ISSN 2477-1686
Vol. 10 No. 10 Mei 2024
Gambaran Gaya Komunikasi Anggota Legislatif Milenial: Analisis Psikologi
Oleh:
Rony Syahputra
Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara
Menurut Elwood Carslon dalam bukunya The Lucky Few : Between The Greatest Generation and The Baby Bown, generasi millenial adalah generasi Y atau mereka yang lahir setelah generasi X. Kontribusi nyata sebagai generasi millenial sebagai penerus bangsa sudah menjamur diberbagai kalangan salah satunya sebagai anggota legislatif di berbagai daerah. Sejumlah legislator millenial yang ada pada saat ini, telah membawa ide, gagasan, dan juga aspirasinya masing-masing. Millenial sebagai generasi yang melek teknologi, agen perubahan dan disamping itu juga generasi yang dianggap paling emosional dalam tindakan (Cahyaningtyas & Adnan, 2022).
Caleg muda yang muncul pada pemilu tahun 2024 ini berkisar rentan usia 20-30 tahun. Pada pemilu era sebelumnya caleg yang menyalonkan diri menjadi anggota legislatif rata-rata usia matang dan memiliki latar belakang murni dari dunia politik. Tetapi sekarang dunia perpolitikan telah mengalami perubahan yang cukup menarik perhatian. Banyak pemuda yang menyalonkan diri dengan beragam latar belakang yang berbeda. Ragam cara yang dilakukan para tokoh pemuda untuk bersaing dengan para senior. Mengacu daftar calon tetap (DCT) pada tahun 2024 terdapat 9.917 calon anggota legislatif (caleg) yang bakal berkontestasi. Sebanyak 14 persen atau 1.473 orang di antaranya berusia 21-30 tahun. Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan keikutsertaan caleg berusia yang sama pada Pemilu 2019. Pada Pemilu 2019 jumlah caleg DPR mencapai 7.968 orang. Dari total caleg DPR tersebut, ada 7,3 persen atau 588 orang berusia di bawah 30 tahun. Komposisi anggota DPR periode 2019-2024 memperlihatkan ketimpangan generasi yang cukup besar antara generasi lama (diwakili baby boomer dan generasi X) dan generasi muda yang direpresentasikan oleh generasi Y atau generasi milenial (Yulianti, 2019).
Salah satu hal yang menarik untuk dibahas adalah akan timbulnya perbedaan gaya komunikasi Millenial dengan Baby Boomer, perbedaan yang signifikan akan terlihat dalam pemilihan media komunikasi dan dapat menimbulkan konflik antar dua generasi. Mayoritas Generasi Baby Boomer mempunyai masalah dengan cara Generasi Y menggunakan teknologi untuk bekerja, bermain, dan belajar, sedangkan Generasi Y melihat Generasi Baby Boomer menolak teknologi baru dan perubahan. Oleh karena itu, menyampaikan pesan dengan cara yang bermakna antara kedua generasi ini bisa menjadi sebuah tantangan. Kurangnya komunikasi atau kesalahpahaman dalam komunikasi dapat berdampak langsung pada kesejahteraan seseorang (Kaca, 2007).
Gaya komunikasi (communication style) merupakan sekumpulan perilaku komunikasi yang digunakan untuk mendapatkan tanggapan atau feed back dalam suatu situasi dan kondisi tertentu. Komunikasi antar pribadi misalnya, dapat dicermati gaya komunikasi apa yang sesuai atau cocok untuk dilekatkan pada komunikasi tersebut. Kecocokan dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (komunikator) dan maksud atau harapan dari penerima (komunikan) (Rosyid, 2019). Tipe gaya komunikasi menurut Cangara (2008) terdapat 4 tipe dasar yaitu: komunikasi pasif, komunikasi agresif, komunikasi pasif-agresif dan komunikasi tegas. Gaya komunikasi generasi Baby Boomer lebih menghargai formalitas dan keterus terangan dalam komunikasi. Generasi baby boomeer senang diberi informasi dan detail latar belakang. Mereka menyukai komunikasi mereka yang seimbang antara email, pesan suara, rapat, dan komunikasi langsung. Baby Boomer memiliki gaya komunikasi yang lebih kaku dan dan butuh penghormatan. Sedangkan generasi Millenial menghargai komunikasi yang memfasilitasi kolaborasi tim dan kerja sama tim. Mereka berkembang pesat dalam menggunakan instant messaging dan chatting. Generasi Millenial juga memiliki gaya komunikasi yang lebih santai, komunikasi yang informal percaya diri, ekspresif, dinamis, super-terhubung, dan terbuka untuk berubah (Eliyana, 2021).
