ISSN 2477-1686
Vol.4. No.19 Oktober 2018
Viral Media Massa: Analogi Penyakit Menular
Oleh
Frida Medina Hayuputri
Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia YAI
Peristiwa Viral di Media Massa
Viral, kata ini seringkali kita dengar di media massa, terutama media internet. Kata viral sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki makna sebagai sesuatu hal yang disebabkan oleh virus, atau yang berhubungan dengan virus. Selain itu, viral juga memiliki makna yang melibatkan gambar, video, informasi, dan lain-lain, yang beredar dengan cepat dan meluas dari satu pengguna internet ke pengguna internet lainnya. Ketika suatu konten (bisa berupa gambar, video, dan informasi) yang diunggah ke media massa (terutama media internet), bisa menggerakkan begitu banyak orang untuk memperhatikan dan bahkan membagikannya (share) ke orang lain, maka dalam sekejap konten tersebut akan sangat populer. Hal seperti inilah yang biasa kita sebut dengan istilah viral.
Jika ditinjau dari asal maknanya yaitu hal yang disebabkan oleh virus, maka peristiwa viral dapat dianalogikan seperti penyakit yang disebabkan oleh virus, dan mudah menular ke orang lain. Akhir-akhir ini, banyak sekali peristiwa viral di media massa (terutama media internet), ragamnya pun bermacam-macam, dari peristiwa kecil hingga peristiwa besar. Misalkan peristiwa selebrasi kemenangan Jonatan Christie (atlet bulutangkis tunggal putra) yang membuka baju di final Asian Games 2018, Kiki Challenge (video menari diiringi lagu, yang diambil dari dalam mobil yang sedang berjalan), video dua anak perempuan kakak beradik yang sedang menyanyikan lagu Abdullah kemudian muncul suara petir, video-video dan jargon-jargon seperti “Om Telolet Om” dan “Masuk Pak Eko”, video-video penganiayaan atau perkelahian, dan lain sebagainya. Kesemua hal tersebut cepat sekali menyebar dari satu orang ke orang lain, bagaikan penularan penyakit yang disebabkan oleh virus.
Penularan Kultural (Cultural Contagion)
Media massa mempunyai pengaruh yang berbeda pada perilaku manusia yang menggunakannya (Rakhmat, 2016). Media cetak biasanya cenderung akan membawa pada pola pikir individualisme. Sedangkan, media televisi dan internet menyebabkan pola pemikiran kolektif, di mana orang-orang di seluruh dunia berbagi pengalaman dan gagasan secara serentak. Televisi dan internet juga merangsang seluruh alat indera kita, mengubah persepsi kita, dan akhirnya mempengaruhi perilaku kita.
Segala sesuatu yang disajikan di media massa, biasanya cenderung akan ditiru (diikuti) oleh anggota masyarakat. Hal ini sesuai dengan teori dari Phillips (dalam Rakhmat, 2016) tentang penggunaan kerangka teori imitasi pada efek media massa terhadap anggota-anggota masyarakat. Phillips menyebut proses imitasi (peniruan) ini sebagai penularan kultural (cultural contagion) yang dianalogikan seperti penyakit fisik (biologis) yang dapat dengan mudah menular dari satu orang ke orang yang lain.
Karakteristik Penularan Kultural
Penularan kultural sebagai suatu proses di balik peristiwa-peristiwa viral di media massa, memiliki beberapa karakteristik, yaitu sebagai berikut :
1. Periode Inkubasi
Jika dianalogikan dengan penularan penyakit fisik, fase ini muncul beberapa saat ketika seseorang mulai terpapar virus penyakit. Begitu juga dengan penularan kultural, fase ini merupakan awal di mana seseorang tertarik dan terpengaruh terhadap suatu peristiwa viral di media massa. Di mana tahap berikutnya adalah ia akan meniru dan membagikan (menularkan) pada orang lain.
2. Media Infeksi
Jika dianalogikan dengan penyakit fisik, beberapa penyakit ditularkan lebih efektif lewat media tertentu. Begitu juga dengan penularan kultural, peristiwa viral di media massa lebih efektif ditularkan ke orang lain melalui media internet, karena hanya dengan satu kali menekan tombol “bagikan” (share) peristiwa tersebut sudah bisa tersebar dan pada gilirannya akan menular ke banyak orang.
3. Imunisasi
Jika dianalogikan dengan penularan penyakit fisik, penyakit menular bisa dihindari dengan imunisasi. Kita dapat mengimunisasi seseorang terhadap suatu penyakit fisik dengan cara menginjeksikan dalam dosis kecil mikroorganisme yang sejenis. Begitu juga dengan penularan kultural, jika kita sudah beberapa kali (cukup sering) melihat peristiwa-peristiwa penting, maka kita tidak akan mudah tertular peristiwa-peristiwa viral di media massa tersebut.
4. Karantina
Jika dianalogikan dengan penyakit fisik, penyebaran penyakit dapat dihentikan dengan mengkarantina individu yang menderita penyakit tersebut. Begitu juga dengan penularan kultural, peristiwa viral di media massa (terutama yang tidak baik dan tidak bermanfaat) dapat dikurangi penularannya dengan mengurangi publisitasnya di media massa.
Dari uraian di atas, maka dapat kita tarik suatu kesimpulan yaitu mengikuti trend viral tidaklah menjadi masalah, asalkan kita pandai untuk memilah-milah segala sesuatu yang ada di media massa. Peristiwa viral yang buruk, misalkan penganiayaan, perkelahian, perbuatan negatif, dan sebagainya, jangan sampai kita tiru dan tularkan ke orang lain.
Referensi
Rakhmat, Jalaluddin. (2016). Psikologi komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.