ISSN 2477-1686

Vol.3. No.12, November 2017

 

Self Efficacy Sebagai Modal Berprestasi Paralimpian Indonesia

Selviana dan Nurhidayah

Fakultas Psikologi, UniversitasPersada Indonesia YAI

 

 

Gambaran Paralimpian Indonesia

Penyandang disabilitas dewasa ini merupakan prioritas perhatian dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk pemerintah agar potensinya dapat dikembangkan semaksimal mungkin sebagaimana orang normal. Sebagai warga Negara Indonesia yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan individu normal, penyandang disabilitas berhak memperoleh pendidikan dan pelayanan terutama pada lembaga pendidikan bekerja sama dengan masyarakat dan pemerintah.

Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa Pemerintah bersama DPR akhirnya sepakat meratifikasi konvensi tentang hak-hak penyandang disabilitas. Dalam ratifikasi konvensi tersebut, istilah penyandang cacat mulai ditinggalkan dan menggantinya dengan kata “disabilitas”. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan, Undang-Undang ini merupakan ratifikasi dari penandatanganan Convention on the Right of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas) tanggal 30 Maret 2007 di New York. Konvensi ini disusun dan disepakati oleh PBB pada tanggal 13 Desember 2006 (Jurnal Asean Paragames, edisi Oktober 2011). Konvensi ini merupakan capaian tertinggi dan penting dalam upaya memberikan perlindungan bagi penyandang disabilitasdan merupakan angin segar terutama bagi paralimpian(sebutan khusus yang dipakai bagi atlet disabilitas yang selanjutnya dipakai sebagai istilah dalam penelitian ini).

Pemahaman tentang hal yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi paralimpian terutama aktualisasi diri melalui olahraga dapat meningkatkan prestasi olahraganya. Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional, pada Bab VII mengungkapkan mengenai pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat, dalam pasal (30) ayat (1) menyebutkan bahwa “pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat dilaksanakan dan diarahkan untuk meningkatkan kesehatan, rasa percaya diri dan prestasi olahraga”. Selanjutnya pada ayat (4) disebutkan “Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat diselenggarakan pada lingkup olahraga pendidikan, olahraga rekreasi dan olahraga prestasi berdasarkan jenis olahraga khusus bagi penyandang cacat yang sesuai dengan kondisi kelainan fisik atau mental seseorang”.

Ketetapan Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tersebut bagi penyandang disabilitas sangat berarti, karena memberi landasan yang kuat bahwa paralimpian juga perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada orang normal dalam hal pendidikan khususnya di bidang olahraga. Salah satu cara membantu mengoptimalkan kemampuan-kemampuan mereka adalah melalui program pendidikan khusus untuk membantu mengikuti latihan di bidang olahraga, sehingga mampu bersaing di kancah nasional maupun internasional.

Sejumlah ajang olahraga internasional yang diikuti para atlet tersebut seperti Asean Paragames telah menorehkan prestasi yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Pada Olimpiade di Yunani tahun 2011 lalu misalnya, paralimpian Indonesia menunjukkan langkah maju yang sempat menarik perhatian banyak kalangan di negeri ini. Paralimpian tersebut mendapat penghargaan khusus dari Presiden RI dan berkesempatan bertemu Presiden di istana Negara. Selain itu di ajang Asean Paragames 2011 di Solo, yang merupakan ajang olahraga paralimpian se-Asia Tenggara setelah Sea Games XXVI di Jakarta dan Palembang, paralimpian Indonesia telah berhasil menorehkan prestasi sebagai juara kedua setelah Thailand dengan meraih 113 medali Emas (Jurnal Asean Paragames, edisi Desember 2011).

Sejumlah prestasi yang diperoleh tersebut tidak lepas dari sejumlah faktor penunjang lain yang berpengaruh bagi paralimpian Indonesia. Salah satunya adalah self efficacy.

