ISSN 2477-1686
Vol.4. No.22 November 2018
Gaya Kepemimpinan: Situasi, Kesiapan dan Pengetahuan
Kerja Pegawai
Oleh
Jihan Fahera dan Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo
Mahasiswa dan Dosen Program Studi Psikologi, Universitas Pembangunan Jaya
Presiden pertama RI, Soekarno, yang sekalipun sarat kontroversi, dikenang banyak orang sebagai pemimpin pemberani. Kala dunia menyebut Indonesia, tentu akan mengenal nama Soekarno. Dia dikenal punya keberanian dalam memimpin negeri ini. Selain hal tersebut menjaid bentuk keteladanan, gaya kepemimpinan Soekarno diwariskannya bagi para calon pemimpin masa depan.
Seperti apa gaya kepemimpinan apa yang baik? Apakah harus seperti Soekarno? Jawaban yang tepat adalah: tergantung. Tidak ada gaya kepemimpinan yang baik ataupun buruk. Semua tergantung pada kondisi dan situasi suatu organisasi. Seringkali kita memaksakan kehendak karena berbeda gaya kepemimpinan, memaksa orang lain untuk mengikuti gaya kepemimpinan kita. Padahal pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan kebutuhan situasi. Dalam hal ini, maka gaya kepemimpinan yang digunakan adalah kepemimpinan situsional, dimana pimpinan akan memberikan kontribusi paling baik untuk pencapaian sasaran organisasi yang memiliki situasi dan lingkungan berbeda atau bervariasi (Stoner, 1996).
Teori situational leadership dikembangkan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard. Situational leadership terjadi ketika seorang pemimpin mampu memvariasikan gaya kepemimpinan sesuai dengan “kesiapan” para pegawainya (McShane & Von Glinow, 2010). Penelitian tersebut mengidentifikasi bahwa ada empat tingkat kesiapan dalam teori situasional.
Pertama, pegawai yang tidak mampu melaksanakan tugas dengan baik karena kurangnya keterampilan dan pengetahuan, maka gaya kepemimpinan yang cocok adalah telling (sering disebut directing) dimana pemimpin selalu memberikan instruksi yang jelas, arahan yang rinci, serta mengawasi pekerjaan secara langsung. Kedua, pegawai yang memliki satu pemikiran dan bersedia diberi perintah oleh pemimpin tetapi masih kurang berpengalaman, maka gaya kepemimpinan yang cocok adalah selling (sering disebut supporting) dimana pemimpin memberi dukungan secara emosional terhadap individu atau kelompok guna memotivasi dan rasa percaya diri pegawainya. Ketiga, pegawai yang mampu melaksanakan tugas tetapi sulit diatur dan cenderung mengabaikannya karena beberapa faktor seperti ketidaksukaan dengan rekan kerja lain, beban kerja yang terlalu berat dan sebagainya. Maka gaya kepemimpinan participating adalah yang paling tepat dengan kesiapan ini. Dalam gaya seperti ini, pemimpin tetap memelihara komunikasi terbuka, tetapi kini melakukannya dengan cenderung untuk lebih menjadi pendengar yang baik serta siap membantu pengikutnya. Terakhir, anak buah yang bersedia diberi tugas serta mampu mengerjakan tugas dengan baik. Jika hal seperti ini yang terjadi, maka delegating atau pendelegasian menjadi gaya yang efektif karena pengikut dianggap telah kompeten dan termotivasi penuh untuk mengambil tanggung jawab atas pekerjaannya.
Kepemimpinan juga dipengaruhi oleh budaya organisasi. Budaya organisasi mendorong karyawan untuk berinteraksi dengan orang lain serta membantu mengerjakan tugas dalam memuaskan kebutuhan para karyawan untuk tumbuh dan berkembang, seperti mencapai aktualisasi diri, penghargaan dan rasa menjadi satu kesatuan (Kreitner & Kinicki, 2003). Budaya organisasi yang kuat memiliki beberapa tujuan, termasuk di dalamnya mengarahkan usaha-usaha produktif karyawan dan membantu setiap orang untuk bekerja mencapai tujuan-tujuan yang sama. Budaya organisasi yang kuat diketahui memiliki potensi meningkatkan kinerja .Sebaliknya, budaya organisasi yang lemah dapat mengakibatkan kinerja menurun (McShane & VonGlinow, 2008).
Dapat disimpulkan bahwa tidak ada gaya kepemimpinan terbaik bagi seorang pemimpin. Dahulu seorang singa podium yang lantang membakar darah juang anak negeri melawan penjajah. Ialah yang menulis dengan nada berkobar-kobar di surat kabar Fikiran Ra'jat (1933), "Sekali lagi: Bukan 'Djangan Banjak Bitjara, Bekerdjalah!' tetapi 'Banjak Bitjara, Banjak Bekerdja!" Apakah ini yang kita butuhkan saat ini? Kembali perlu kita ingat bahwa prinsip One Size Fits All tidak berlaku dalam gaya kepemimpinan, terutama menghadapi tingkat kesiapan bawahan yang berbeda.Pemimpin yang efektif adalah yang memiliki fleksiblitas sehingga dirinya mampu terus beradaptasi di setiap situasi.
Referensi
Azizah, F.N., Thoyib. A., & Irawanto, D. W. (2017). Pengaruh Kepemimpinan Situasional dan Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja Karywan (Studi pada Koperasi Agro Niaga (KAN) Jabung Malang). Jurnal Bisnis dan Manajemen, 4(1), 1-11.
Detik.Com (2017). Tahun Politik, Sukarno, dan Kepemimpinan Baru. Diakses melalui: https://news.detik.com/kolom/d-3689278/tahun-politik-sukarno-dan-kepemimpinan-baru.
Finansialku.Com (2017). Apakah Gaya Kepemimpinan Situasional Dibutuhkan oleh Seorang Pemimipin?. Diakses melalui: https://www.finansialku.com/apakah-gaya-kepemimpinan-situasional-dibutuhkan-oleh-seorang-pemimipin/.
McShane, S.L. & Von Glinow, M.A (2010). Organizational Behavior (5th edition). New York: McGraw-Hill.