ISSN 2477-1686

Vol.4. No.5, Maret 2018

 

 

Intensi Kewirausahaan Sosial 

Oleh

Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo

Program Studi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya

Kewirausahaan Sosial

Kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) punya peran penting dalam menjawab masalah sosial. Kajian Zahra, Gedajlovic, Neubaum dan Shulman (2009) terhadap lebih dari 20 definisi kewirausahaan sosial, merangkumnya sebagai aktivitas dan proses yang dilakukan untuk menemukan (to discover), mendefinisikan (to define) dan memanfaatkan (to exploit) peluang untuk meningkatkan kesejahteraan sosial mencakup aspek ekonomi, sosial, kesehatan dan lingkungan dengan cara menciptakan usaha baru maupun mengelola usaha yang ada secara inovatif. 

Dua karakteristik kewirausahaan sosial adalah nilai ekonomi dari keberlanjutan usaha dan nilai sosial dari solusi terhadap masalah sosial (Dacin, Dacin & Tracey, 2011). Hal tersebut menyimpulkan bahwa kewirausahaan sosial adalah inisiatif penting untuk terus didorong, maka dari itu penting untuk mengidentifikasi intensi kewirausahaan sosial (social enteprenerial intentions). Dengan mendorong intensi kewirausahaan sosial,  maka diharapkan semakin banyak lahir inisiatif-inisiatif yang tak hanya berorientasi pada kesejahteraan ekonomi tetapi juga kesejahteraan sosial. 

Kewirausahaan Sosial di Indonesia

Kewirausahaan sosial sendiri bukanlah konsep yang asing di Indonesia. Bahkan berdasarkan penelusuran Idris dan Hati (2013), terdapat tiga faktor yang menjadi pendorong utama dari perkembangan kewirausahaan sosial sejak sebelum masa kemerdekaan. Faktor-faktor tersebut adalah perjuangan mendapatkan pendidikan dan kesejahteraan dari penjajah kolonial Belanda, pengaruh Islam melalui keterlibatan para santri dan kepemimpinan artistokratis atau kaum intelektual priyayi yang menjadi pemimpin gerakan nasionalis. Oleh karenanya, konsep ini telah lama menjadi bagian dari jati diri Indonesia sebagai bangsa. 

Idris dan Hati (2013) menjelaskan bahwa di Indonesia, konsepsi modern kewirausahaan sosial diusung oleh Yayasan Ashoka sejak tahun 1983. Pratono dan Sutanti (2016) menyebut gerakan sosial Asosiasi Kewirausahaan Sosial Indonesia (AKSI) di tahun 2009 merintis jejaring yang mencakup lebih dari 100.000 inisiatif kewirausahaan sosial. Kini sejak tiga tahun terakhir Indonesia mulai diramaikan dengan crowdfunding platform yang berfungsi untuk menampung dan mengumpulkan dana untuk pengguna yang membutuhkan (Daily Social, 2017). 

Intensi Kewirausahaan Sosial

Intensi kewirausahaan sosial (social enteprenerial intentions) sendiri didefinisikan sebagai keyakinan (conviction) sekaligus persiapan (preparation) yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki intensi membangun kewirausahaan sosial (Thompson, 2009).

Mair dan Noboa (2006), dilanjutkan dengan Hockerts (2017), keduanya dalam Ip, Wu, Liu dan Liang (2017), menyarikan sejumlah anteseden dari intensi kewirausahaan sosial dan menjelaskan bahwa empati (empathy), kewajiban moral (moral obligation), kecakapan diri di bidang kewirausahaan sosial (social entrepreneurial self-efficacy) serta persepsi mengenai dukungan sosial (perceived social support), pengalaman sebelumnya menghadapi masalah-masalah sosial (prior experience with social problems). Telaah kualitatif Soerjoatmodjo (2018) juga menggarisbawahi empati sebagai pintu masuk menuju kewirausahaan sosial. Selain itu, Tiwari, Bhat dan Tikoria (2017) menambahkan kreativitas (creativity) dan kecerdasan emosi (emotional intelligence) sebagai anteseden dari segi kepribadian dari pelaku kewirausahaan sosial. 

Langkah dalam Mendorong Kewirausahaan Sosial

Bercermin dari sederetan anteseden di atas, maka pertanyaan berikut adalah: apa yang dapat dilakukan untuk mendorong kewirausahaan sosial tersebut? Pendidikan adalah salah satunya, sebagaimana direkomendasikan oleh Hokert (2015) yang merangkum bagaimana sejumlah inisiatif dapat memperkuat empati melalui interaksi dengan kelompok marjinal dan memperkuat kecakapan diri. Intervensi melalui pendidikan dipandang efektif untuk mendorong agar ada semakin banyak pihak yang terlibat dalam kewirausahaan sosial. 

Referensi

Dacin, M. T., Dacin, P. A., & Tracey, P. (2011). Social entrepreneurship: A critique and future directions. Organization Science, 22(5), 1203-1213. doi:10.1287/orsc.1100.0620.

Daily Social. (2017). Melihat  potensi  social  entrepreneurship  di Indonesia https://dailysocial.id/post/melihat-potensi-social-entrepreneurship-di-indonesia

Ip, C.Y.; Wu, S.-C.; Liu, H.-C. & Liang, C. (2017).Revisiting the Antecedents of Social Entrepreneurial Intentions in Hong Kong. International Journal of Educational Psychology, 6(3), 301-323. doi:10.17583/ijep.2017.2835

Hockerts, K. (2015),"The Social Entrepreneurial Antecedents Scale (SEAS): a validation study," Social Enterprise Journal, Vol. 11 Iss 3 pp.260-280 doi 10.1108/SEJ-05-2014-0026

Idris, A. & Hati, R. H. (2013). Social Entrepreneurship in Indonesia: Lessons from the Past, Journal of Social Entrepreneurship doi: 10.1080/19420676.2013.820778 

Pratono, A.H. & Sutanti, A. (2016) The ecosystem of social enterprise: Social culture legal framework and policy review in Indonesia Pacific Science Review B: Humanities and Social Sciences 2: 106-112 http://dx.doi.org/10.1016/j.psrb.2016.09.020

Soerjoatmodjo, G.W.L. (2018) Empati dan Kewirausahaan Sosial Buletin Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara Vol. 4 No. 1 Januari 2018 ISSN 2477-1686

            http://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/234-empati-dan-kewirausahaan-sosial

Thompson, E. R. (2009). Individual entrepreneurial intent: Construct clarification and development of an internationally reliable metric.Entrepreneurship Theory and Practice, 33(3), 669-694.doi:10.1111/j.1540-6520.2009.00321.x.

Zahra, S. A., Gedajlovic, E., Neubaum, D. O., & Shulman, J. M. 2009. A typology of social entrepreneurs: Motives, search process and ethical challenges. Journal of Business Venturing, 24 (5): 519-532.