ISSN 2477-1686

   Vol.5 No. 7 April 2019

Peran Taman Kota Bandung dalam Integrasi Sosial Masyarakat Kota

 

Oleh

Hana Berliani Adiningsih

Division for Applied Social Psychology Research

 

 

Taman Kota di Bandung

 

Bandung merupakan salah satu kota dengan keragaman yang tinggi. Untuk memahami kompleksitas kota, bukan hanya perlu menelaah kondisi fisik saja, tapi juga perlu melihat bagaimana perannya dalam mendukung kehidupan sosial dan keberagaman masyarakat (Iqbal, 2016). Salah satu penunjang kehidupan sosial di kota adalah ruang publik. Ruang publik dapat berupa cluster atau linear di ruang terbuka maupun tertutup. Beberapa contoh ruang publik antara lain plaza, taman, alun-alun, atrium, dsb. (Marissa, Citra, & Prabowo, 2011).

 

Taman kota dianggap sebagai ruang publik yang paling populer karena mudah diakses semua orang (Maulana, 2016). Sejalan dengan peraturan daerah Kota Bandung tahun 2013 terkait pembangunan sarana pertamanan, pemerintah Kota Bandung menggarap banyak taman-taman tematik. Berdasarkan laporan PPID Kota Bandung, sejauh ini terdapat 19 taman tematik di kota tersebut, seperti Taman Musik, Taman Film, Taman Superhero, dan lain-lain (2016). Menurut Peters (2009) dan Sauter & Huttenmoser (2006), keberadaan taman-taman dapat membangun hubungan antarmanusia dari berbagai kelompok, atau menunjang integrasi sosial.

 

Peran Taman Kota dalam Menunjang Integrasi Sosial

 

Berikut beberapa peran positif taman kota dalam menunjang integrasi sosial masyarakat kota. Peran positif pertama adalah keberfungsian taman kota sebagai titik temu masyarakat dari berbagai golongan (Ilmiajayanti & Dewi, 2015). Menurut Risma, Walikota Surabaya yang meraih penghargaan dari UN-Habitat atas prestasinya membangun ruang publik di daerah pimpinannya, “(di taman kota) tidak ada sekat untuk si kaya dan si miskin, besar kecil, putih hitam” (Wibowo, 2013). Mulai dari anak-anak, lansia, warga negara Indonesia, hingga turis asing dapat mengakses taman kota. Menurut beberapa tinjauan, anak-anak biasanya memanfaatkan taman untuk bermain dan bersosialisasi. Sementara kaum dewasa (Efroymson, Ha, & Ha, 2009) dan lansia untuk berolahraga dan mengatasi stress (Payne, Orsega-Smith, Roy, & Godbey, 2005).

 

Peran kedua adalah taman kota dapat memperkuat komunitas sosial (Sherer, 2006). Salah satu contoh adalah Komunitas Taman Kota Bandung yang digagas Adjo Akasia sejak tahun 2005. Komunitas tersebut mengajak warga berbagi keahlian dan kreativitas pada anak-anak dari satu taman ke taman lain. Kegiatannya mencakup membuat boneka robot dari komponen elektronik, membuat tempat pensil dari kaleng, belajar memotret, membuat film, dll. Sponsor dan dana sosial perusahaan juga menunjang keberlangsungan komunitas tersebut, 900 buku yang disumbangkan untuk anak-anak bahkan masih dirasa kurang karena tingginya antusiasme mereka dalam komunitas tersebut (Siswadi, 2011). Tidak hanya untuk anak-anak, mereka juga memberdayakan taman kota sebagai sarana ekspresi komunitas anak muda. Contoh aktivitas yang dilakukan adalah menonton film bersama, mengajarkan fotografi, melakukan kegiatan membaca buku secara gratis, dan melakukan pelatihan daur ulang (Siswadi, 2011).

