ISSN 2477-1686 

Vol. 10 No. 08 April 2024

Oversharing di Zaman Sekarang

oleh:

Bryan Joshua Tambunan

Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara

Media sosial memberikan fasilitas bagi warganet untuk bertukar informasi, dengan cara mengunggah foto, video dan kegiatan sehari-harinya. Aktivitas berbagi informasi pribadi yang terlalu sering disebut oversharing. Oversharing secara psikologi merupakan suatu kebutuhan manusia untuk diperhatikan dan mendapat dukungan sosial. Namun secara tidak langsung, aktivitas tersebut justru lebih banyak membahayakan penggunggahnya, dimana ancaman-ancaman cyberbullying, intimidasi, bahkan kejahatan yang dilakukan secara langsung seperti perampokan, dan pemerkosaan akan lebih mudah terjadi akibat postingan-postingan pribadi di media sosial (Bunga, 2022). Sehingga Oversharing ini memunculkam rasa cemas yang tinggi bagi pengguna platform-platform media sosial.

Pengunaan media sosial merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat digital saat ini. Menjelajahi media sosial seharusnya menjadi hiburan tersendiri bagi pengguna media sosial ketika ada suasana kenyaman dan kebahagian, namun terkadang pengguna fasilitas internet ini sering terlewat batas sehingga merugikan diri sendiri dan pihak lain, ini yang sering disebut oversharing. Oversharing adalah ketika orang membagikan terlalu banyak informasi pribadi kepada publik atau orang asing. Itu bisa terjadi secara online maupun offline.

Beberapa contoh perilaku oversharing, yakni:

  1. Memposting detail intim tentang hubungan pertemanan
  2. Memposting detail masalah percintaan
  3. Memposting detail masalah keluarga
  4. Memposting detail masalah pekerjaan
  5. Memposting detail masalah pribadi

Media sosial di pergunakan sebagai wadah atau tempat untuk melampiaskan emosi pribadi, dengan cara menggunggah foto atau video untuk mempermalukan orang lain bahkan diri sendiri secara teratur (Bunga, 2022 ). Sebuah studi dilakukan oleh Ispos, sebuah perusahaan riset pasar dunia, setidaknya ada 3 aktivitas yang sering dilakukan orang dengan menggunakan internet, yakni: menggunakan mesin pencari (seperti goggle 74 %), mengunjungi situs jejaring sosial (seperti facebook 64 %)  dan mengunjungi situs portal untuk melihat (email 55 %). Dari data-data pengguna internet didunia ini, dapat dilihat bahwa mayoritas masyarakat dunia menggunakan internet untuk mencari informasi melalui mesin pencari seperti gogle. Namun data yang kontras terlihat dinegara indonesia. Masyarakat Indonesia lebih memanfaatkan internet untuk mengunjungi situs jejaring sosial (78%) dibandingan dengan mesin pencari (40%) dan portal email (59 %).

Ipsos mempublikasikan hasil risetnya mengenai perilaku berbagi (sharing) masyarakat dunia di media sosial. Dari hasil temuan ipsos, sebanyak 6 % masyarakat dunia melakukan berbagi semua hal, 18 % hal-hal penting, 57 % melakukan perilaku berbagi beberapa hal saja, dan 19 % tidak melakukan perilaku berbagi sama sekali di media sosial. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Indonesia berada di peringkat kedua negara yang paling banyak melakukan perilaku berbagi semua hal di media sosial, sebanyak 15 % masyarakat melakukan perilaku berbagi semua hal, 35 % hal-hal penting, 45 %beberapa hal saja, dan hanya 5 % saja yang tidak melakukan perilaki berbagi sama sekali di media sosial. Lalu apa sajakah yang dibagikan di media sosial? Ipos melalui studinya mengidentifikasi apa saja yang dibagikan masyarakat Indonesia di media sosial, konten paling besar yang dibagikan adalag gambar (53%), disusul opini (42%), memperbaharui status tentang yang sedang dirasakan (33%), video klip (17%) dan berita (17%). Data-data diatas menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat aktif berkegiatan di media sosial. Perputaran informasi melalui media sosial berjalan sangat cepat, baik itu informasi yang objektif mau yang sifatnya personal. Beberapa peneliti kontemporer menyebut fenomena ini dengan sebutan Oversharing (Akthar, 2020).

Kesimpulan, perilaku Oversharing di media sosial dewasa ini lebih dilihat sebagai ancaman. Hal ini tetntu beralasan karena beberapa temuan juga mendukung dampak negatif dari perilaku oversharing ini. Griffths dalam kajiannya menunjukkan bahwa perilaku Oversharing di media sosial sama seperti barang-barang lainya yang menimbulkan efek adiktif, sehingga untuk terapinya harus menggunakan pendekatan biologis, psikologis dan sosial. Dampak negative lainnya dari perilaku oversharing adalah dapat menjadikan pemicu terjadinya perundungan di dunia maya, perbandingan diri dengan orang lain yang justru dapat menurunkan harga diri (Akthar, 2020).

Referensi:

Akthar, H. (2020). Perilaku Oversharing di Media Sosial: Ancaman atau Peluang? PSIKOLOGIKA, 258-259.

Bunga, D. (2022 ). Literasi Digital Untuk Menanggulangi Perilaku Oversharing di Media Sosial. Pengabdian Kepada Masyarakat, 1.