ISSN 2477-1686  

 Vol. 10 No. 16 Agustus 2024

 

Dampak Trauma Masa Kecil pada Kesehatan Mental Saat Dewasa

Oleh:

Andhika Wahyu Putra, Egi Prawita

Program Studi Psikologi, Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

 

Masa anak-anak seringkali disebut sebagai masa keemasan atau golden age yang membuat mereka amat mudah untuk menyerap hal yang berada disekelilingnya, sehingga ketika terdapat banyak hal buruk yang terjadi dan diserap oleh anak maka anak mempengaruhi perkembangan anak (Fahmi & Kurniawan, 2022). Trauma masa kecil yang mencakup berbagai bentuk pelecehan, penelantaran, dan paparan kekerasan, sangat berdampak pada kesehatan mental ketika mereka dewasa (Vizard, Gray, & Bentovim, 2021). Pada masa anak-anak, pertumbuhan dan juga perkembangan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga bukan merupakan hal yang tidak mungkin ketika anak mengalami trauma maka dapat menyebabkan dampak jangka panjang yang signifikan pada kesejahteraan psikologis individu di masa dewasa. Irwanto dan Kumala (2020) menyebutkan bahwa pada anak-anak, perilaku yang terbentuk dan disebabkan karena pengalaman traumatis dapat mengakar serta tertanam dalam perkembangan kepribadian mereka. Salah satu dampak inti dari trauma masa anak adalah meningkatnya kerentanan terhadap kecemasan, depresi, dan posttraumatic stress disorder (PTSD). Hal ini mencerminkan bagaimana trauma yang dialami pada masa anak-anak dapat memberikan beban psikologis yang berkelanjutan yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan emosional individu pada masa dewasa. Trauma juga dapat menyebabkan sensitivitas tinggi terhadap stres, karena amigdala otak menjadi hiperaktif dan korteks prefrontal yang bertanggung jawab untuk fungsi eksekutif seperti pengambilan keputusan dan kontrol impuls, menjadi kurang aktif (Martínez, Prada, Satler, Tavares, & Tomaz, 2016). Ketidakseimbangan ini menyulitkan individu untuk mengelola stres secara efektif, seringkali mengakibatkan kecemasan kronis atau keadaan depresi.

Trauma masa anak meliputi kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan emosional, penolakan fisik, penolakan emosional, dan menyaksikan kekerasan (Minzenberg dkk, 2008 ; Anggadewi 2020). Yasir Yunan (2020) menyebutkan bahwa semua tindakan kekerasan seorang anak akan tetap tersimpan daalam ingatan bawah sadarnya sampai ia dewasa. Penting untuk dipahami bahwa akibat trauma yang dialami oleh anak-anak bisa saja berbeda, beberapa anak mungkin lebih rentan terhadap dampak traumatis,   sementara   yang   lain   mungkin   memiliki   mekanisme   koping  yang  lebih   baik. Faktor-faktor seperti faktor genetik, kondisi lingkungan, dan keberadaan sistem dukungan dapat mempengaruhi bagaimana anak merespons dan mengatasi trauma. Pengalaman trauma yang dialami oleh anak dapat mempengaruhi cara individu dalam berinteraksi dengan dunia sekitarnya, termasuk hubungan interpersonal, hubungan sosial, serta pencapaian akademik. Misalnya, seseorang yang mengalami pelecehan masa anak-anak mungkin berjuang dengan perasaan tidak berharga dan kecemasan terus-menerus, yang merupakan ciri khas depresi dan gangguan kecemasan. Selain itu, trauma masa kecil sangat terkait dengan perkembangan PTSD. Pengalaman traumatis dapat memecah integrasi ingatan, emosi, dan persepsi sensorik, yang mengarah ke ingatan yang mengganggu, mimpi buruk, dan hypervigilance (Nursey & Phelps, 2016).

Sehingga dampak dari pengalaman trauma yang dialami pada masa anak-anak dapat sangat bervariasi, dilihat dari faktor-faktor seperti jenis trauma, tingkat keparahan, serta respons individu dalam menghadapi pengalaman tersebut. Pada masa dewasa hubungan interpersonal sering menjadi persoalan sebagai akibat dari trauma masa kecil. Kelekatan yang terbentuk pada masa kanak akan menjadi dasar terbentuknya kelekatan dengan pasangan ketika individu beranjak dewasa (Hazan, Campa & GurYaish, 2006 ; Damayanti & Margaretha, 2020). Penyintas dapat mengembangkan masalah kelekatan, mulai dari gaya keterikatan menghindar hingga cemas. Pola kelekatan maladaptif ini berasal dari hubungan awal dengan pengasuh yang ditandai dengan ketidakstabilan, pelecehan, atau pengabaian. Di masa dewasa, ini dapat  sebagai kesulitan dalam membentuk atau mempertahankan hubungan yang sehat, ketidakpercayaan yang meluas terhadap orang lain, atau kebutuhan berlebihan untuk validasi dan takut ditinggalkan. Kesulitan relasional semacam itu dapat melanggengkan perasaan terisolasi dan memperburuk masalah kesehatan mental.

