ISSN 2477-1686

Vol.2. No.24, Desember 2016

Berbagi Pengetahuan atau Tidak?:

Dilema Akademisi Peneliti di Perguruan Tinggi

Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo

Fakultas Psikologi, Universitas Pembangunan Jaya

Pengetahuan (knowledge), menurut Lundberg & Lidelow (2015), adalah sumber daya berharga. Perilaku berbagi pengetahuan (knowledge sharing) penting karena diseminasi menghasilkan penciptaan pengetahuan baru. Castañeda (2015) menemukan perilaku berbagi pengetahuan tidak berlangsung otomatis tetapi sangat tergantung pada aneka variabel terkait manusia. Beberapa hal yang mendukung perilaku berbagi pengetahuan (knowledge sharing enablers) antara lain perasaan senang dapat membantu orang lain, dukungan pimpinan organisasi, adanya penghargaan dan sebagainya (Masa’deh, dkk., 2016).

Rendahnya Perilaku Berbagi Pengetahuan di Perguruan Tinggi

Bagaimana dengan perguruan tinggi? Bisnis utama (core business) perguruan tinggi adalah menciptakan dan menyebarluaskan pengetahuan. Oleh karena itu, sudah layak dan sewajarnya apabila perilaku berbagi pengetahuan penting terkait upaya universitas memajukan masyarakat. Haeussler, Jiang, Thursby  & Thursby (2009) mencatat bahwa ada dua jenis perilaku berbagi pengetahuan di kalangan akademisi peneliti yaitu: (1) berbagi informasi khusus dimana individu berbagai data atau materi penelitian dengan pihak lain dan (2) berbagai informasi umum dimana individu menyebarluaskan hasil penelitian ke komunitasnya.

Terkait hal tersebut, Ali, Gohneim & Roubaie (2014) mengulas sederetan kajian empiris tentang budaya berbagi pengetahuan di perguruan tinggi. Ironisnya, hasil kajian tersebut mengungkap bahwa budaya berbagi pengetahuan di perguruan tinggi justru serba terbatas. Perilaku berbagi pengetahuan di perguruan tinggi justru lebih rendah dibandingkan di perusahaan, dimana laba diperoleh sebagai akumulasi kerja kolektif bukan individu.

Sebagai pembanding, saat menggunakan ruang kerja bersama (co-working space), para pelaku wirausaha justru secara informal dan suka rela berbagi pengetahuan demi pengembangan pribadi dan bisnis (Soerjoatmodjo, Bagasworo, Joshua, Kalesaran dan van den Broek, 2015). Hal ini karena mereka meyakini inovasi lahir melalui interaksi sektor dan kompetensi yang berbeda tetapi saling melengkapi (Soerjoatmodjo, 2015).

Strategi Meningkatkan Perilaku Berbagi Pengetahuan di Perguruan Tinggi.

Argumen dari Dokhtesmati & Bousari (2013) adalah bahwa hal tersebut akibat tingginya tuntutan perguruan tinggi meraih capaian akademis berkualitas yang dibebankan ke pundak segelintir individu. Hal ini dianggap jauh lebih penting dibandingkan kapasitas perguruan tinggi sebagai organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran secara bersama-sama. Di perguruan tinggi, perilaku berbagai pengetahuan kalah oleh kompetisi antar akademisi peneliti dan pentingnya memperoleh hak atas kekayaan intelektual (Haeussler, Jiang, Thursby  & Thursby, 2009).
Untuk bisa menjawab hal-hal tersebut di atas, Xia & Ya (2012) merekomendasikan strategi-strategi berikut:

  • Membangun atmosfir saling percaya secara emosional: rasa percaya dan ketergantungan emosional yang berbasis pada rasa saling memahami dan menghormati antar anggota tim akademisi peneliti dapat meningkatkan kesediaan berbagi pengetahuan
  • Menyusun tim dengan anggota beragam: jika tim akademisi peneliti dibangun atas dasar saling melengkapi, maka hal ini meningkatkan perilaku berbagi pengetahuan karena setiap orang saling belajar agar sama-sama maju.
  • Membangun kepemimpinan transformasional: pemimpin dapat mendorong perilaku berbagai pengetahuan dengan membangun visi dan mengubah perilaku anggota tim akademisi peneliti dengan membangun nilai.

Memahami perilaku berbagi pengetahuan menjadi pondasi dari penciptaan dan penerapan pengetahuan. Perilaku berbagi pengetahuan merupakan keterampilan yang dapat dipelajari sehingga dapat ditingkatkan (Castañeda, 2015). Strategi-strategi di atas dapat diterapkan agar perilaku berbagi pengetahuan antar akademisi peneliti di perguruan tinggi dapat ditingkatkan demi mendukung peran universitas memajukan masyarakat.

Referensi:

 

Ali, O.F., Gohneim, A. & Al Roubaie, A. (2014). Knowledge sharing culture in higher education institutions: Critical literature review. European, Mediterranean & Middle Eastern Conference on Information Systems.

Castañeda Z., D.I. (2015). Knowledge sharing: The role of psychological variables in leaders and collaborators. Suma Psicológica, 22(1), 63-69.

Dokhtesmati, M. & Bousari, R.G. (2013) Knowledge sharing in Iranian academic institutions: Meta analysis approach. Procedia Social and Behavioral Sciences, 73, 383-387.

Haeussler, C., Jiang, L., Thursby, J. & Thursby, M.C. (2009). Specific and general information sharing among academic scientists. NBER Working Paper No. 15315.

Lundberg, M. & Lidelow, H. (2015). Social motivation for knowledge sharing in construction companies. Procedia Economics and Finance, 21, 224-230.

Masa’deh, R.M.T. et. al. (2016). Knowledge sharing capability: A literature review.  Journal of Business & Management (COES&RJ-JBM), 4 (1),1-13.

Soerjoatmodjo, G.W.L.(2015). Perilaku berbagi pengetahuan antar pelaku wirausaha di ruang kerja bersama. Jurnal Widyakala Universitas Pembangunan Jaya, 2.

Soerjoatmodjo, G.W.L., Bagasworo, D.M., Joshua, G., Kalesaran, T., van den Broek, K.F. (2015) Sharing workspace, sharing knowledge: Knowledge sharing amongst entrepreneurs in Jakarta co-working spaces. International Conference on Intellectual Capital and Knowledge Management and Organizational Learning, 259-267, Kidmore End: Academic Conference International Limited.

Xia, L. & Ya, S. (2012). Study of knowledge sharing behavior engineering. Systems Engineering Procedia,4, 468-476.