Kunci komunikasi yang efektif adalah keterbukaan pikiran generasi Y dan Baby Boomer. Generasi Y tidak boleh menganggap Baby Boomer sama sekali tidak tahu apa-apa tentang teknologi, serta Baby Boomer harus menganggap Generasi Y sebagai peluang untuk belajar, bukan sebagai ancaman. Generasi yang berbeda harus berusaha melihat satu sama lain sebagai individu yang unik dan harus memperlakukan satu sama lain dengan hormat, terlepas dari perbedaan mereka. Perbedaan generasi tidak dapat diubah, namun anggota generasi yang berbeda dapat mencoba untuk memahami satu sama lain dan memvalidasi nilai-nilai satu sama lain. Setiap generasi dapat belajar dari generasi lainnya. Generasi Baby Boomer, misalnya, 'berpengalaman, terampil, dan berpengetahuan luas' dan Generasi Y memanfaatkan pengetahuan mereka tentang teknologi dan kreativitas mereka. Generasi yang berbeda harus menerima bahwa setiap generasi memiliki kekuatan dan kelemahan yang melekat. Pemahaman, rasa hormat dan keterbukaan pikiran akan mengarah pada komunikasi yang bermakna dimana generasi dapat saling memotivasi dan mengeluarkan yang terbaik dari satu sama lain (Heng & Yazdanifard, 2013; Walmslay, 2011).
Referensi:
Cahyaningtyas, A. H., & Adnan, M. (2022). Legislator Milenial dan Citra DPRD Kota Surakarta. Departemen Politik dan Pemerintahan, https://ejournal3.undip.ac.id.
Cangara, H. (2008). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Eliyana, A. (2021). Komunikasi Lintas Generasi di Tempat Kerja. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlanga. http://bpsdm.jatimprov.go.id/assets/images/1677733574_Komunikasi%20Lintas%20Generasi%20-%20Prof.%20Dr.%20Anis%20Eliyana.pdf
Fahmi, K. (2021). Gaya Komunikasi Generasi Milenial Dalam Keluarga Perkotaan (studi kasus di kelurahan pejeruk kecamatan ampenan kota mataram). Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Mataram, https://etheses.uinmataram.ac.id/4192/1/Khairul%20Fahmi%20170301083.pdf
Heng, CY, & Yazdanifard, R. (2013). Kesenjangan generasi: Apakah ada solusi yang solid? Dari sudut pandang hubungan manusia. Jurnal Internasional Ekonomi, Manajemen dan Ilmu Sosial , 2 (10), 837–840.
Rosyid, M. A. (2019). Gaya komunikasi Mamah Dedeh pada Program Mamah dan Aa’di Indosiar. UIN Walisongo.
Susanti, K., & Sriganda, M. L. D. W. (2021). Gaya Komunikasi Ferdy Tahier dan Didi Riyaldi dalam Tayangan Ferdy and Didi Show pada Kanal Ditiv. Communicationn, 3(1). https://doi.org/10.21009/Communications3.
Utari, S., & Hadi, M. M. (2020). Gaya Kepemimpinan Demokratis Perpustakaan Kota Yogyakarta (Studi Kasus). Jurnal Pustaka Ilmiah, 6(1), 994-1002.
Venter, E. (2016). Menjembatani Kesenjangan Komunikasi Antara Generasi Y dan Generasi Baby Boomer. Jurnal Internasional Remaja dan Remaja, 18(5), 497-507.https://translate.google.com/website?sl=en&tl=id&hl=id&client=srp&u=https://doi.org/10.1080/02673843.2016.1267022.
Walmsey, A. (2011). Menutup Kesenjangan Komunikasi. Cakrawala Pendidikan, 90(1), 25-26.
Yulianti, E. (2019). Persepsi Masyarakat Terhadap Caleg Muda Dalam Pemilihan Legislatif Tahun 2019 di Desa Sribhawono Kab. Lampung Timur. Fakultas Keguruan dan Pendidikan. http://digilib.unila.ac.id/56361/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf.