ISSN 2477-1686
Vol.5 No. 1 Januari 2019
Pikirkan dan Pertimbangkan, Lalu Ambil Keputusan!
Oleh
Tifany Askia dan Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo
Mahasiswa Program Studi Arsitektur dan Dosen
Program Studi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya
Apakah anda pernah mengambil keputusan dalam hidup anda? Jika pernah, setelah anda memilih keputusan tersebut, apakah anda yakin keputusan yang anda ambil sudah tepat?
Dalam hidup, kita sering kali berhadap-hadapan dengan berbagai pilihan, baik itu pilihan untuk hal kecil ataupun besar. Tentu saja, setiap pilihan yang kita ambil pasti memiliki resiko, tergantung keputusan seperti apa yang akan kita pilih. Oleh karena itu, saat pengambilan keputusan, kita harus mempertimbangkan berbagai hal agar keputusan yang kita ambil tidak sembarangan. Jika tidak, maka hal tersebut dapat mempengaruhi hidup kita sendiri. Jika kita memilih keputusan atas pertimbangan yang matang, maka kita akan merasa puas dengan apa yang sudah kita lakukan.
Sayangnya, seringkali dalam keadaan terdesak kita salah langkah dalam mengambil keputusan, sebab dalam situasi yang sedang tergesa kita diharuskan untuk berfikir lebih cepat tanpa mempertimbangkan berbagai hal. Salah satu contoh kasus adalah dari Marc Marquez yang gagal menaiki podium karena salah pilih ban (Losail, 2017). Marc Marquez, pembalap MotoGP kelas dunia mengganti ban depan dengan kompon medium, karena timnya yang mengatakan bahwa hanya dia yang awalnya menggunakan ban berkompon hard. Marquez melaju dengan ban medium dan justru gagal meraih posisi pertama. Marquez mengatakan di luar soal ban seharusnya soal motorlah yang lebih diperhatikan, dan mengeluarkan pertanyaan:“Kami harus memperbaiki motor. Jika kami mendapatkan motor yang lebih mudah, akan lebih mudah juga membuat keputusan yang tepat soal ban,” (Losail, 2017).
Studi kasus di atas menunjukkan adanya beberapa hal. Marquez salah mengambil keputusan karena tidak mempertimbangkan matang-matang keputusan saat mengganti ban. Padahal MotoGP adalah ajang balapan motor yang bukan hanya melibatkan pembalapnya, melainkan tim yang bekerja pada masing-masing pembalap. Marquez semestinya memikirkan berbagai pertimbangan dalam pengambilan keputusannya. Hal tersebut perlu ia pertimbangkan walaupun timnya memberi saran atas dasar cuaca yang saat itu sedang hujan. Cuacalah yang menjadi pertimbangan atas usulan agar tidak memakai ban hard. Di sisi lain, Marquez dapat mempertimbangkan hal lain. Hal tersebut antara lain pengalamannya sendiri pernah melakukan balapan di sirkuit lain dengan menggunakan ban soft. Sekalipun lebih hemat, ternyata ban tersebut malah terlalu lembut untuk balapan. Apa yang terjadi dalam kasus ini? Proses pengambilan keputusan orang cenderung membandingkan representasi peristiwa yang pernah terjadi dengan peristiwa sama yang terjadi saat ini. Hal tersebutlah yang dikenal dengan representativeness heuristic. (McShane & Glinow, Decision Making, 2010). Dalam kasus Marquez, kesalahan pengambilan keputusan adalah karena membandingkan peristiwa sebelumnya yang mirip dengan apa yang dia alami setelah pertandingan berakhir.
Selain masalah ban, Marquez juga menyinggung hal tentang menggunakan motor yang salah, ia menyadari motornya tersebut terlalu berat untuk digunakan pada balapan tersebut. Dalam hai ini, Marquez mempertahankan keputusan untuk tetap menggunakan motor yang ‘salah’ sebelum pertandingan. Kecenderungan mengulangi dan mempertahankan keputusan yang salah disebut sebagai escalation of commitmen (McShane & Glinow, Decision Making, 2010).
Setelah gagal naik podium karena berada pada posisi ke 4, Marquez mulai mengevaluasi apa yang terjadi. Saat balapan sudah selesai, barulah ia dan timnya melakukan evaluasi mengapa kalah dalam balapan, termasuk mengkaji kembali keputusan yang sudah mereka ambil untuk mengganti ban menjadi medium. Hal ini mencerminkan enam tahapan dalam membuat keputusan, yaitu identify problem or opportunity (mengidentifikasi masalah), choose the best decision process (memilih proses pembuata keputusan terbaik), develop alternative solutions (mengembangkan solusi alternatif), choose the best alternative (pilih alternatif terbaik), implement the selected alternative (melaksanakan alternatif yang dipilih), lalu terakhir, evaluate decision outcomes (mengevaluasi hasil keputusan), (McShane & Glinow, Decision Making, 2010).
Setelah mengimplementasikan keputusan, evaluasi diperlukan. Evaluasi sangat bermanfaat untuk mengetahui bagaimana implementasi suatu sistem telah dijalankan. demikian disarankan oleh (Iswanaiji, 2017). Dalam proses pengambilan keputusan, evaluasi sangat penting sebagai pembelajaran untuk kedepannya. Sehingga suatu saat kejadian tersebut dapat menjadi perbandingan untuk pembuatan keputusan berikutnya. Tentu saja, hal ini juga dilakukan dengan memperhatikan faktor emosi, jangan sampai emosional mendominasi pengambilan keputusan, Keberhasilan mengenali dan memahami emosi berkontribusi pada pengambilan keputusan secara obyektif dan rasional. (AHL, 2017)
Dari kasus Marquez, ia mengevaluasi bahwa mereka harus memperbaiki motornya. Evaluasinya adalah memilih motor yang tepat dalam balapan sehingga ban bukan jadi masalah. apabila motornya sudah tepat, maka diharapkan di kemudian hari tidak terjadi hal serupa. Kita semua mungkin bukan pembalap, tetapi langkah Marquez bisa kita pelajar agar kita tidak perlu tersungkur dalam perjalanan hidup.
Referensi
AHL. (2017, November). 9 Cara Cerdas Orang Sukses Membuat Keputusan.. Iswanaiji, C. (2017). Latar Belakang. EVALUASI SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN, 99.
Losail. (2017, March). Salah Pilih Ban, Marquez Gagal Naik Podium. (P. P. Rini, Editor) Retrieved from Kompas.com: https://olahraga.kompas.com/read/2017/03/27/08433231/salah.pilih.ban.marquez.gagal.naik.podium
McShane, S., & Glinow, M. (2010). Decision Making. In Organizational Behavior (p. 210). Singapore: McGraw-Hill.
McShane, S., & Glinow, M. (2010). Decision Making. In S. McShane, & M. Glinow, Organizational Behavior (p. 205). Singapore: McGraw-Hill.
McShane, S., & Glinow, M. (2010). Decision Making. In Organizational Behavior (p. 199). Singapore: McGraw-Hill. .