ISSN 2477-1686 

 

Vol. 10 No. 03  Februari 2024

 

Kesiapan Sumber Daya Manusia dalam Menghadapi Perubahan

 

Oleh:

Hanisa Darupa Putri1 & Alvin Eryandra2

1Program Studi Psikologi, Universitas Andalas

2Program Studi Psikologi, Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka

 

Perubahan dunia pasca pandemi covid-19 terjadi pada banyak sektor, salah satunya sector industri dan organisasi. Sebelum pandemic, ‘hadir’ atau ‘present’ saat bekerja berarti hadirnya individu atau karyawan di kantor untuk melakukan dan menyelesaikan pekerjaan. Berbeda dengan masa sebelum pandemic, ‘hadir’ saat bekerja saat ini bukan lagi berarti datang secara fisik di kantor dan menyelesaikan pekerjaan, namun karyawan juga bisa ‘hadir’ secara digital, menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini menyebabkan work from home atau bekerja dari rumah dan work from anywhere atau bekerja dari manapun bukanlah suatu hal yang mustahil.

 

Fenomena ‘hadir’ merupakan satu dari banyaknya perubahan yang terjadi di dunia industri dan organisasi di masa ini.  Secara praktis, organisasi melakukan perubahan karena adanya peningkatan pengetahuan, status sosial, dan teknologi. Perubahan itu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas (Jones, 2013), meningkatkan performa bisnis (Balogun, Hailey, & Gustafson, 2016; Mangundjaya, 2012), memenuhi kebutuhan untuk bekerja dalam sistem yang lebih terintegrasi (Rugman & Hodgetts dalam Pieterse, Canniels, & Homan, 2012), meminimalkan resistensi karyawan, meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi (Ahmad, Ismail, Rani, & Wahab, 2017), serta karena adanya dorongan internal maupun eksternal yang menyebabkan perubahan tersebut (Riddel & Roisland, 2017).

 

Salah satu kunci kesuksesan perubahan organisasi adalah karyawan, karena inti dari perubahan organisasi adalah perubahan pada perilaku anggota organisasi itu sendiri (Porras & Robertson dalam Choi, 2011). George dan Jones (2001) menyatakan bahwa organisasi hanya akan berubah dan bertindak melalui anggota-anggotanya, dan perubahan yang sukses akan bertahan dalam jangka waktu yang lama jika individu di organisasi tersebut bisa mengubah perilaku mereka secara tepat. Selain itu, kesiapan individu untuk berubah atau individual readiness for change juga merupakan aspek penting dalam pelaksanaan perubahan organisasi (Holt et al, 2007). Karyawan yang siap untuk melakukan perubahan akan menunjukan inisiasinya dalam melakukan perubahan dan dapat mengatasi potensi kegagalan perubahan (Franceline & Dahesihsari, 2015).

 

Definisi individual readiness for change

Definisi Individual readiness for change dijelaskan oleh beberapa ahli. Holt et al (2007) mendefinisikan individual readiness for change sebagai keyakinan karyawan terhadap kemampuannya dalam mengimplementasikan perubahan yang telah dirancang (change efficacy), keyakinan terhadap kesesuaian perubahan yang dirancang dengan organisasi (appropriateness), keyakinan dengan komitmen pimpinan terhadap perubahan (management support), serta yakin bahwa perubahan yang dirancang memberikan keuntungan bagi mereka (personal valence).  Di lain hal, Armenakis (dalam Riddell & Røisland, 2017) mendefinisikan individual readiness for change sebagai sikap, keyakinan, dan tujuan individu tentang perubahan. Perubahan ini melibatkan pemahaman individu terhadap kebutuhan untuk berubah serta kemampuan organisasi untuk menyempurnakan perubahan itu.

 

Dimensi individual readiness for change

Terdapat empat dimensi individual readiness for change yang dirancang oleh Holt yang daoat dijadikan sebagai indikator kesiapan individu dalam menghadapi perubahan. Dimensi tersebut adalah sebagai berikut:

 

1.     Appropriateness, merupakan keyakinan individu terhadap kesesuaian perubahan yang dirancang dengan keadaan organisasi (Holstein, 2016). Appropriateness penting untuk diperhatikan karena dalam melakukan perubahan individu bisa saja merasa bahwa perubahan-perubahan itu perlu untuk dilakukan namun bisa jadi tidak sesuai dengan rancangan (Armenakis et al dalam Andersen, 2008). Karyawan yang merasa perubahan itu sesuai dengan organisasi akan lebih merasa positif terkait perannya dalam proses implementasi (Holstein, 2016).

 

2.     Management support, merupakan keyakinan individu terhadap komitmen manajemen dan pimpinan untuk mendukung perubahan yang akan dilakukan (Choi, 2011). Karyawan yang merasa bahwa pimpinan berkomitmen, berkompeten, dan suportif terhadap pengimplementasian perubahan akan lebih siap (Holstein, 2016). Selain itu karyawan juga memiliki kepercayaan diri dan yakin untuk melakukan perubahan. Dan juga, penilaian positif karyawan terhadap dukungan pimpinan akan membuat karyawan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan keputusan pimpinan. Sebaliknya, jika penilaian karyawan terhadap management support negatif, maka karyawan akan memunculkan perilaku-perilaku negatif dan berakhir dengan penolakan terhadap inisiatif perubahan (Martin, Jones, & Callan dalam Holstein, 2016).

