ISSN 2477-1686

                                                                                        Vol.4. No.22 November 2018

Dukungan Sosial Pada Pasien Penderita Stroke

Mori Vurqaniati

Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia YAI

 

Stroke adalah salah satu penyakit yang kian meningkat persentasenya, penyakit ini pun tak hanya dialami oleh orang dengan lanjut usia namun belakangan ini pun dilaporkan juga orang dengan usia produktif atau tahap usia dewasa awal berpotensi mengalami serangan stroke. Tak jarang serangan ini datang secara mendadak dan tanpa disadari oleh penderita yang mengalami. Oleh karena itu penyakit stroke kerap mengkhawatirkan baik bagi penderita, terlebih mengingat efek yang ditimbulkan pasca serangan stroke serta kekhawatiran akan datangnya serangan stroke kembali.

 

Data Riskesdas menunjukkan bahwa di Indonesia, peningkatan prevalensi stroke dari 8,3 per 1.000 penduduk pada 2007 menjadi 12,1 per 1.000 penduduk pada 2013. (Liputan 6, 2018. Stroke adalah suatu kejadian rusaknya sebagian dari otak yang terjadi jika pembuluh darah arteri yang mengalirkan darah ke otak tersumbat, atau jika robek atau bocor. Stroke, atau cerebrovascular accident (CVA), adalah hilangnya fungsi-fungsi otak dengan cepat, karena gangguan suplai darah ke otak. Hal ini dapat terjadi karena iskemia (berkurangnya aliran darah) dikarenakan oleh penyumbatan (thrombosis, arterial embolism), atau adanya haemorrhage (pendarahan). Stroke iskemik yang biasanya disebabkan oleh diabetes menjadi mayoritas pada penderita stroke dan bisa mencapai 85 persen, sedangkan stroke pendarahan hanya 15 persen. Gejala-gejalanya termasuk: hemiplegia (ketidakmampuan untuk menggerakkan satu atau lebih anggota badan dari salah satu sisi badan, aphasia (ketidakmampuan untuk mengerti atau berbicara), atau tidak mampu untuk melihat salah satu sisi dari luas pandang (visual field) (Wikipedia, 2018)

 

Terkait dengan efek dari serangan stroke diantaranya pada beberapa kasus adalah hilangnya kemampuan mengerakkan anggota tubuh pada satu sisi atau lebih serta masalah kemampuan bicara dan sebagainya. Hal ini tak pelak menimbulkan masalah psikologis seperti proses penerimaan terhadap kenyataan yang dihadapi paska serangan stroke, kesedihan serta putus asa, terlebih mengingat proses terapi yang membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan biaya yang tidak sedikit, sehingga baik penderita maupun keluarga penderita membutuhkan waktu untuk beradaptasi menerima kondisi tersebut. Seperti pada satu contoh kasus dimana kita dapat membayangkan penderita sebelumya adalah seseorang yang cukup aktif dalam berbagai kegiatan, paska serangan mungkin hal-hal yang sebelumnya dapat dilakukan sendiri akan berubah dikarenakan gerak motorik yang terbatas, mulai dari aktifitas harian sederhana hingga aktifitas berat yang sebelumnya dapat di lakukan secara mandiri. Bradley (dalam Snaith, 2003) mengatakan bahwa penderitaan akibat gangguan kesehatan atau penyakit yang dialami oleh seorang individu pada awalnya dapat ditoleransi. Namun, hal ini tidak dapat lagi ditoleransi apabila individu telah berada pada tahap depresif. Oleh karena itu, guna menghindari tahap depresif diperlukan dukungan sosial.

 

Sarafino (1994) dan Taylor (1999) membagi dukungan sosial kedalam lima bentuk, yaitu:

1.    Dukungan emosional dengan cara memberikan pengertian dan dorongan serta mendengarkan agar individu merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan.

2.    Dukungan instrumental berupa penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti pemberian materi. Dukungan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan serta fasilitas pada individu.

3.    Dukungan informasional yakni dukungan berupa pemberian informasi, pengetahuan, saran mengenai situasi dan kondisi yang dihadapi individu.

4.    Dukungan penghargaan merupakan dukungan dalam bentuk penghargaan positif kepada individu dengan cara menunjukkan kepada individu tersebut bahwa ia merupakan orang yang dihargai.

5.    Dukungan dari kelompok sosial yakni bentuk dukungan dengan membuat individu merasa menjadi anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosialnya.

Sarafino (1994) dan Taylor (1999) mengemukakan dukungan sosial berperan penting dalam proses kesembuhan, juga membantu mengatasi stres, serta menurunkan ketegangan individu setelah individu mengalami peristiwa yang menekan.

 

Selain dukungan sosial yang bisa didapatkan dari orang-orang terdekat seperti keluarga, pasangan hidup baik suami atau istri, anak-anak, rekan kerja, sahabat, tetangga dan tenaga medis serta terapis, tentunya semangat dan rasa optimis serta keyakinan bagi penderita yang mengalami stroke bahwa proses terapi dan pengobatan yang dilakukan akan memberikan hasil yang positif sangat diharapkan. Selain itu bagi penderita sendiri diharapkan dapat menjaga kondisi tubuh diantaranya dengan menjaga kestabilan tekanan darah yang didukung dengan pola hidup yang lebih sehat seperti menjaga berat badan, hindari stres yang merugikan, komsumsi makanan berserat seperti buah dan sayuran serta mengikuti saran atau anjuran yang diberikan oleh tenaga medis, ahli gizi serta terapis.

 

Referensi

Sarafino, E.P. (1994). Health psychology: Biopsychosocial Interactions (2nd ed). New York: John Wiley & Sons.

Snaith, R.P. (2003). The hospital anxiety and depression scale. Health and quality life outcomes; 1:29, Licensee Biomed Central Ltd.

Taylor, S.E. (1999). Health psychology. (4th ed). Boston: McGraw-Hill.

Https://www.liputan6.com/health/read/2519964/dana-bpjs-kesehatan-untuk-stroke-meningkat-drastis (dibuka pada tanggal 05 November 2018)

Https://id.wikipedia.org/wiki/Strok (dibuka pada tanggal 05 November 2018)