Vol. 10 No. 05 Maret 2024
Perawatan Paliatif: Usaha untuk Membangun Akhir
yang Lebih Berkualitas
Oleh:
Adelia D.P. Prasetyo, Francisca Kirana, Irarosa Ardhi Boediono, & Siti Jatnikaningsih
Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan
"Hidup ini hanyalah persiapan untuk kematian, maka kita harus mempersiapkan diri kita sebaik-baiknya untuk menghadapinya."
- Billy Graham-
Perjalanan hidup seseorang dengan penyakit terminal sering kali seperti menaiki sebuah roller coaster emosional. Rasa takut, sedih, marah, dan frustrasi bercampur aduk, menghadirkan badai yang menguji kekuatan mental dan spiritual (Worden, 2018). Padahal jika dimaknai lebih lanjut maka kematian adalah sebuah keniscayaan dan merupakan akhir dari sebuah kehidupan. Oleh sebab itu diperlukan persiapan untuk menghadapinya, sehingga di tengah gejolak emosi tersebut, tetap mungkin bisa muncul secercah harapan dan keinginan untuk menjalani sisa waktu dengan penuh makna (Frankl, 1946). Dalam hal ini perawatan paliatif dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas hidup baik bagi penderita maupun keluarganya, sehingga secara bersama-sama keluarga dan penderita kemudian dapat menjalani kehidupan yang lebih berkualitas sampai pada akhirnya.
Definisi Penyakit Terminal
Penyakit terminal merupakan suatu kondisi kesehatan yang menurun secara progresif yang tidak bisa disembuhkan dengan pengobatan dan akan berujung pada kematian (International Association of Hospice and Palliative Care, dalam Salins et al., 2018). Istilah ini biasanya digunakan untuk penyakit yang bersifat progresif, seperti kanker stadium lanjut, demensia, penyakit neuron motorik (MND), penyakit paru-paru, penyakit saraf, seperti Parkinson atau penyakit jantung stadium lanjut, HIV/ AIDS, dan diabetes melitus. Secara umum, penyakit terminal dapat diartikan sebagai kondisi yang hampir pasti akan berujung pada kematian meskipun penderita mendapatkan pengobatan. Perawatan paliatif lebih tepat dilakukan sejak awal penyakit terdiagnosis (Shatri, 2020).
Kondisi Psikologis
Kematian merupakan sebuah babak penting dalam hidup seseorang. Kübler-Ross (dalam Papalia et al., 2021) menyebutkan terdapat lima tahap dalam menghadapi kematian, yaitu:
1. Penolakan (denial) – “Hal ini tidak mungkin terjadi padaku”
2. Marah (anger) – “Kenapa aku?”
3. Menawar waktu (bargaining) – “Coba kalau aku bisa hidup sampai melihat anak-anakku menikah, aku tidak akan meminta lebih lagi”
4. Depresi (depression).
5. Penerimaan (acceptance).
Namun, tidak semua orang mengalami tahapan ini dengan berurutan atau bahkan melalui semua tahap tersebut. Setiap individu memiliki cara unik dalam menghadapi kematian, dan tahap-tahap ini bisa bersifat fleksibel, saling tumpang tindih, dan terkadang bisa berulang. Bagi mereka yang divonis dengan penyakit terminal, waktu menjadi sesuatu yang sangat berharga dan setiap detik terasa kian berarti. Hal tersebut bisa menjadi dorongan untuk merefleksikan kehidupan, merajut kembali prioritas, dan mempersiapkan diri untuk perpisahan yang tak terelakkan (Kübler-Ross, dalam Papalia et al., 2021).