 

3.     Change efficacy, merupakan keyakinan individu akan kemampuannya untuk mengimplementasikan perubahan yang telah dirancang (Choi, 2011). Change efficacy juga diartikan sebagai kepercayaan diri individu terhadap kemampuan yang ia miliki untuk melakukan perubahan secara sukses (Andersen, 2008). Change efficacy merupakan dimensi penting dalam menciptakan individual readiness for change sebagai motivasi untuk berubah yang dipengaruhi oleh kepercayaan diri individu terhadap kemampuannya untuk berubah secara sukses (Andersen, 2008). Karyawan yang memiliki change efficacy yang positif bisa mengatasi stres yang dihadapi dan dapat memunculkan perilaku yang mendukung perubahan. Sebaliknya, karyawan yang memiliki change efficacy negatif cenderung sulit untuk mengatasi stres dan sulit untuk memunculkan perilaku yang dapat mendukung perubahan.

 

4.     Personal valence, merupakan keyakinan individu bahwa perubahan akan memberikan manfaat secara pribadi. Karyawan yang merasa bahwa inisiatif perubahan memiliki valensi positif akan memunculkan sikap positif terhadap transformasi organisasi (Holt et al dalam Holstein, 2016). Dimensi ini merujuk kepada bagaimana individu melihat perubahan menghasilkan sesuatu yang menguntungkan secara pribadi, tergantung kepada prioritas masing-masing individu (Armenakis & Harris serta Holt et al dalam Andersen, 2008).

 

Dampak individual readiness for change

Individual readiness for change memiliki dampak yang signifikan pada keberhasilan perusahaan atau organisasi dalam menjalankan perubahan. Seperti yang dijelaskan oleh Holt dan Vardaman (2013), karyawan dengan individual readiness for change yang tinggi merasa yakin bahwa perubahan telah sesuai, percaya bahwa pihak manajemen turut mendukung perubahan, merasa yakin dengan kemampuannya untuk melaksanakan perubahan dengan sukses, serta yakin bahwa perubahan akan menguntungkan secara pribadi. Selain itu, individu dengan individual readiness for change yang tinggi akan mengubah perilakunya untuk mendukung perubahan (Rogers dalam Choi dan Ruona, 2011), berusaha untuk menyukseskan perubahan yang telah dirancang (Rogers, Hall, & Hord dalam Choi, 2011), serta berperan aktif dalam mengusahakan perubahan serta tekun dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang muncul (Armenakis & Bedeian dalam Holstein, 2016).

 

Referensi:

 

Andersen, L. S. (2008). Readiness for change: Can be primed? (Master’s thesis). Didapat dari Master’s Theses and Graduate Research. (UMI No. 1459704)

Ahmad, M. H., Ismail, S., Rani, W. N. M. W. M., & Wahab, M. H. (2017). Trust in management, communication and organisational commitment: Factors influencing readiness for change management in organisation. AIP Conference Proceedings. 1891(1), 1-6. doi:10.1063/1.5005352

Balogun, J., Hailey, H. V., & Gustafsson, S. (2016). Managing strategic change 4th ed. United Kingdom: Pearson Education Limited.

Choi, M. (2011). A study of individual readiness for organizational change. (Doctoral dissertation, University of Georgia). Didapat dari https://getd.libs.uga.edu/pdfs/choi_myungweon_201105_phd.pdf

Franceline, D., & Dahesihsasi, R. (2015). Kesiapan untuk berubah karyawan divisi hr pt. X studi kasus proses desentralisasi sistem erp/sap modul organization management (OM). Jurnal Ilmiah Psikologi MANASA, 4(2). 90-105.

George, J. M., & Jones, G. R. (2001). Towards a process model of individual change in organizations. Human Relations, 54(4), 419-444.

Holt, D. T., Armenakis, A. A., Feild, H. S., & Harris, S. G. (2007). Readiness for organizational change: the systematic development of a scale. Journal of Applied Behavioural Science, 43(2). 232-255. doi: 10.1177/0021886306295295.

Holstein, M. (2016). Examining Change Process Perceptions and Proximal Readiness for Organisational Change: The Moderating Effect of Distal Readiness. (Master’s thesis, University of Canterbury). Didapat dari https://core.ac.uk/download/pdf/35473470.pdf

Jones, G. R. (2013). Organizational theory, design, and change 7th ed. Boston: Pearson/ Prentice Hall Company.

Riddell, R. V., & Røisland, M. T. (2017). Factors influencing employees’ readiness for change within an organisation: A systematic review. (Master’s thesis, University of Agder). Didapat dari Master’s Theses in Business Administration.