Grit : Melatih Anak Memiliki Daya Juang

 

Oleh

Krishervina Rani Lidiawati

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan

 

Seiring berkembangannya zaman, tuntutan masyarakat semakin meningkat, begitupun juga standar yang dimiliki orang tua untuk anak. Para orang tua mengharapkan anaknya untuk selalu berada pada posisi yang terbaik dan meraih keberhasilan.  Namun tidak dapat dipungkiri, dalam proses pencapaian keberhasilan terdapat peluang untuk gagal. Kegagalan dapat melanda siapa saja, tanpa memandang budaya, usia, status ekonomi, pada berbagai bidang, baik pendidikan, bisnis, politik, maupun kehidupan rohani. Banyak orang mengasosiasikan kegagalan dengan hal-hal yang negatif, seperti pengalaman yang pahit, perasaan buruk, dan lain-lain. Di sisi lain, kegagalan tidak hanya menyebabkan hal yang buruk, sebaliknya memberikan pelajaran untuk menjadi lebih kuat,  memiliki emosi yang lebih matang dan meningkatkan kemandirian seseorang dalam mengatasi masalah. Bahkan sederet tokoh dunia seperti Thomas Alfa Edison, Abraham Lincoln, Nelson Mandela, Martin Luther King, Bill Gates, Jack Ma, telah mengalami kegagalan sebelum menjadi figur ternama di dunia. Sama halnya dengan kegagalan yang dialami anak, rasa tidak menyenangkan pasti muncul, namun dengan mengalaminya anak dapat memunculkan insight dalam mengubah cara belajar yang lebih kreatif, melatih kesabaran, menentukan prioritas dan yang terpenting melatih diri sesuai potensi yang dimiliki.

Ironisnya, beberapa orang tua seakan-akan tidak mengenal kata gagal dari anaknya, terutama mengenai prestasi sekolah. Tidak lagi mendorong anak lebih maju melainkan menekan anak dalam mencapai sesuatu yang bahkan diluar kemampuannya (Inam, Nomaan, & Abiodullah, 2016).  Juga, sejumlah orang tua yang secara mudah menganggap anaknya gagal jika tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan. Pertanyaannya adalah, apakah standar dan tujuan dari orang tua perlu dicapai demi kebaikan anak atau guna memuaskan diri sendiri? Mari kita refleksikan sejenak, bagaimana respon orang tua ketika anak mendapatkan nilai yang jelek? Apa yang orang tua katakan ketika anak tidak menyelesaikan tugas sekolah? Bagaimana reaksi orang tua saat anak dinyatakan tidak naik kelas?  Tidak sedikit orang tua memberikan respon yang kurang tepat, seperti memarahi, menyalahkan, merasa kurang puas, membandingkan dengan anak lain, serta memberikan bentuk hukuman yang lain baik secara fisik maupun emosional. Hal ini menunjukkan cara orang tua tidak memberikan apresiasi bagi anaknya yang telah berusaha. Disadari maupun tidak, respon tersebut memberikan dampak negatif bagi anak, diantaranya; menurunkan self-esteem anak, menciptakan gambar diri yang buruk, menimbulkan perasaan bersalah dan gagal. Alhasil, anak tidak lagi merasa takut akan hasil yang diperoleh, tetapi akan reaksi orang tua (Bushra, Chohan, & Khan, 2010). Terlebih lagi, anak akan mengalami kesulitan dalam menerima kekalahan dan kegagalan, serta enggan menerima kenyataan bahwa dirinya tidak memiliki kemampuan dalam bidang tertentu.

Salah satu pemicu stres, depresi, dan keinginan bunuh diri pada individu adalah adanya tuntutan orang tua yang berlebihan tanpa adanya kehangatan kasih sayang orang tua . Di sisi lain, terdapat pola asuh orang tua yang tidak memiliki tuntutan kepada anak sehingga membiarkan anak bertumbuh hanya dengan kehangatan (warmth) tanpa adanya pengawasan dan tuntutan untuk berjuang menjadi orang yang lebih baik. Pola asuh ini disebut permisif dan hal ini berdampak pada karakter anak yang cenderung manja dan kerap kali mudah menyerah.

 

Grit

Grit adalah ketekunan dan ketahanan seseorang dalam mencapai tujuannya dalam jangka waktu yang panjang. Hal ini menunjukkan grit melibatkan kerja keras, ketekunan dalam usaha dan minat dalam jangka waktu yang lama meski mengalami kegagalan demi kegagalan. Bahkan meski orang lain mengalami kebosanan dan memilih untuk meninggalkan tetapi orang yang memiliki grit akan terus berjuang (Duckworth, Peterson, Matthews, & Kelly, 2007)

Lantas, bagaimana orang tua melatih anak memiliki daya juang? Pertama, respon yang tepat ketika anak mengalami kegagalan adalah praise; tetaplah berikan apresiasi pada usaha anak dalam bentuk pujian. Keberhasilan tidak selalu diukur dari hasil, melainkan proses dan upaya yang diberikan oleh anak. Kedua, encouragement; bayangkan anda ada dalam kondisi yang tidak menyenangkan dan orang sekitar anda justru memberikan evaluasi yang negatif, bukankah hal ini memperburuk kondisi? Demikian juga dengan anak, jangan menambah beban dan mempersulit keadaan dengan menunjukkan emosi negatif, termasuk amarah, komentar yang menjatuhkan dan lain sebagainya. Sebaliknya, berikan dorongan supaya anak bangkit  kembali dan berusaha lebih keras. Selain itu,perlu adanya membangun komunikasi yang baik dengan anak dan juga guru-guru yang mengajar. Berbicara dengan anak atau sumber lainnya (guru sekolah dan guru les), memberikan kesempatan untuk menemukan titik kesulitan anak dan solusi mengatasi tantangan yang akan ditemui pada masa yang akan datang.

Pada dasarnya, setiap anak itu cerdas hanya saja kecerdasan anak beragam. Anak memiliki kemampuan dan potensi yang berbeda, saat anak tidak mampu melakukan tugas dengan baik, penghakiman bukanlah hal yang seharusnya diberikan, melainkan dukungan agar anak bangkit kembali dan terus mencoba dan bertahan menghadapi kesulitan hingga mencapai keberhasilan. Setiap anak yang mampu tekun dalam menghadapi kesulitan kecil akan terlatih dan dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi kesulitan-kesulitan hidup yang lebih kompleks. Oleh karena itu tugas orang tua untuk mendukung anak-anaknya agar bisa menghadapi kesulitan yang dihadapi, bukan untuk menghilangkan kesulitan atau bahkan merendahkan anak ketika anak gagal melewatinya.

 

Referensi

 

Bushra, M., Chohan, I., & Khan, R. M. (2010). Impact of parental support on the academic performance and self concept of the student. Journal of Research and Reflections, 4(1), 14–26. Retrieved from http://www.ue.edu.pk/jrre

Duckworth, A. L., Peterson, C., Matthews, M. D., & Kelly, D. R. (2007). Grit: Perseverance and passion for long-Term goals. Journal of Personality and Social Psychology, 92(6), 1087–1101. https://doi.org/10.1037/0022-3514.92.6.1087

Inam, A., Nomaan, S., & Abiodullah, M. (2016). Parents’ parenting styles and academic achievement of underachievement and high achievers at middle school level. Bulletin of Education and Research, 38(1), 57–74.