Perawatan Paliatif
Menurut World Health Organization (WHO, dalam Djamdin et al., 2023), yang dimaksud dengan perawatan paliatif adalah pendekatan yang diberikan kepada penderita penyakit terminal, baik dewasa maupun anak-anak, dan keluarga mereka, untuk meningkatkan kualitas hidup melalui upaya pencegahan dan untuk mengurangi penderitaan dengan cara identifikasi dini, analisis penyakit, penanganan rasa sakit, serta masalah lainnya secara fisik, psikososial, dan spiritual. Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif guna meringankan beban penderita, terutama yang tak mungkin disembuhkan, dimulai sejak tegaknya diagnosis hingga akhir kehidupan serta periode kehilangan anggota keluarga yang sakit, seperti menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain, serta memberi keyakinan bahwa kondisi yang sekarang adalah proses yang banyak dialami orang lain, termasuk menawarkan dukungan untuk membantu pasien menjalani hidup seaktif mungkin hingga akhir hidup dengan melakukan terapi yang dibutuhkan sedini mungkin (Safruddin, 2020). Konseling sebagai bagian dari layanan paliatif dapat diberikan kepada pasien dan keluarga jika diperlukan.
Peran Keluarga atau Caregiver
Umumnya tidak mudah bagi keluarga untuk dapat memberikan dukungan yang benar kepada penderita, karena selain kurangnya pengetahuan dan pengalaman juga karena mereka sendiri rentan terhadap kondisi emosi dan psikologis seperti yang dirasakan oleh si penderita. Permana et al. (2021) berpendapat bahwa keluarga yang mempunyai pendidikan dan pengalaman dapat memberikan dukungan emosi untuk meningkatkan mekanisme koping penderita dengan memberi saran mengenai strategi alternatif berdasarkan pengalaman dan mengajak orang lain fokus pada hal-hal yang lebih positif. Dukungan keluarga ini dapat memberi pengaruh yang signifikan terhadap perubahan persepsi dan sikap penderita menjadi lebih adaptif dan membantu memutuskan tindakan yang tepat untuk keluarga. Dukungan keluarga dapat berupa sikap, tindakan dan penerimaan, termasuk dukungan emosional dalam mendengarkan keluhan-keluhan penderita, memberikan motivasi, dorongan semangat dan penghargaan kepada penderita dalam menjalani terapi yang dibutuhkan (Permana et al., 2021). Jadi selain mereka sendiri adalah termasuk merupakan sasaran dari perawatan paliatif bersama dengan penderita, keluarga sebenarnya juga mempunyai kemampuan untuk membantu memberikan pelayanan paliatif kepada penderita.
Referensi:
Djamdin, V., Masi, G., & Meo, M. L. N. (2023). Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Perawatan Paliatif di Siloam Hospitals Manado. Mapalus Nursing Science Journal, 1(1), 23-31. file:///Users/adeliaprasetyo/Downloads/Gambaran+Pengetahuan+Perawat+Tentang+Perawatan+Paliatif+di+Siloam+Hospital+Manado%20(2).pdf
Frankl, V. E. (1946). Man's search for meaning. Boston: Beacon Press.
Papalia, D. E., Feldman, R. D., & Martorell, G. (2021). Experience human development, 14th edition. New York: McGraw-Hill Education.
Permana, R. A., Arief, Y. S., Bakar, A. (2021). Dukungan keluarga berhubungan dengan perilaku perawatan diri pasien gagal jantung di Surabaya. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 12(1), 26-30. DOI: http://dx.doi.org/10.33846/sf12107
Safruddin, Maryunis, Suhermi, & Papalia, S. (2020). Hubungan Perawatan Paliatif dengan Kualitas Hidup Pasien Kanker Payudara. Window of Nursing Journal, 15-22. DOI: https://doi.org/10.33096/won.v1i1.247
Salins, N., Gursahani, R., Mathur, R., Iyer, S., Macaden, S., Simha, N., Mani, R. K., & Rajagopal, M. R. (2018). Definition of terms used in limitation of treatment and providing palliative care at the end of life: The Indian Council of Medical Research Commission Report. Indian J Crit Care Med, 22(4), 249-262. doi: 10.4103/ijccm.IJCCM_165_18.
Shatri, H., Faisal, E., Putranto, R. & Sampurna, B. (2020). Advanced directives in palliative care. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia (7) 2, 9. DOI: https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i2.315
Worden, J. W. (2018). Grief counseling and grief therapy: A handbook for the mental health professional. New York: Springer.