ISSN 2477-1686

 Vol.5 No. 1 Januari 2019

Atraksi Interpersonal Calon Anggota Legislatif

Oleh: 

Frida Medina Hayuputri

Fakultas Psikologi,  Universitas Persada Indonesia YAI

Pada masa menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) seperti sekarang ini, hampir seluruh Calon Anggota Legislatif (caleg)  berlomba-lomba melakukan berbagai macam teknik dan strategi kampanye untuk menarik hati para pemilih (konstituen). Hal ini dikarenakan, semakin besar ketertarikan pada seseorang, maka semakin besar pula kecenderungan untuk selalu berkomunikasi dengannya. Selanjutnya, ketika komunikasi sudah terjalin dengan baik, maka pesan-pesan yang disampaikan oleh caleg akan lebih mudah mengalir dan diterima oleh konstituen.

Kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang disebut atraksi interpersonal (Rakhmat, 2016). Atraksi berasal dari bahasa Latin, yaitu attrahere – (ad: menuju; trahere: menarik). Atraksi interpersonal ini memiliki peranan yang sangat penting, yang menyebabkan seseorang tertarik kepada orang lain. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi atraksi interpersonal seseorang (Rakhmat, 2016), adalah:

1.    Daya Tarik Fisik (Physical Attractiveness)

Daya tarik fisik merupakan faktor utama penyebab atraksi interpersonal. Penelitian  yang dilakukan Dion, Berscheid, dan Walster (dalam Rakhmat, 2016) mengungkapkan bahwa orang-orang yang berwajah cantik atau tampan, cenderung dinilai akan lebih berhasil dalam hidupnya, dan dianggap memiliki sifat-sifat baik. Orang-orang tersebut akan sangat mudah untuk mendapatkan simpati orang dan lebih efektif mempengaruhi pendapat orang lain.

2.    Ganjaran (Reward)

Kita menyenangi orang yang memberikan ganjaran kepada kita. Ganjaran bisa berupa bantuan, dorongan moril, pujian, atau hal-hal yang meningkatkan harga diri kita. Kita akan menyukai orang yang menyukai kita, serta bertutur kata yang baik kepada kita.

3.    Familiarity

Familiarity artinya sering kita lihat atau sudah kita kenal dengan baik. Prinsip familiarity dicerminkan dalam peribahasa Indonesia “tak kenal maka tak sayang”. Penelitian yang dilakukan oleh Zajonc (dalam Rakhmat, 2016) mengungkapkan bahwa semakin sering kita melihat dan menjumpai wajah seseorang, maka kita akan semakin menyukainya.

4.    Kedekatan (Proximity)

Kita cenderung menyukai orang yang tinggalnya berdekatan. Penelitian yang dilakukan oleh Whyte serta Byrne dan Buehler (dalam Rakhmat, 2016) mengungkapkan bahwa persahabatan lebih mudah tumbuh di antara tetangga yang berdekatan, atau di antara mahasiswa yang duduknya berdampingan. Tempat yang kelihatannya netral, ternyata mampu mempengaruhi tatanan psikologis manusia.

5.    Kemampuan (Competence)

Kita cenderung menyenangi orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi daripada kita, atau lebih berhasil dalam kehidupannya. Orang- orang yang sukses dalam bidang apapun, umumnya mendapat simpati orang banyak. Penelitian Aronson (dalam Rakhmat, 2016) mengungkapkan bahwa orang yang paling disegani adalah orang yang memiliki kemampuan tinggi, tetapi menunjukkan beberapa kelemahan. Jadi jika kita cerdas, tampan atau cantik, dan serba bisa, usahakanlah agar jangan terlalu sempurna, tunjukkan sebagian kelemahan kita, karena ternyata orang-orang tidak terlalu menyukai “superman” yang sempurna tanpa kelemahan. 

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa para caleg harus memiliki atraksi interpersonal agar konstituen menyukainya, dan selanjutnya akan memilihnya dalam Pemilu. Adapun hal-hal yang bisa mempengaruhi atraksi interpersonal para caleg tersebut, yaitu:

1.   Daya tarik fisik: caleg yang tampan atau cantik, biasanya lebih disukai oleh konstituen, setidaknya untuk kesan pertama. Karena daya tarik fisik merupakan faktor utama yang menyebabkan atraksi interpersonal. 

2.  Ganjaran (reward): caleg yang sering memberikan ganjaran akan lebih disukai oleh konstituen dibandingkan yang tidak pernah sama sekali. Ganjaran tersebut tidak harus selalu berupa bantuan material, tetapi bisa melalui dukungan moril misalkan menjenguk konstituen yang sakit, memberikan pujian, menyapa setiap bertemu dengan konstituen, bersikap ramah dan bertutur kata yang sopan pada konstituen.

3.    Familiarity: caleg yang wajahnya lebih sering dijumpai oleh konstituen akan lebih disukai, dibandingkan dengan yang jarang atau tidak pernah dijumpai sama sekali. Hal ini jugalah yang menyebabkan caleg dari kalangan artis memiliki elektabilitas yang lebih tinggi, karena wajahnya sering dijumpai (familiar). Bagi para caleg yang bukan dari kalangan artis, harus bisa membuat dirinya familiar di mata konstituen, tidak hanya dengan memasang alat peraga kampanye bergambar dirinya, tetapi harus sering mengunjungi konstituen di daerah pemilihannya sehingga dirinya bisa lebih dikenal (familiar), kemudian akan dipilih ketika Pemilu tiba. 

4.  Kedekatan: caleg yang tempat tinggalnya lebih dekat dengan konstituen akan lebih disukai. Itulah sebabnya putra daerah biasanya lebih tinggi elektabilitasnya, dibandingkan caleg yang berasal dari luar daerah pemilihan. 

5.   Kemampuan: caleg yang dipandang kompeten, mapan, dan sukses akan lebih disukai konstituen, karena mereka berpikir bahwa caleg yang demikian akan mampu membantu konstituen di daerah pemilihannya. Tetapi caleg yang dianggap terlalu sempurna, ternyata juga tidak terlalu disukai, maka sebaiknya caleg tetap bersikap sewajarnya, jangan memaksakan diri untuk tampil sempurna tanpa cela.

Referensi

 

Rakhmat, Jalaluddin. (2016). Psikologi komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.