Penyembuhan dari trauma masa kanak-kanak dimungkinkan tetapi membutuhkan strategi intervensi yang komprehensif, termasuk terapi yang berfokus pada trauma, cognitive behavior therapy (CBT), dan dalam beberapa kasus, obat-obatan. Membangun ketahanan melalui hubungan yang mendukung, mengembangkan keterampilan mengatasi, dan menumbuhkan rasa aman dan stabilitas adalah komponen penting dari proses pemulihan (Martinez & Opalinski, 2019). Intervensi dini, ketika trauma dikenali dan ditangani segera, dapat secara signifikan mengurangi dampak jangka panjangnya. Singkatnya, trauma masa kecil membayangi kesehatan mental orang dewasa, mempengaruhi regulasi emosional, hubungan interpersonal, dan kesejahteraan secara keseluruhan. Memahami efek mendalam dari trauma dini sangat penting untuk mengembangkan strategi pengobatan yang efektif dan mendukung individu dalam perjalanan mereka menuju pemulihan. Perjalanan menuju penyembuhan itu menantang, tetapi dengan perawatan dan dukungan yang tepat, itu dapat dicapai.

Kesimpulannya, trauma masa kecil sangat mempengaruhi kesehatan mental orang dewasa, yang menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap kecemasan, depresi, dan PTSD. Trauma ini mengubah fungsi otak, mengganggu sistem respons stres, dan merusak regulasi emosional, sering mengakibatkan kesulitan relasional dan penyalahgunaan zat. Namun, penyembuhan dimungkinkan melalui strategi intervensi yang komprehensif, termasuk terapi dan pengobatan. Pengenalan dan intervensi dini sangat penting untuk mengurangi efek jangka panjang. Memahami dampak mendalam dari trauma masa kanak-kanak sangat penting untuk mengembangkan pendekatan pengobatan yang efektif dan mendukung individu dalam perjalanan mereka menuju pemulihan. Dengan perawatan dan dukungan yang tepat, penyembuhan dari trauma masa kecil dapat dicapai.

Referensi:

Anggadewi, B. E. T. (2020). Dampak Psikologis Trauma Masa Kanak-kanak pada Remaja. Solution: Journal of Counselling and Personal Development2(2), 1-7.

Damayanti, A., & Margaretha, M. (2021). Trauma Dan Kelekatan Pada Individu Dewasa Yang Menyaksikan Kdrt: Kepribadian Sebagai Moderator. Jurnal Psikologi Integratif9(1), 1-15.

Fahmi, A. S., & Kurniawan, A. (2022). Pengaruh Pengalaman Traumatis Berupa Perilaku Abusive Orangtua kepada Anak terhadap Psychological Well-Being. Berajah Journal2(2), 293-304.

Irwanto, Prof., Kumala, Hani. (2020). Memahami Trauma Dengan Perhatian Khusus Pada Masa Kanak-Kanak. Jakarta: PT. Gramedia.

Martinez, L. A., & Opalinski, A. S. (2019). Building the Concept of Nurturing Resilience. Journal of Pediatric Nursing, 48, 63-71. https://doi.org/10.1016/j.pedn.2019.07.006.

Martínez, L., Prada, E., Satler, C., Tavares, M. C., & Tomaz, C. (2016). Executive Dysfunctions: The Role in Attention Deficit Hyperactivity and Post-traumatic Stress Neuropsychiatric Disorders. Frontiers in Psychology, 7, 206398. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2016.01230.

Nursey, J., & Phelps, A. (2016). Stress, Trauma, and Memory in PTSD. In G. Fink, Stress: Concepts, Cognition, Emotion, and Behavior (Vol. 1, pp. 169-176). Cambridge: Academic Press.

Vizard, E., Gray, J., & Bentovim, A. (2021). The impact of child maltreatment on the mental and physical health of child victims: a review of the evidence. BJPsych Advances, 28(1), 60-70. https://doi.org/10.1192/bja.2021.10.

Yasir Yunan, Z. (2020). Strategi Coping Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. EMPATI: Jurnal Kesejahteraan Sosial, 7(2), 157-177.