ISSN 2477-1686

 

 

                                                                                       Vol.4. No.20 Oktober 2018

Stop Body Shaming Sekarang Juga!

Oleh

Frida Medina Hayuputri

Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia YAI

Body Shaming

Setiap orang pasti memiliki keinginan untuk tampil sebaik mungkin di hadapan khalayak, termasuk penampilan fisik (tubuh). Penilaian seseorang terhadap bentuk tubuh dan penampilan dirinya di hadapan orang lain, biasa disebut dengan body image. Body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya (Honigman & Castle, 2007).

Perkembangan body image seseorang tergantung pada hubungan sosialnya dan berupa proses yang panjang dan seringkali tidak menyenangkan, karena body image yang diproyeksikan tidak selalu positif. Sebenarnya, apa yang dipikirkan dan dirasakan seseorang tentang bentuk dan ukuran tubuhnya belum tentu benar-benar mempresentasikan keadaan yang sebenarnya, tetapi lebih kepada hasil penilaian dan evaluasi diri yang subjektif. Misalkan ada orang yang bentuk tubuhnya sudah ideal, tetapi ia selalu merasa dirinya gemuk,  karena orang-orang di sekelilingnya sering meledeknya gemuk.

Adapun tindakan-tindakan orang di sekitar kita yang seringkali mengomentari penampilan fisik dan bentuk tubuh kita, biasa disebut dengan body shaming. Body shaming adalah bentuk menyakiti seseorang dengan menjelek-jelekkan atau memberikan komentar buruk mengenai bentuk tubuhnya (Binar, 2018). Body shaming dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti mengkritik bentuk fisik seseorang (wajah, tubuh, kulit, dan sebagainya), membandingkan fisik antara satu orang dengan orang lain, menjelek-jelekkan penampilan orang lain dengan atau tanpa sepengetahuan dirinya.

Para pelaku body shaming ini biasanya jarang menyadari bahwa tindakannya itu salah dan bisa menyakiti orang lain, karena menganggapnya hanya sebuah candaan belaka. Padahal bagaimanapun bentuknya, body shaming merupakan perbuatan yang tidak baik. Body shaming termasuk bullying yang akan memberi dampak negatif pada korbannya dalam jangka waktu yang panjang.

Fenomena Body Shaming dalam Kehidupan

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kalimat-kalimat seperti “kok kamu gendutan?”, “kamu makin item deh”, “kamu sekarang kurus banget sih jadi mirip papan”, dan sebagainya, seringkali kita dengar. Entah maksudnya hanya basa-basi untuk memulai pembicaraan, ataupun bercanda. Tetapi apapun tujuannya, kalimat-kalimat semacam itu tidak seharusnya dilontarkan, karena sudah termasuk bullying verbal, yang tentunya akan memberikan tekanan tersendiri bagi orang yang mengalaminya.

Body shaming bisa memunculkan perilaku tidak sehat bagi korbannya, karena seseorang yang terlalu sering dicela cenderung memiliki keinginan untuk mengubah bentuk tubuhnya dengan segala cara, misalkan dengan diet mati-matian, minum obat pelangsing, operasi plastik, dan hal-hal lain yang malah menjadi kebiasaan buruk bagi dirinya. Body shaming juga bisa membuat korbannya mengalami gangguan makan (eating disorder) seperti anoreksia dan bulimia. Selain itu, body shaming juga bisa membuat seseorang tidak percaya diri dengan tubuhnya sendiri dan membuat ia tidak mau bergaul dengan orang lain. Dampaknya, ia akan menjadi orang yang menutup diri dan tidak bisa bersosialisasi dengan orang di sekitarnya, dan dikhawatirkan akan mengarah pada depresi. Salah satu contoh konkret korban body shaming adalah seorang perempuan berusia 17 tahun yang berasal dari Inggris bernama Harriet Walsh, ia tewas gantung diri setelah tidak sanggup menerima ejekan dari rekan-rekan sekolahnya (Glitz Journal, 2017). Sepanjang hidupnya ia selalu mendapatkan komentar negatif akan paras wajah dan bentuk tubuhnya yang gemuk, ia mengalami depresi kemudian memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

Body shaming selain memiliki dampak kepada korbannya, ternyata juga memiliki dampak negatif pada pelakunya. Hal ini bisa kita lihat dari hasil riset unik yang dilakukan oleh Florida State University, yang menyimpulkan bahwa orang yang sering mengomentari orang lain gemuk, pada umumnya cenderung akan mengalami kenaikan berat badan sebanyak 2,5 kali lipat (Lifestyle, 2018). Hal ini dikarenakan, semakin sering mengomentari orang lain gendut, maka akan semakin membuat dirinya merasa langsing, aman, dan baik-baik saja. Akibatnya, ia merasa tidak perlu menjaga pola makan dan jadi lebih banyak makan. Sikap lupa diri inilah yang pada akhirnya membuat tubuhnya menjadi gemuk.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa body shaming merupakan tindakan tidak baik yang memiliki banyak dampak negatif, baik bagi korban maupun pelakunya. Ingatlah bahwa “menghina orang lain jelek dan gendut, tidak akan membuat kita menjadi lebih cantik dan langsing”. Jadi stop body shaming, sekarang juga!

Referensi

Binar, R. (2018, Agustus). Body shaming dan mengapa harus dihilangkan. Psikologi. Diunduh  dari http://binakarir.com.

 

Glitz Journal. (2017, Agustus). Body shaming tindakan bullying verbal yang mengganggu psikologis anda. Glitzmedia. Diunduh dari http://glitzmedia.com.

 

Honigman, R. & Castle D.J. (2007). Living with your looks. Perth: University of Western Australia Press.

 

Lifestyle. (2018, April). Yuk stop melakukan body shaming. Guesehat. Diunduh dari http://guesehat.com.