ISSN 2477-1686

                                                                                       Vol.4. No.19 Oktober 2018

Deception Behaviour: Fenomena Pengguna Media Sosial Masa Kini

Oleh

Anisa Ifana, Ninuk Prajualita Sri Ratrini, Kuncono Teguh Yunanto, Selviana

Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia YAI

Penggunaan Media Sosial Masa Kini

Teknologi internet merupakan penemuan yang signifikan bagi kehidupan manusia di era modern. Hal ini memunculkan fenomena baru dalam penggunaan media sosial bagi masyarakat di seluruh dunia. Selviana (2016) menyatakan bahwa pada hakikatnya, media sosial diciptakan untuk mempermudah komunikasi antara satu orang dengan yang lain dengan melampaui jarak waktu dan ruang. Media sosial digunakan sebagai sarana saling memberi dan menerima informasi, menjalin silaturahmi pertemanan, mem-posting tulisan / flyers (undangan acara), meng-upload video maupun foto-foto, memberikan like pada sebuah postingan dan mengomentarinya. Seiring perkembangannya, media sosial yang sebenarnya sangat berpotensi digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat, namun pada sisi lain justru disalahgunakan pemanfaatannya.

Fenomena Deception Behaviour

Terdapat berbagai macam aktivitas yang dilakukan seseorang dalam menggunakan media sosialnya, Hayuputri (2018) menyatakan bahwa dalam media sosial, individu memiliki kecenderungan untuk berusaha menampilkan kesan-kesan tertentu yang dianggap “hebat” oleh khalayak. Individu yang semula “bukan siapa-siapa”, seketika bisa berubah menjadi “seseorang yang dianggap hebat”, yang biasa disebut dengan istilah “from zero to hero”. Lebih lanjut, Hayuputri (2018) mengungkapkan bahwa pada dasarnya diri kita mengetahui bahwa individu lain membuat penilaian berdasarkan petunjuk-petunjuk yang kita berikan, dan dari penilaian tersebut muncul sebuah perlakuan. Jika mereka menilai kita berstatus rendah, maka kita tidak akan mendapatkan perlakuan yang istimewa. Oleh karena itu, kita sengaja menampilkan diri kita (self-presentation) seperti yang kita kehendaki, terlebih untuk memberikan kesan yang baik kepada orang lain.

Fenomena ini merekat pada pengguna media sosial masa kini yang seringkali nampak dari memanipulasi citranya di media sosial, mulai dari mengedit wajahnya ketika foto selfie, mensortir foto-foto terbaik hingga terkadang melebih-lebihkan atau bahkan berbohong akan identitasnya. Kecenderungan ini disebut dengan deception behavior. Burgoon dan Levine (2010) mendefinisikan deception behaviour sebagai tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk membuat orang lain mempercayai atau meyakini sesuatu yang tidak sesuai dengan fakta atau kebenaran. Lebih lanjut, Burrgoon dan Levine (2010) menjelaskan bahwa  Deception behaviour dapat berbentuk banyak hal seperti megada-ada, melebih-lebihkan, menutupi, menghilangkan, membuat sesuatu menjadi ambigu, atau untuk mengkamuflasekan sesuatu.   

Bentuk-bentuk Deception Behaviour

Sonja (dalam Whitty & Young, 2017) menyatakan bahwa deception behaviour pada dunia cyber dapat dibagi menjadi empat bentuk, antara lain:

a.    Mengubah gender, misalnya seseorang berjenis kelamin laki-laki berpura-pura menjadi perempuan dan atau sebaliknya. Sonja menyebutkan bahwa 28 % laki-laki yang berinteraksi di dunia cyber berbohong akan gendernya.

b.    Mengelabui Tampilan Fisik, menampilkan ciri fisik yang lebih menarik seperti penampilan yang lebih kurus, lebih menawan, serta lebih kaya.

c.    Menutupi Identitas, yaitu menggunakan nama yang salah atau bukan nama sebenarnya, serta mencuri identitas seseorang dan berpura-pura menjadi orang tersebut.

d.    Troll, yaitu niat buruk atau manipulasi contohnya bergabung pada sebuah group chat untuk memprovokasi atau memberikan opini serta nasihat yang salah, menyebarkan hoax, menghujat, hingga menipu.

 

Faktor-faktor yang mempengaruhi Deception Behaviour

          Sonja (dalam Whitty & Young, 2017) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi deception behaviour yaitu:

a.    Gangguan Psikologis, seseorang bisa saja berbohong karena memiliki gangguan psikologis atau penyimpangan kepribadian.

b.    Bermain-main, ada motif untuk mencari kencan atau hanya ingin melakukan keisengan atau untuk sekedar bersenang-senang.

c.    Merasa Dirinya Tidak Ideal, seseorang yang merasa dirinya tidak ideal cenderung mengelabui tampilan fisiknya atau mengubah status sosial agar dirinya lebih diterima.

d.    Niat Jahat, ada niatan untuk menyakiti seseorang secara mental ataupun fisik. Misalnya untuk mengelabui seseorang agar mau berhubungan sex atau ingin membalas dendam kepada orang yang pernah menyakiti hatinya. Tindak kriminalitas juga termasuk dalm kategori ini, seperti pencurian, pemerkosaan, penipuan dan sebagainya.

e.    Alasan Privasi, sebagian orang melakukan deception behaviour karena tidak ingin privasinya diganggu dan atau untuk melindungi diri.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, dapat teramati bahwa pengguna media sosial masa kini yang secara sadar atau tidak, mengalami kecenderungan deception behaviour sebagai bagian dari keterlibatannya sebagai pengguna media sosial. Selain faktor-faktor yang mempengaruhi deception behaviour tersebut, bisa saja deception behaviour terjadi karena fasilitas aplikasi-aplikasi yang tersedia di media sosial semakin beragam, sehingga dimanfaatkan oleh para pengguna media sosial dengan berbagai tujuan dan alasan. Oleh karena itu, sebagai penutup disarankan agar para pengguna media sosial perlu menjadi lebih bijak dalam  menggunakan media sosialnya, karena pada dasarnya masih ada banyak hal positif juga yang dapat dilakukan dengan ber-sosial media.

Referensi:

 

Burgoon, J. K., & Levine, T. R. (2010). Advances in detection. In Smith, S.W ., & Wilson, S. R (Eds). New directions in Interpersonal Communication research (pp. 201-220). London: SAGE Publications.   

 

Hayuputri, F. M. (2018).  Fenomena impression management pada media sosial. Buletin Online K-PIN, 4(10). Diunduh dari: http://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/276-fenomena-impression-management-pada-media-sosial.

 

Ifana, A. (2018). Hubungan antara konsep diri dengan deception behaviour pada pengguna sosial media di international college X. Skripsi Fakultas Psikologi Unversitas Persada Indonesia YAI. Tidak dipublikasikan.

 

Selviana. (2016). Media sosial dalam perspektif psikologi. Buletin Online K-PIN, 2(11). Diunduh dari: http://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/91-media-sosial-dalam-perspektif-psikologi.

 

Whitty, M. T., & Young, G. (2017). Cyberpsychology: The study of individuals, society and digital technologies. Hoboken: Wiley.