ISSN 2477-1686

                                                                                       Vol.4. No.18 September 2018

Pertemanan di Usia Madya

Oleh

Sandra Handayani Sutanto

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan

Illustrasi

Suatu hari saya tanpa sengaja bertemu dengan ibu saya di pusat perbelanjaan. Saat itu ibu saya sedang bersama dengan teman-temannya yang berjumlah sekitar 5 orang dan semuanya menggunakan baju berwarna kuning. Beberapa hari kemudian, saya menelpon ibu saya dan beliau menceritakan bahwa teman-teman yang saya temui dan memakai baju berwarna sama tersebut adalah ‘gank’nya. Mereka memiliki aktivitas bersama misalnya berpergian bersama dengan tujuan kuliner dan berwisata. Mereka juga memiliki komunikasi bersama dengan menggunakan whatsapp group, sebagai wadah bertukar informasi dalam bentuk lelucon, memberikan dukungan atau menginformasikan berita terkini. Saat berpergian tersebut mereka menggunakan kostum yang disepakati (dengan warna tertentu), mengambil foto dan melakukan hal yang disukai oleh kelompok tersebut.

Pertemanan dewasa madya

Pertemanan didefinisikan sebagai hubungan antara dua individu yang menentukan afiliasi dan afeksi (Marion, Laursen & Zettergren, 2013). Dewasa Madya didefinisikan sebagai tahapan perkembangan dengan rentang usia 40 hingga 65 tahun. Papalia & Martorell (20xx)  menyatakan hubungan dengan orang lain menjadi sangat penting dalam tahapan usia dewasa madya, sebagai sumber dukungan emosional dan well being, terutama bagi wanita.

Pertemanan dewasa madya bagi pria dan wanita

Pertemanan yang terjalin memiliki cara yang berbeda antara pria dan wanita. Wright (dalam Bliezner & Ogletree, 2017) menyatakan bahwa pria mengekspresikan pertemanan dengan cara melakukan aktifitas bersama, sedangkan  wanita dengan cara intimasi dan kedekatan. Minat dalam pertemanan juga berbeda antara pria dan wanita. Hasil penelitian Kerstetter dkk (dalam Bliezner & Ogletree, 2017) melaporkan bahwa wanita lebih tertarik dan memaknai pertemanannya dengan berbagi, mengobrol, tertawa, bersosialisasi, dan memiliki kesenangan bersama. Sedangkan minat pria membangun relasi bergantung pada definisi maskulinitas yang ditanamkan (Levy, 2005), misalnya bergabung dengan grup olahraga tertentu.

Interaksi pertemanan dewasa madya

Liebler dan Sandefur (2002) membagi pertemanan ke dalam beberapa kelompok :

Low exchangers, interaksi dengan sedikit keterlibatan pada suatu hubungan yang bertujuan memberikan dukungan; High exchangers,  individu yang terlibat dalam hubungan yang bertujuan untuk menolong, misalnya dukungan emosional dan bantuan; Emotional exchangers, ditandai dengan keterlibatan yang berfokus pada dukungan emosional dan pemberian nasihat. Bliezner & Ogletree (2017) mengemukakan bahwa individu yang single --tidak pernah menikah atau pernah menikah tetapi kemudian menjadi janda/duda—pada umumnya lebih banyak diidentifikasi sebagai high exchangers. Individu yang lajang—tidak dalam kondisi menikah-- lebih memiliki koneksi sosial, lebih terhubung dalam pertemanan, cenderung lebih mudah memberikan bantuan dan lebih berkomitmen dalam hal energi dan waktu daripada individu yang menikah. Namun demikian individu yang tidak menikah ini juga memiliki kebutuhan dukungan yang lebih tinggi karena ketidakhadiran pasangan.

Manfaat pertemanan dewasa madya

Pertemanan di usia dewasa madya berguna untuk memberikan dukungan emosional, panduan praktis, kenyamanan, persahabatan dan teman berbicara (Antonucci & Akiyama dalam Papalia & Martorell, 20xx). Kualitas pertemanan juga akan mempengaruhi kesehatan dan juga menjadi sumber well-being.

Menjaga pertemanan dewasa madya

Setelah mengetahui pentingnya pertemanan di usia dewasa madya maka kita perlu memelihara pertemanan tersebut dengan berbagai cara seperti :

Merancang aktifitas yang memungkinkan dewasa madya untuk bertemu dan bertukar kontak dengan yang lain, misalnya  arisan, berlatih angklung atau olahraga bersama.

Menjadi teman yang dapat memberikan dukungan dan bantuan bagi teman lain, terutama bagi teman yang tidak tinggal berdekatan dengan kerabat. Hal ini juga dapat membantu untuk mengurangi stress dan mengurangi kesepian

I would rather walk with a friend in the dark, than alone in the light.

-Hellen Keller

Referensi:

Bliezner, R. & Ogletree, A.M. (2017). We get by with a little help from our friends. Journal of The Amerian Society on Aging, 41(2). 55-62.

Levy, D.P. (2005). Hegemonic complicity, friendship and comradeship : validation and causal processes among white, middle-class, middle-aged men. Journal of Men’s Studies, 13(2). 199-224.

Liebler, C.A., & Sandefur, G.D. (2002). Gender differences in the exchange of social support with friends, neighbors and coworkers at midlife. Social Science Research, 31(3), 364-91.

Marion, D., Laursen, B., & Zettergren, P. (2013). Predicting life satisfaction during middle adulthood from peer relationship during mid-adolescence. Journal of Youth and  Adolescence, 42. 1299-1307.

Papalia, D. E. & Martorell, G. (20xx). Experience Human development (13th ed.). New York, NY : McGraw Hill education.