpeluang tiga kali lebih besar untuk melakukan seks bebas dibandingkan dengan remaja yang diasuh dengan pola autoritatif (Ayu, 2016). Untuk itu orang tua harus bijaksana dalam menentukan pola asu seperti apa yang akan diterapkan, agar konsep diri pada anak dapat terbentuk dengan baik. Sehingga kedepannya anak dapat mengambil keputusan yang tepat, tidak terpengaruh dengan teman sebayanya, dan membantu anak untuk tidak terjerumus ke dalam seks bebas.

Tidak hanya itu, ternyata peran orang tua juga berpengaruh secara signifikan terharap perilaku seks bebas pada remaja. Semakin tinggi peran keluarga pada remaja, maka perilaku seks bebas pada remaja semakin rendah dan sebaliknya. Hasil penelitian yang dilakukan Soetjiningsih (2009) juga menunjukkan, semakin baik hubungan orang tua dengan anak remajanya, maka semakin rendah perilaku seks bebas remaja (Ayu, 2016). Tidak hanya itu, ternyata remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak di antaranya berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, serta berasal dari keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan (Qomarasari, 2015). Untuk itu, orang tua sebagai rumah bagi remaja hendaklah membangun hubungan antara setiap anggota keluarga dengan baik. Hindari konflik yang berlarut-larut tanpa solusi, agar anak dapat merasakan kasih sayang dan memperoleh kepercayaan pada keluarganya sendiri. Sebab, apabila remaja yakin bahwa orang-orang yang penting baginya menyayangi dirinya, maka remaja akan berpikir secara positif tentang dirinya sendiri, dan sebaliknya.

Berikut hal-hal yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mencegah remaja dari seks bebas antara lain:

1.    Batasi waktu untuk keluar rumah. Waktu bermain memang perlu bagi remaja namun orang tua perlu membuat aturan kapan anak pergi dan pulang terutama pada waktu malam hari supaya anak paham bahwa orang tua memperhatikan keberadaannya.

2.    Hindari lingkungan yang buruk. Pantaulah dengan siapa anak bergaul, bagaimanapun teman memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pergaulan.

3.    Tanamkan pada diri anak untuk melakukan hal yang positif bagi masa depannya. Membiarkan anak terlalu bebas dengan waktu luangnya cenderung menjadikan anak berbuat seenaknya sendiri.

4.    Beri tahu anak tentang dampak pacaran, kehamilan dini dan penyakit HIV/AIDS apabila terlibat seks bebas.

5.    Cobalah untuk mengadakan pendekatan dengan guru misalnya untuk razia hp yang ada gambar/film porno sehingga anak tahu bahwa ada pengawasan dari sekolah.

6.    Dekatlah dengan anak misalnya cerita saat pulang sekolah, atau ketika anak punya masalah sehingga anak percaya kepada orangtuanya.

7.    Dampingi anak saat bermasalah dan berikanlah waktu yang cukup buat remaja sehingga anak merasa lebih nyaman di rumah ketimbang di luar rumah.

 

Referensi

Ayu, A. D. (2016). Pola  asuh  orangtua, konsep  diri  remaja  dan  perilaku

seksual. Jurnal JUMANTIK., 1(1), 104-120.

Istiqomah, N., & Notobroto, H.B. (2016). Pengaruh pengetahuan, kontrol diri terhadap perilaku seksual pranikah di kalangan remaja SMK di Surabaya. Jurnal Biometrika dan Kependudukan, 5(2), 125-134.

 

Mesra, Erna., & Fauziah. (2015). Peran orang tua merupakan faktor dominan terhadap perilaku seksual remaja. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, 2(2), 35-40.

 

Rahmawati, Alfiah., & Friska, R. (2017). Pengetahuan dan perilaku seksual           pranikah remaja. Jurnal Komunikasi Kesehatan, 8(1), 45-61.

 

Santrock, J. W. (2003). Adolesence: Perkembangan remaja edisi keenam. Jakarta.

Penerbit Erlangga

Sholichin, E. A. (2016). Bagaimana cara agar anak remaja terhindar seks bebas?. diakses dari http://lampung.tribunnews.com/2016/10/25/bagaimana-cara-agar-anak-remaja-terhindar-seks-bebas.

 

Qomarasari, D. (2015). Hubungan antara peran keluarga, sekolah,  teman sebaya, pendapatan keluarga, media informasi dan norma Agama dengan perilaku seksual remaja SMA di Surakarta. (Tesis tidak dipublikasikan). Universitas Sebelas Maret Surakarta, Indonesia.

 

Zuhairah., & Farhati, M. T. (2017). Hubungan antara keterlibatan Ayah dalam dengan kenakalan remaja di Kota Banda Aceh. Jurnal Pencerahan, 11(1), 46-52.