Self Efficacy sebagai modal Paralimpian dalam berprestasi

Fakta yang tidak boleh dilupakan yaitu karakteristik penting dari paralimpian yang menyangkut kemamampuan untuk mengenali dan meyakini berbagai kemampuan yang dimilikinya (Hallahan & Kauffman, 2006). Dengan pengenalan terhadap kemampuan dan kekuatan yang dimiliki paralimpian membuat paralimpian memiliki keyakinan diri  (self efficacy) yang optimal agar dapat meraih prestasi olahraga. Bandura (1997) mendefinisikan self efficacy sebagai keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk melaksanakan kinerja tertentu. Self efficacy menentukan penilaian seseorang untuk dapat melakukan tindakan yang diperlukan dalam menghadapi kemungkinan situasi, kemudian self efficacy juga menentukan besarnya usaha dan keuletan yang dilakukan seseorang dalam menghadapi tugas – tugasnya.  Seseorang yang memiliki self efficacy yang tinggi biasanya menampilkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki self efficacy rendah. Selain itu, self efficacy juga mempengaruhi pola berfikir dan reaksi emosional seseorang dalam berhubungan dengan lingkungannya (Bandura, 1997). Seseorang yang menilai dirinya mampu dan memiliki keyakinan diri yang tinggi akan memusatkan perhatiannya dan berusaha lebih keras lagi bila ia mengalami kegagalan. Pada dasarnya, setiap paralimpian memiliki tingkat keyakian diri yang berbeda-beda karena keyakinan diri sangat diperlukan untuk menampilkan tingkah laku yang optimal dalam menghasilkan prestasi olahraga. Dalam Self efficacy, ada tiga dimensi penting yang menjadi perhatian utama yaitu tingkat (level), kekuatan, dan generalisasi (Bandura 1997).

Dimensi-dimensi Self Efficay Paralimpian dalam berprestasi

Bandura (1997) mengemukakan tiga dimensiself efficacy yaitu tingkat, kekuatan dan generalisasi yang penjelasannya diuraikan sebagai berikut:

a.    Tingkat (Level)

Tingkat dari self efficacy mengacu pada tingkat kesulitan tugas yang diyakini seseorang akan dapat dicapai. Tingkat keyakinan diri paralimpian akan mempengaruhi pemilihan aktivitas, jumlah usaha, serta ketahanan paralimpian setiap kali menghadapi lawan atau kejuaraan dan mampu menyelesaikan tugas yang dijalaninya. Misalnya, paralimpian mempunyai tingkat keyakinan diri yang tinggi untuk memilih, memfokuskan dan mampu menyelesaikan tugas atau latihannya walaupun tingkat kesulitannya tinggi.

b.  Kekuatan (Strength)

Kekuatan pada keyakinan diri mengacu pada tingkat keyakinan paralimpian dalam meraih kesuksesan setiap tugas. Paralimpian dengan kekuatan dan keyakinan diri tinggi akan tetap bertahan dengan keyakinan akan  kemampuan yang dimilikinya. Dengan adanya kekuatan pada keyakinan diri dapat mendorong paralimpian untuk menggunakan teknik tertentu dalam menghadapi lawannya dalam suatu pertandingan.

c.  Generalisasi (Generality)

Generalisasi pada keyakinan diri adalah keyakinan paralimpian terhadap beberapa kemampuan tertentu yang dapat diraih dengan sukses di berbagai tuntutan. Generalisasi pada keyakinan diri menunjukkan tingkat kesempurnaan  dengan keyakinan diri yang tidak dibatasi dengan situasi-situasi tertentu saja. Dalam hal ini paralimpian mampu beradaptasi dengan kondisi yang bagaimanapun bentuknya.

Berdasarkan pengamatan yang pernah dilakukan penulis kepada paralimpian Indonesia, pada kenyataannya dimensi-dimensi self efficacy ini merupakan suatu komponen penting dalam mengidentifikasikan atau mengenali keyakinan diri paralimpian untuk mencapai prestasi olahraga.

Referensi:

Bandura, A. (1997). Self-efficacy in changing socienties. United Kingdom: Cambridge University Press

Hallahan, D. P., & Kauffman, J. M. (2006). Exceptional children: introduction to special education (international edition, 10th ed). Boston: Allyn & Bacon.

Kementerian Pemuda dan Olahraga. (2011). Tabloid asean paragames. Jakarta. 

Kementerian Pemuda dan Olahraga. (2011). Tabloid asean paragames. Jakarta.