 

Peran ketiga adalah menciptakan interaksi warga (Ilmiajayanti & Dewi, 2015). Adanya interaksi sosial di taman dapat mengurangi stereotip terhadap kelompok tertentu. Menurut contact hypothesis, meningkatkan derajat kontak secara langsung antara dua kelompok yang berbeda dapat mengurangi prasangka terhadap kelompok lain. Peningkatan kontak dapat membuat kedua belah pihak saling mengenal. Dalam proses tersebut akan diketahui kesamaan antara mereka sebagai sesama manusia. Berangkat dari persamaan tersebut, individu akan menyadari bahwa kelompok luar sebetulnya tidak melakukan tindakan negatif terhadap kelompoknya, begitu pula sebaliknya (Baron & Branscombe, 2012). Bukti nyata terkait hal tersebut adalah banyaknya orang tua yang tidak takut anaknya bergaul dengan laki-laki bertato dan berambut gondrong di Komunitas Taman Kota Bandung. Menurut mereka, hal tersebut tidak perlu dianggap aneh (Siswadi, 2011).

 

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa taman kota dapat membantu integrasi masyarakat yang beragam. Peran taman kota dalam menunjang integrasi sosial adalah menjadi titik temu masyarakat dari berbagai golongan, memperkuat komunitas, dan mengurangi stereotip terhadap kelompok lain. Terpenuhinya peran-peran tersebut diharapkan mampu mempertemukan, mengumpulkan, dan memperkuat kesatuan masyarakat di sebuah kota.

 

Referensi:

 

Baron, R. A., & Branscombe, N. R. (2012). Social psychology thirteenth edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Efroymson, D., Ha, T. T., & Ha, P. T. (2009). Public spaces: How They Humanize Cities.

Ilmiajayanti, F., & Dewi, D. I. (2015). Persepsi pengguna taman tematik kota bandung terhadap aksesibilitas dan pemanfaatannya. Jurnal Ruang Planologi Undip. 1(1), 21-30

Iqbal, N. (2016, Januari 16). Diversity and opportunity in a good city making. New Urban Review: Diunduh dari http://newurbanreview.com/en/city-voice/diversity-and-opportunity-in-a-good-city-making/

Marissa, A., Citra, A. F., & Prabowo, H. (2011). Ruang publik di jalan raya bogor dan sekitarnya. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil), Depok.

Maulana, A. (2016, Januari 12). Public space as second space. New Urban Review: Diunduh dari http://newurbanreview.com/en/city-voice/public-space-as-second-place/

Payne, L. L., Orsega-Smith, E., Roy, M., & Godbey, G. C. (2005). Local park use and personal health among older adults: An exploratory study. Journal of Park and Recreation Administration.23 (2), 1-20

Peters, K. (2009). Meaning of Public spaces for social integration within the context of leisure. IMISCOE Conference. Lisbon.

PPID Kota Bandung. (2016). Data taman tematik. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kota Bandung.

Sauter, D., & Huttenmoser, M. (2006). The contribution of good public spaces to social integration in urban neighbourhoods. National Research Programme NRP 51 Social Integration and Exclusion.

Sherer, P. M. (2006). The Benefits of Parks: Why America needs more city parks and open space. San Fransisco: The Trust for Public Land.

Siswadi, A. (2011, September 4). Komunitas taman kota menghidupi ruang yang dirampas.Tempo: Diunduh dari https://m.tempo.co/read/news/2011/09/04/108354502/komunitas-taman-kota-menghidupi-ruang-yang-dirampas

United Nations. (2014). UNdata country profile | Indonesia. UNdata: Diunduh dari http://data.un.org/CountryProfile.aspx?crName=indonesia

Wibowo, K. S. (2013, November 17). Taman bungkul Surabaya raih penghargaan Dunia. Tempo: Diunduh dari https://m.tempo.co/read/news/2013/11/17/058530233/taman-bungkul-surabaya-raih-penghargaan-dunia