ISSN 2477-1686
Vol. 10 No. 11 Juni 2024
Fenomena Second Account di tinjau dari Psikologi Eksistensialisme
Oleh:
Sidiq Rahmadi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Kehidupan Individu khususnya generasi Z tidak bisa dilepaskan dengan media sosial, yang saat ini dijadikan sebagai ruang berekspresi. Intensitas kehidupan yang dijalani ini tentunya berpengaruh pada aktivitas kognitifnya sekaligus pengelolaan emosi yang sangat berpengaruh pada kondisi mental. Identitas diri sangatlah penting dimiliki oleh individu untuk menunjukkan keberadaanya sekaligus eksistensi diri. Pengakuan dari orang lain yang dulu diperlihatkan dengan pujian, ucapan selamat, tepuk tangan yang dapat disaksikan secara nyata, ditangkap oleh panca Indera, tetapi pengakuan itu sekarang bergeser pada simbol-simbol yang dinamakan dengan emoji. Berbagai ekspresi yang menggambarkan seluruh luapan emosi seseorang disediakan untuk menunjukan ekspresi dirinya. Berkurangnya aktivitas bersentuhan dengan dunia realitas akan mengakibatkankan berkurangnya nilai-nilai dalam dirinya, sehingga mengakibatkan individu krisis nilai yang mengakibatkan munculnya perilaku-perilaku tertentu diluar norma-norma yang terjadi di masyarakat.
Fenomena akhir-akhir ini yang terjadi pada generas Z dalam bermedia sosial khusunya Instagram adalah second account. Survei yang dilakukan oleh HAI Melibatkan 300 responden, hasilnya ditemukan 46% remaja punya akun kedua. Bahkan, 60% dari remaja yang memiliki akun alter, punya 2 buah akun alter! Lebih dari setengahnya mengaku akun keduanya di-private dan nggak mengungkap identitas. Teknologi gadget yang dulu mempunyai kegunaan untuk memudahkan seseorang untuk berkomunikasi jarak jauh untuk mencurahkan kerinduan, menyampaikan pesan sekarang mulai mengalami pergeseran yang sangat bervariatif. Salah satunya adalah suatu alat untuk menujukkan identitas diri. Aktivitas yang banyak dilakukan di dunia maya, menggunakan internet sebagai teknologi sosialnya untuk menunjukkan identitas dirinya sekaligus mengekspresikan emosi oleh Walther (2006) dinamakan dengan “komunikasi hiperpesonal” menganggap bahwa komunikasi dengan perantara teknologi lebih menarik dari pada komunikasi secara langsung. Komunikasi konvensional yang dikenal dengan face to face berkembang menjadi komunikasi Computer Mediated Communication (CMC) yaitu komunikasi yang menggunakan sarana computer.
Kaca Mata Psikologi Eksistensialisme
May (1994) menyatakan bahwa psikologi eksistensial adalah bidang yang mempelajari upaya untuk memahami perilaku manusia dengan mengatasi perbedaan antara subjek dan objek, suatu pendekatan terhadap manusia, dan perspektif terhadap psikoterapi. Kierkegaad menentang gagasan bahwa manusia adalah hanya benda dan menentang gagasan bahwa manusia adalah satu-satunya realitas. Kierkegaad menekankan pentingnya keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab bagi manusia. Artinya, manusia memiliki kebebasan untuk bertindak hanya jika mereka menjadi lebih sadar diri dan mengambil tanggung jawab atas apa yang mereka lakukan. Untuk mendapatkan kebebasan dan tanggung jawab, manusia harus melepas kecemasannya, bertanggung jawab atas takdirnya, dan mengalami rasa sakit karena tanggung jawab (Hall, 1993).
Individu menggunakan second account memiliki maksud positif maupun negatif. maksud positif yang dirasakan adalah menjaga privasi yang dimiliki sekaligus membuat individu lebih leluasa untuk memberi kesan dan membangun keakraban dengan anonimnya, serta juga bebas mengekspresikan tanpa rasa malu. Fenomena individu memiliki lebih dari satu akun pernah diteliti sebelumnya oleh (Prihantoro dkk., 2020) dimana hasil penelitian menemukan bahwa rata-rata generasi milenial memiliki tingkat keterbukaan yang berbeda-beda karena setiap manusia memiliki kepribadian yang tidak sama persis. second account, mereka bebas berekspresi dan membagikan apa yang mereka ingin bagi. Second account dapat membantu diri untuk lebih percaya diri tampil lebih besar di first account dan menghilangkan rasa insecure. Komunikasi yang dilakukan lebih intim di second account karena akun tersebut dikunci dan pengikutnya hanya orangorang terdekat saja.
