ISSN 2477-1686

  Vol.5 No. 7 April 2019

Skripsi: Proses Resiliensi dan Rendah Hati

 

Oleh

Sandra Handayani Sutanto

Fakultas Psikologi Universitas Pelita Harapan

 

Latar Belakang

 

Salah satu syarat kelulusan untuk jenjang universitas untuk mahasiswa adalah dengan membuat skripsi. Proses pembuatan skripsi bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan atau menegangkan bagi mahasiswa yang menjalaninya. Biasanya pembuatan skripsi dimulai dari pembuatan proposal yaitu mencari tema/ide penelitian, menentukan referensi yang akan dipakai dan menuliskan kerangka berpikir. Proses proposal kemudian dilanjutkan dengan penentuan metode penelitian, pengambilan data, pengolahan hasil penelitian, menganalisis hasil, mendiskusikan hasil penelitian, dan membuat kesimpulan dan saran bagi penelitian berikutnya dan saran praktis yang bisa diaplikasikan.

 

Dalam menjalankan proses tersebut, kerap kali mahasiswa harus melakukan revisi berulang, termasuk mencari jawaban yang dikehendaki dan diharapkan oleh dosen pembimbing. Reaksi mahasiswa pun bisa berbagai ragam mulai dari tidak bisa menerima masukan, kesal dan tertekan dengan proses bimbingan, melarikan diri berbulan-bulan hingga mencoba memenuhi apa yang disarankan oleh dosen pembimbing.

 

Resiliensi

 

Beardslee (1989) mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan untuk bertahan  dalam situasi sulit, yang memerlukan kapasitas seseorang untuk bertindak dan memecahkan masalahnya secara efektif. Lebih lanjut, Sacdalan dan Bozkus ( 2018) menambahkan bahwa resiliensi adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri secara produktif dengan tuntutan kondisi sosial yang mereka alami.

 

Manfaat resiliensi

 

Mahasiswa yang memiliki resilensi atau daya lenting diyakini akan konsisten berhasil dalam beradaptasi dengan situasi akademik dan lebih diperlengkapi  untuk sukses dalam karir (Sacdalan & Bozkus, 2018). Dalam konteks penulisan skripsi, resiliensi diperlukan agar mahasiswa dapat bertahan dalam proses bimbingan skripsi dan menyesuaikan dengan masukan dan tuntutan yang diberikan oleh dosen pembimbing.

 

Mahasiswa yang sedang membuat skripsi perlu memiliki kemampuan resiliensi untuk terus berupaya menghasilkan tulisan—dan hasil penelitian-- yang maksimal, tidak putus asa atau bahkan berhenti mengerjakan skripsi jika diberikan masukan oleh pembimbing atau orang lain. Resiliensi yang didapat dalam proses penulisan skripsi juga akan membantu menyiapkan mahasiswa untuk memiliki kompetensi yang memadai dalam dunia kerja.

 

 

Rendah hati

 

Selain resiliensi, proses menulis skripsi juga memerlukan sikap rendah hati. Rendah hati melibatkan kemampuan untuk mengetahui kesalahan, terbuka terhadap ide atau opini, serta menghargai kontribusi dari orang-orang lain (Compton, 2013). Rendah hati pada esensinya memerlukan kekuatan untuk melupakan diri dalam arti tidak menonjolkan apa yang menjadi keinginan diri sendiri atau ego sendiri, serta mau berproses untuk mempelajari, mengobservasi, menghargai dan terkoneksi dengan orang lain.

 

Dalam konteks penulisan skripsi, mahasiswa perlu untuk memiliki sikap rendah hati bahwa mereka dalam posisi sebagai individu yang sedang dalam proses belajar menulis dan memerlukan panduan orang lain untuk mengarahkan mereka untuk mencapai tujuan akhir yaitu selesainya skripsi.

 

Manfaat rendah hati

 

Sebuah studi menyatakan bahwa individu yang rendah hati akan berespon lebih baik saat dikritik, bertanggung jawab terhadap masalah yang sedang dihadapi dan meningkatkan usaha untuk mengatasi kesulitan tersebut (Compton, 2013).

 

Tanpa rendah hati, mahasiswa akan cenderung tidak mau dikoreksi, merasa ide-ide dan tulisannya sudah benar dan tidak mau menerima masukan orang lain. Dan pada akhirnya sikap tidak mau dikoreksi tersebut akan menghambat proses bimbingan skripsi.

 

Refleksi dan aplikasi

 

Resiliensi dan rendah hati tidak hanya diperlukan oleh mahasiswa dalam tugas akademik seperti skripsi. Lebih jauh daripada itu, resiliensi diperlukan oleh kita semua untuk mencapai target seperti pencapaian karir, finansial, kesehatan, dan lain-lain. Tanpa resiliensi kita akan berhenti memperjuangkan apa yang kita inginkan dan mudah menyerah dengan kondisi sulit. Oleh karena itu, saat menghadapi kondisi yang tidak mudah dan penuh tantangan, kita perlu terus mengingatkan diri untuk belajar dari kesalahan, bangkit dari kejatuhan dan terus mencoba mencapai tujuan.

 

 

Be humble and forgiving, it makes you resilient

Don’t be proud, it makes you rigid

Remember, grass withstands storms where tress get uprooted

-Unknown

 

 

Referensi

 

Beardslee, W.R. (1989). The role of self-understanding in resilient individuals : The development of a perspective. American Journal of Orthopsychiatry, 59, 266-278.

 

Compton, W.C., & Hoffman, E. (2013). Positive psychology : The science of happiness and flourishing (2nd ed.). Belmont, CA : Wadsworth Cengage Learning.

 

 

Sacdalan, K.D., & Bozkuṣ, K. (2018). The mediator role of resilience between self-determination adn self-efficacy. Education Science and Psychology, 4(50), 49-60.