Maksud negatifnya individu dengan second account mencari informasi ( stalker) tentang orang lain, mengomentari dan bahkan sampai tahap penyerangan terhadap seseorang yang menurutnya tidak menyenangkan baginya. Sebuah penelitian (Dewi & Janitra, 2018) menemukan bahwa anak-anak menggunakan akun alter atau akun kedua untuk menyimpan catatan harian mereka. Selain itu, mereka menggunakan akun ini untuk memberikan komentar negatif tentang akun selebriti untuk kepentingan bisnis dan untuk mewakili diri mereka sendiri. Tidak ada yang salah dengan mengekspresikan diri dengan cara apa pun; masalahnya adalah bagaimana kita mengungkapnya, bukan malah memalsukan diri. Robert Stolorow (2016) menggambarkan kerentanan eksistensial sebagai kemungkinan-kemungkinan menyakitkan yang mendefinisikan hidup kita dan ancaman terus-menerus, seperti cedera, penyakit, kematian, dan kehilangan. Semua kelemahan harus dipahami dan diakui bahwa kita sebagai manusia memiliki hak untuk mengalami kelemahan tersebut. Perjuangan, kematian, bahaya, dan rasa bersalah adalah beberapa situasi yang dapat meningkatkan kesadaran kita akan keberadaan pribadi menurut Karl Jaspers.
Kondisi nyaman bermedia sosial ini membawa individu pada titik untuk terus berselancar memanfaatkanya sehingga tidak heran jika dalam konteks ini menjadikan individu membangun image yang baik sehingga menutup-nutupi kekurangan yang dimilikinya maka tidak heran jika membuat second account ini dilakukan untuk salah satu sarana untuk membranding dirinya. Melalui persekutuan yang menyenangkan, kita membangun cara-cara kreatif untuk memahami dan merefleksikan siapa diri kita (Fonagy & Target,2007 ; Winnicott,1971). Struktur dasar manusia adalah keterlemparan, maka dengan itulah ia dikutuk untuk bebas. Dalam keterlemparannya manusia dilingkupi sifat ada-menjadi (Being), dan ketiadaan (non being) (Rollo May, 1994). Ada-menjadi (being) manusia adalah makhluk yang terus bergerak dan proses menjadi sesuatu berdasarkan pilihan bebasnya, ia berada dalam dirinya sendiri sekaligus untuk dirinya sendiri. Dengan itu, beberapa modus berada manusia di-dunia (being in-the world), cara berada manusia dengan dunianya (umwelt), manusia lainnya (mitwelt), dan dirinya sendiri (eigenwelt) (Rollo May, 1994). Kesadaran akan diri adalah poin penting bagi eksistensi manusia, bentuk konkret dari kesadaran diri itu ialah lahirnya pribadi-pribadi yang kreatif dan mempu mencari makna dari kondisi yang tidak bermakna.
Referensi:
Bahar, A Survei: 46% Remaja Punya Lebih dari Satu Akun Instagram Pribadi, Kebanyakan Nggak Ngungkap Identitas Asli. Apa Alasannya? Dalam hai. Grid https://hai.grid.id/read/07610011/survei-46-remaja-punya-lebih-darisatuakun%20Instagrampribadikebanyakannggak-ngungkapidentitas-asliapaalasannya?page=all
Dewi, R, & Preciosa A, J. (2018).Dramaturgi Dalam Media Sosial : Second Account di Instagram Sebagai Alter Ego. Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 3.
Fonagy, P., & Target, M. (2007). Playing with reality. The International Journal of Psychoanalysis, 88(4), 917–937.
Prihantoro, E., Damintana, K. P. I., & Ohorella, N. R. (2020). Self disclosure generasi milenial melalui second account Instagram. Jurnal Ilmu Komunikasi, 18(3), 312–323.
Rollo May. (1994). Rollo May - The Discovery of Being_ Writings in Existential Psychology (1994, W. W. Norton & Company) - libgen.lc.pdf. New York: W. W. Norton & Company.
Stolorow, R. D. (2016). Pain is not pathology. Existential Analysis: Journal of the Society for Existential Analysis, 27(1), 70–74.
Walther, J. (2006). Social Information Processing Theory”. dalam EM Griffin. In A First Look At Communication Theory. Mc Growth Hill International Edition.
Winnicott, D. W. (1971). Playing and reality London. Burns & Oates. https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=JHMdZC08HhcC&oi=fnd&pg=PR9&ots=y3EJjV2ZFg&sig=LqAGGt-UYiDmAA631TVoOh8uKVU&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false